Takaran
dan timbangan yang paling banyak digunakan untuk jual beli manusia
modern bukan untuk menakar volume atau menimbang berat, tetapi untuk
menentukan nilai. Lantas bagaimana bila penentu nilai itu sendiri
berubah-ubah nilai atau daya belinya dari waktu ke waktu, tidak ada
standar yang sama di antara satu negeri dengan negeri lainnya ?.
Jawabannya
adalah seperti menakar dengan takaran yang volumenya terus mengecil,
seperti menimbang dengan anak timbangan yang terus bertambah ringan.
Hasil yang bisa ditakar atau ditimbang menjadi semakin sedikit. Uang
kertas kita adalah takaran yang volumenya mengecil atau timbangan yang
anak timbangnya terus bertambah ringan tersebut.
Dampak
yang lebih luas dari tidak adanya takaran atau timbangan yang baku
adalah perdagangan di dunia modern seperti orang-orang yang berjalan di
lorong gelap, hanya yang membawa lampu sendiri yang tahu sedang berjalan
kemana – sementara mayoritas orang tidak tahu sedang ke arah mana dia
berjalan.
Pemerintah-pemerintah dunia mungkin tahu apa yang sedang mereka lakukan, tetapi mayoritas rakyat tidak sadar atau tidak
tahu bahwa hasil jerih payah mereka bekerja bertahun-tahun –terus
menyusut bila untuk menakar/menimbang (baca : membeli) barang-barang
kebutuhan seperti dalam contoh beras tersebut di atas.
Bagaimana era kegelapan timbangan ini membuat manusia kehilangan arah dapat diilustrasikan dari kasus berikut :
Pada
musim qurban 2010, harga seekor kambing super (sekitar 40 kg) harganya
di kisaran Rp 1,700,000. Pada tahun 2012 kambing qurban dengan berat
yang kurang lebih sama, harganya di kisaran Rp 2,500,000,-. Mana yang
lebih mahal ? dari sisi angka Rupiah tentu tahun 2012 lebih mahal 47%
dari harga tahun 2010.
Kita
bandingkan lagi dengan harga kambing di Amerika pada tahun-tahun
tersebut. Untuk kambing dengan berat yang kurang lebih sama, tahun 2010
harganya US$ 100,- dan tahun 2012 harganya di kisaran US$ 150,-. Harga
kambing di Amerika dari tahun 2010 ke tahun 2012 mengalami kenaikan
sedikit saja lebih tinggi dari harga kambing di kita yaitu di kisaran
50%.
Dengan timbangan Rupiah dan Dollar selain kita tidak tahu apakah harga
tahun 2012 benar-benar lebih tinggi dan seberapa besar lebih tingginya,
kita juga tidak bisa langsung membandingkan mana yang lebih mahal harga
kambing di Indonesia dalam Rupiah atau kambing di Amerika dalam Dollar.
Sekarang mari kita coba gunakan timbangan yang bersifat universal atau saya sebut universal unit of account
berupa Dinar atau Point ( 1/10,000 Dinar atau 1 ¢¢ Dinar). Untuk
memudahkan penggunaan Dinar atau Point ini, mulai hari ini Kalkulator
Dinar saya pasang di www.geraidinar.com (kalau kesulitan mencarinya lihat di menu paling atas atau menu paling bawah) dan Kalkulator Point saya pasang di www.indobarter.com
Baik
Kalkulator Dinar maupun Kalkulator Point dapat digunakan untuk
menghitung konversi Dinar atau Point ke seluruh mata uang utama dunia
atau sebaliknya dari seluruh mata uang utama dunia ke Dinar atau Point.
Untuk US$ maupun Rupiah bahkan bisa untuk menghitung konversi Dinar atau
Point ke mata uang dan sebaliknya, untuk waktu mundur sampai 1970.
Cara
penggunaannya lihat pada ilustrasi disamping, pilih konversi yang ingin
Anda lakukan misalnya karena saya mau mengkonversi harga kambing super 2010 sebesar Rp 1,700,000 ke Dinar, maka saya click radio button
“Currency to Dinar”. Di Kotak putih saya ketikkan angka 1700000 (tanpa
koma), currency saya set ke Rupiah dan tahun saya set ke 2010. Setelah
saya click “Calculate” maka di screen menunjukkan angka Rp 1,700,000
yang setara dengan 1.0852 Dinar untuk tahun 2010. Inilah harga kambing
super saat itu.
Dengan langkah yang sama saya ulangi untuk tahun 2012,
maka harga kambing super Rp 2,500,000,- ternyata setara dengan 1.1357
Dinar. Sekarang kita bisa membandingkan dengan timbangan yang adil itu,
harga kambing 2012 ternyata memang lebih mahal tetapi hanya naik sekitar
4.7 % dalam dua tahun.
Maknanya adalah dengan Dinar-pun harga kambing bisa naik, yaitu manakala demand melebihi supply. Ketika orang yang mampu membeli qurban kambing super lebih banyak dari pertambahan supply-nya – maka harganya memang akan naik. Tetapi kenaikan karena demand yang melebihi supply ini, dalam jangka panjang akan menuju kestabilan karena akan menarik bagi yang akan men-supply kambing qurban berikutnya.
Dengan mengetahui bahwa kenaikan harga kambing riilnya
hanya 4.7% selama dua tahun 2010 ke 2012, lantas mengapa dengan uang
Rupiah naiknya sampai 47% ?. Itulah kenaikan karena inflasi harga
kambing dalam Rupiah selama dua tahun terakhir.
Bila kita sederhanakan misalnya kenaikan harga itu hanya dipengaruhi oleh dua sebab yaitu faktor inflasi dan faktor supply and demand
atau saya formulasikan KENAIKAN HARGA = F(Inflasi)*(1+ Kenaikan Karena
Supply and Demand), maka 47% = F(Inflasi)* (1+4.7%). Dari ini kita akan
ketemu bahwa inflasi Rupiah saja telah menaikkan harga kambing qurban
kelas super sebesar 44.89% dalam dua tahun dari 2010 ke 2012.
Kalkulator
yang sama bisa kita gunakan untuk menghitung kenaikan harga kambing
dengan ukuran yang kurang lebih sama di negeri Paman Sam. Harga kambing
US$ 100 pada tahun 2010 setara dengan 0.5814 Dinar, harga kambing US$
150 pada tahun 2012 setara dengan 0.6383 Dinar. Jadi dalam Dinar
kenaikan kambing di AS dari 2010 ke 2012 adalah 9.8%.
Karena
dalam Dollar naiknya sampai 50 % ( dari US$ 100 ke US$ 150), maka
sebenarnya kenaikan karena faktor inflasinya adalah 50% =
F(Inflasi)*(1+9.8%). Jadi Faktor inflasi-nya saja mempengaruhi kenaikan
harga kambing 45.54% di Amerika antara tahun 2010 ke 2012.
Setelah
menggunakan timbangan yang sama, kita juga bisa mengetahui bahwa
kambing qurban kelas super yang di Indonesia tahun lalu berharga 1.1357
Dinar jauh lebih tinggi dari kambing dengan berat yang kurang lebih sama
di Amerika yang hanya 0.6383 Dinar. Apa penyebabnya ?, lagi-lagi antara
lain ya karena supply and demand
tadi, ongkos produksi dan lain sebagianya – tetapi bukan karena faktor
inflasi, karena faktor inflasi dalam artian penurunan daya beli uang-nya
sudah kita eliminir.
Lagi-lagi
perhitungan di atas membuktikan akan adanya suatu alat tukar atau suatu
timbangan yang stabil daya belinya sepanjang jaman. Bila di jaman
Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam harga kambing qurban di kisaran 1
Dinar, setelah lebih dari 1,400 tahun perhitungan-perhitungan diatas
menunjukkan 1 Dinar yang sama tetap dapat untuk membeli kambing kwalitas
super sekarang.
Bandingkan
dengan uang kertas dalam rentang 33 tahun terakhir saja misalnya, dari
1979 harga kambing kelas super yang wajar Rp 25,000-an – naik 100
kali menjadi Rp 2,500,000,- tahun 2012. Dengan pendekatan yang sama
menggunakan Kalkulator Dinar di atas, kita bisa tahu bahwa tahun 1979
kambing super berharga 0.9259 Dinar sedangkan tahun 2012 seharga 1.1357
Dinar atau hanya mengalami kenaikan riil 22.65 % selama 33 tahun.
Bahwasannya
dalam Rupiah pada rentang waktu 33 tahun itu harga kambing super naik
menjadi 100 kalinya atau naik 9,900 % itu karena ada inflasi uang kertas
sebesar 8,071.75% !.
Bagaimana
dengan beras dalam awal tulisan ini yang saya jadikan sebagai contoh
kasus ‘pengurangan timbangan’ yang kita hadapi sehari-hari dalam jual
beli kita ?. Bisa juga kita timbang dengan Kalkulator Dinar yang sama,
hanya saja karena satuan Dinar yang bernilai jauh lebih besar
dibandingkan dengan nilai 1 kg beras, ini ibarat menimbang berat badan
Anda dengan jembatan timbang yang biasa digunakan untuk menimbang truk.
Bisa, tetapi menjadi kurang akurat.
Untuk
bisa menimbang barang-barang yang nilainya kecil, timbangan Dinar
tersebut perlu diperkecil sampai mendekati ukuran yang sesuai
peruntukannya. Dalam hal ini Dinar saya pecah menjadi 1/10,000 Dinar
atau 1 ¢¢ Dinar atau saya sebut 1 Point. Kalkulator yang sudah saya
perkecil menjadi Kalkulator Point inilah yang dapat dilihat di www.indobarter.com.
Rp
6,518 untuk 1 kg beras kwalitas rata-rata tahun 2010 adalah setara 42
Point, sedangkan Rp 7,550 untuk beras yang sama tahun 2012 adalah setara
34 Point. Jadi meskipun dalam Rupiah terjadi kenaikan harga sebesar
15.83 % dalam rentang waktu dua tahun antara 2010 ke 2012; harga beras
riil dalam Point malah turun 19.05% dari 42 Point ke 34 Point.
Efek
inflasi Rupiah terhadap harga beras 2 tahun terakhir menjadi 15.83% =
F(Inflasi) * (1-19.05%), atau inflasi Rupiah membawa kenaikan harga
beras sampai 19.56% dalam rentang waktu tersebut. Kenaikan karena
inflasi ini sebagian ‘tersembunyikan’ oleh penurunan harga riilnya.
Dengan
contoh-contoh perhitungan menggunakan Kalkulator Dinar maupun
Kalkulator Point tersebut di atas, insyallah kita sekarang bisa
menemukan kembali timbangan untuk jual-beli yang adil itu. Yang oleh
Imam Ghazali sudah diingatkan hampir 1000 tahun lalu bahwa ‘hanya emas dan perak-lah timbangan yang adil untuk penentu harga-harga itu’.
Timbangan yang adil adalah ibarat lampu yang menerangi jalan, kita bisa tahu arah yang benar apakah fitrah mekanisme pasar supply and demand
yang mempengaruhi harga-harga kita, atau karena faktor lain seperti
utamanya inflasi ini. Bayangkan kalau kenaikan harga karena inflasi
seperti harga beras 2010-2012 tersebut kita kira karena kelebihan demand terhadap supply, kita akan salah mengambil keputusan.
Karena penyebabnya inflasi bukan karena supply yang tidak mencukupi demand,
maka yang harus diperbuat para pemimpin adalah mengendalikan inflasi
ini jangan sampai terjadi – agar rakyat bisa tahu arah yang benar –
berapa seharusnya tingkat produksi yang dihasilkannya untuk memenuhi
kebutuhan konsumsinya.
Saya
tahu mungkin tidak banyak yang akan mau menggunakan ‘lampu’ timbangan
yang adil dalam bentuk Kalkulator Dinar dan Kalkulator Point ini, tetapi
ibarat berjalan di lorong yang gelap – apapun yang bisa menerangi jalan
seharusnya kita ambil dan gunakan. Wa Allahu A’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
silakan masukkan komentar dan pertanyaan anda disini