Pergerakan Harga Dinar 24 Jam

Dinar dan Dirham

Dinar dan Dirham
Dinar adalah koin yang terbuat dari emas dengan kadar 22 karat (91,7 %) dan berat 4,25 gram. Dirham adalah koin yang terbuat dari Perak Murni dengan berat 2,975 gram. Khamsah Dirham adalah koin yang terbuat dari Perak murni dengan berat 14,875 gram. Di Indonesia, Dinar dan Dirham diproduksi oleh Logam Mulia, unit bisnis dari PT Aneka Tambang, Tbk, dan oleh Perum PERURI ( Percetakan Uang Republik Indonesia) disertai Sertifikat setiap kepingnya.

19 April 2009

Harta Kita Semakin Turun Nilainya ... Sadarkah Kita ?

Mengapa sebagian besar kita tidak menyadari bahwa harta kita semakin lama semakin menurun nilainya ? Ini karena kita menggunakan timbangan yang rusak untuk menimbang harta kita – yaitu uang kertas baik itu Rupiah, Dollar maupun mata uang lainnya. Tetapi begitu kita merasa bahwa aset kita semakin menurun nilainya, reaksi spontan kita tentu ingin mempertahankan harta (nilai harta) tersebut. Bahkan dalam suatu Hadits panjang dari Rasulullah SAW. Beliau bersabda bahwa mati dalam mempertahankan harta kitapun insya Allah kita sahid. Dengan timbangan atau alat ukur yang rusak tersebut, kita tidak bisa melihat nilai sebenarnya dari kekayaan kita - kita hanya tertipu oleh angka-angka yang semakin lama semakin besar tetapi tidak memiliki daya beli atau nilai tukar yang sesungguhnya. Nah sekarang marilah kita lihat contoh-contoh angka dan grafik berikut untuk melihat mana timbangan yang seharusnya kita pakai dalam menilai dan mempertahankan harta umat ini.

Anggap kita memiliki tabungan Rp 2.46 juta tahun 2000, Apabila kita tukar dengan US$ uang tersebut menjadi US$ 350 dan apabila kita tukar dengan Dinar pada saat itu menjadi 10 Dinar. Jadi uang Rp 2.46 juta tahun 2000 setara dengan US$ 350 dan setara pula dengan 10 Dinar.

Sekarang asumsikan uang kita ditabung di Bank Syariah (kalau non syariah sudah jelas haram bunganya berdasarkan fatwa MUI) dengan bagi hasil rata-rata 7 %, maka uang tersebut saat ini menjadi Rp 3.95 juta. Apabila ditabung dengan tabungan Dollar di bank syariah yang sama dengan bagi hasil rata-rata 3 %, kemudian uang Dollarnya sekarang ditukar ke Rupiah lagi maka uang kita yang di tabungan Dollar tadi menjadi Rp 4.05 juta. Dari sini mungkin kita senang bahwa uang kita telah tumbuh total 61 % (tabungan Rupiah) dan 65 % (tabungan Dollar) selama jangka waktu 8 tahun ini. Tapi tunggu dulu – seandainya uang tersebut kita belikan Dinar dan sekarang kita tukar ke Rupiah maka uang tersebut menjadi Rp 10.90 juta atau tumbuh total Rp 343 % Lihat grafik berikut untuk melihat uang kita apabila ditimbang dalam Rupiah.



Kita bisa melakukan yang sama dengan menggunakan mata uang Dollar sebagai referensi atau timbangannya. Hasilnya akan seperti grafik dibawah ini.



Sekarang coba kita gunakan referensi atau timbangan yang adil yang menjadi bagian dari syariat Islam ini yaitu Dinar. Uang kita yang tahun 2000 nilainya setara 10 Dinar, apabila selama 8 tahun terakhir kita pertahankan dalam tabungan Rupiah kemudian baru sekarang kita tukar ke Dinar– meskipun dalam nilai Rupiah telah naik 61 % - maka dalam Dinar uang tersebut tinggal 3.62 Dinar atau menyusut 64 %. Demikian pula seandainya kita simpan di tabungan US$, meskipun nilainya tumbuh 65 % - ternyata dalam Dinar tinggal 3.72 Dinar saja atau menyusut 63 %!



Dari grafik-grafik tersebut sekarang tergantung kita sendiri - apakah kita akan terus merelakan harta hasil kerja keras kita terus tergerus nilainya oleh timbangan yang rusak yang bernama uang kertas...?

Tiga hal yang amat penting untuk dilindungi bagi umat Islam adalah Jiwa, Harta dan Kehormatan mereka. Begitu pentingnya masalah ini sehingga tiga hal ini menjadi pesan-pesan terakhir yang ditekankan oleh Rasulullah, SAW pada saat haji wada’ atau haji perpisahan. Hal ini dapat kita pelajari dari sebuah hadits panjang yang kurang lebih terjemahan bebasnya sebagai berikut :

Diriwatakan oleh Abu Bakrah R.A.’ Rasulullah SAW bersabda : “ Telah sempurna putaran waktu dan telah sempurna Allah menciptakan langit dan bumi. Tahunnya terdiri dari 12 bulan, empat diantaranya bulan haram; tiga diantaranya berturut-turut yaitu Dhul-Qa’dah, Dhul-Hijjah dan Muharam, yang satu lagi Rajab, yaitu bulan Mudar(suku), yang datang diantara Jumadah dan Sha’ban. (Kemudian Rasulullah SAW bertanya kepada kami yang hadir), “Bulan apa ini “? Kami berkata “ Allah dan RasululNya lebih tahu”. Rasulullah, SAW tetap diam beberapa saat sampai kami mengira beliau akan memberi nama yang lain. Kemudian Beliau bertanya : “Bukankah ini bulan Dhul-Hijjah ?”. Kami menjawab dengan membenarkannya. Beliau bertanya lagi :” Di kota apa ini ?”, Kami menjawab :” Allah dan rasulNya lebih tahu”. Beliau diam beberapa saat sampai kami mengira Beliau akan memberi nama lain. Beliau bertanya “ Bukankah ini Al Baddah (Makkah)?”; Kami jawab “Ya”. Kemudian beliau bertanya lagi :”Hari apa ini ?”, Kami menjawab : “Allah dan RasulNya lebih tahu”. Beliau diam beberapa saat sampai kami mengira akan memberikan nama lain. Beliau bertanya “ Bukankah ini hari An-Nahr (hari Qurban) ?”. Kami menjawab dengan membenarkannya. Setelah itu beliau bersabda “Maka sesungguhnya darah kamu sekalian, harta kamu sekalian dan kehormatan kamu sekalian haram bagi kamu sekalian satu sama lain (haram untuk ditumpahkan, diambil dan dinodai), seperti haramnya hari ini bagi kalian, kota ini bagi kalian dan bulan ini bagi kalian. Kamu sekalian akan segera menemui Tuhan kalian dan Dia akan bertanya tentang perbuatan kalian. Jadi jangan kembali kepada kekafiran setelahKu dengan saling menyerang leher satu sama lain. Ingat ! agar yang hadir disini menyampaikan(pesan ini) kepada yang tidak hadir; Sebagian orang yang menerima pesan ini lebih memahami dari yang mendengar ini”. Beliau kemudian bersabda lagi ; “Ingat ! Bukankah Aku telah sampaikan perintah Allah ini kepada kamu sekalian ?”. Kami menjawab : “Ya”. Beliau kemudian bersabda : “ Allah sebagai saksi atas hal ini” (H.R. Bukhari dan Muslim).

Dari tiga hal yang diharamkan bagi muslim satu dengan muslim lainnya tersebut, tulisan ini hanya akan berfokus pada haramnya harta seorang muslim bagi muslim lainnya. Apabila di jaman dahulu harta seorang muslim hanya dapat di rampas dengan cara pencurian, perampokan, penjarahan dan sejenisnya yang bersifat fisik. Maka di zaman modern sekarang ini harta umat Islam secara keseluruhan dalam suatu negeri seperti Indonesia dapat dijarah, dirampok atau dihancurkan nilainya dalam sekejap. Bahkan yang melakukan penjarahan atau penghancuran nilai tersebut tidak perlu (paling tidak tidak nampak) dilakukan oleh suatu Negara lain, tetapi dapat dilakukan oleh segelintir orang yang berspekulasi dengan ekonomi dan mata uang negeri ini. Penjarahan yang lebih sistematis juga dilakukan oleh negara lain terhadap kekayaan negeri ini melalui keuntungan yang diperoleh oleh negara lain yang mata uangnya kita gunakan dan kita tukar dengan kekayaan alam kita.

Kita masih ingat betapa di tahun 1997-1998 semua kekayaan umat ini yang tersimpan dalam nilai Rupiah atau yang diukur dengan nilai Rupiah, nilainya terus turun tinggal 14 % atau Rupiah mengalami penurunan 86 % terhadap Dollar Amerika hanya dalam waktu beberapa bulan, karena nilai Rupiah terhadap Dollar Amerika turun dari Rp 2400/US$ menjadi terburuk pada Rp 17000/US$. Sebenarnya bukan hanya terhadap Dollar Amerika nilai uang Rupiah kita turun drastis tersebut, terhadap daya beli komoditi standar seperti emas – nilai Rupiah juga turun drastis saat itu. Apabila sebelum krisis harga emas murni sekitar Rp 26,000/gr. Selama krisis harga emas murni mencapai Rp 161,000/gr. Atau Rupiah mengalami penurunan nilai 84 % terhadap emas.

Apabila Anda saat itu punya tabungan Rp 1 milyar sebelum krisis, selama krisis uang Anda tetap Rp 1 milyar maka dalam nilai Dollar Amerika sebenarnya Anda telah menjadi lebih miskin 86 % karena uang Rp 1 milyar Anda tadinya setara kurang lebih US$ 417,000 dalam beberapa bulan uang Anda tinggal US$ 59,000 !. Dalam ukuran emas, uang Rp 1 milyar Anda sebelum krisis setara dengan emas kurang lebih 38.5 kg; selama krisis uang Anda tinggal setara dengan emas 6.2 kg saja !.

Apa reaksi kita saat itu dan jutaan lain rakyat negeri ini yang mengalami penghancuran total terhadap kekayaannya ? semuanya sabar (atau pasrah ?) dan menerima realita yang ada sebagai krisis moneter. Maka krisis moneter menjadi pemakluman umum dan tidak ada yang protes. Ternyata krisis moneter dengan penurunan nilai mata uang tersebut bukan monopoli negara dengan kekuatan ekonomi lemah seperti negeri yang kita cintai ini. Negara perkasa seperti Amerika Serikat ternyata juga mengalami krisis mata uang yang sama – hanya periodenya lebih panjang –dibanding yang kita alami tahun 1997-1998. Selama enam tahun terakhir (2001-2006) nilai tukar US$ terhadap emas turun tinggal 44 % atau mengalami penurunan 56 %. Tahun 2001 harga emas dunia adalah US$ 8.93/gr. dan akhir tahun 2006 harga emas mencapai US$ 20.35/gr.

Dari dua kejadian di dua negara dengan kekuatan ekonomi yang sangat berbeda tersebut, kita dapat ambil kesimpulan bahwa uang kertas sangat tidak bisa diandalkan untuk mempertahankan dan melindungi kekayaan pemiliknya. Dari sini terbukti bahwa uang kertas gagal menjalankan fungsinya yaitu sebagai store of value atau penyimpan nilai.

Kesadaran tidak dapat diandalkan dan dipercayanya uang kertas tersebut telah mulai tumbuh di beberapa negara. Bahkan di Amerika Serikat sendiri telah tumbuh gerakan penyadaran masyarakat akan kebohongan dan kepalsuan ekonomi yang ditimbulkan oleh mata uang kertas.

Ada dua fenomena dari kasus tersebut diatas. Yang pertama adalah ketika sebagian warga negara Amerika Serikat mulai tidak percaya uang mereka sendiri (US$), masyarakat dunia lainnya – termasuk Indonesia masih menggunakan US$ sebagai rujukannya. Seluruh kinerja ekonomi kita seperti cadangan devisa, pendapatan per kapita, GNP dst. masih diukur dengan US$ - padahal US$ nilainya tinggal 44 % saja dari nilai 6 tahun lalu.

Fenomena kedua adalah ketika mereka tidak percaya mata uang kertasnya, mereka selalu kembali ke emas dan perak sebagai solusi. Disinilah beruntungnya umat Islam dibandingkan dengan umat-umat lainnya. Sebagian warga negara Amerika Serikat yang tidak percaya US$ lagi sekarang, mereka hanya tahu emas dan perak sebagai solusi – tetapi tidak tahu bagaimana mengukur satuannya, bagaimana menyebutnya, standar apa yang akan digunakan dst. Meskipun mereka orang-orang yang cerdas, namun karena tidak mendapatkan petunjuk maka tetaplah mereka sebagai al-dholliin – orang yang tersesat.

Sebaliknya kita umat Islam, kita memiliki contoh (Uswatun Hasanah) yang sempurna dalam menyikapi berbagai persoalan hidup. Ketika kita sadar bahwa mata uang US$, Rupiah dan mata uang kertas lainnya tidak bisa diandalkan, maka kita diberitahu solusinya sesuai contoh yang sempurna yaitu kembali ke Dinar dan Dirham. Standarnya-pun sudah sangat jelas yang diberlakukan sejak zaman Rasulullah SAW yaitu satu dinar adalah emas 1 mitsqal atau seberat 4.25 gr, sedangkan Dirham adalah perak murni yang beratnya ditentukan berdasarkan persamaan berat yang dibakukan oleh Umar bin Khattab yaitu berat 7 Dinar sama dengan berat 10 Dirham, artinya satu Dirham sama dengan 2.975 gr perak murni.

Krisis tahun 1997-1998 sudah terjadi dan tidak perlu kita sesali, saat itu jutaan umat Islam negeri ini kekayaannya turun tinggal 1/6 dari kekayaan semula pun- tidak ada yang protes. Tetapi dari hadits panjang tersebut diatas sebenarnya tersirat tanggung jawab yang sangat besar bagi pemimpin-pemimpin negeri ini. Kalau harta muslim adalah haram bagi muslim lain untuk mengambilnya (menguranginya), maka saat inilah sebenarnya kesempatan pemimpin-pemimpin di negeri ini baik di Eksekutif, Legislatif maupun Yudikatif untuk membuat kebijakan yang kondusif yang mendorong terlindunginya harta-harta umat dengan baik. Hal ini setidaknya dapat mereka lakukan dengan mendorong penggunaan Dinar dan Dirham atau minimal menghapuskan peraturan yang menjadi hambatan dalam penggunaan Dinar sebagai alat investasi , alat muamalah maupun ibadah (zakat, diyat dlsb) bagi umat Islam di negeri ini.

Setelah kita tahu bahwa selama ini ternyata uang kertas yang kita gunakan sangat tidak bisa diandalkan nilainya karena terus-menerus mengalami penurunan nilai, maka pertanyaan berikutnya adalah siapakah yang seharusnya menjaga nilai kekayaan kita dan kekayaan umat Islam seluruhnya ? tentu tugas tersebut adalah menjadi tugas kita semua umat Islam. Rasulullah SAW melalui dua hadits berikut memberikan semangat agar kita mau dan mampu mempertahankan harta kita bahkan sampai mati sekalipun.

Seorang laki-laki datang kepada Rasulullah SAW seraya berkata : “wahai Rasulullah, bagimana pendapat engkau jika datang seseorang bermaksud mengambil harta saya ?” Rasulullah SAW menjawab : “jangan kamu berikan”, ia berkata :“ Bagaimana jika ia berusaha membunuhku ?” Rasulullah SAW menjawab :”Kamu mati syahid”. Ia berkata : “bagaimana jika aku membunuhnya ?” Rasulullah SAW menjawab : “ Ia akan masuk ke dalam neraka” (HR. Imam Muslim)

Dari Abdullah bin ‘Amr, ia berkata :” Aku telah mendengar Rasulullah SAW bersabda :” Barang siapa terbunuh karena membela hartanya, maka ia mati syahid” (HR. Bukhari dan Muslim)

Pertanyaan berikutnya adalah terhadap risiko apa harta tersebut harus kita pertahankan ? tentu terhadap risiko pengambilan harta (bisa juga berarti penurunan nilai harta) secara tidak hak yang dilakukan orang lain terhadap harta kita.

Di zaman modern sekarang ini sebenarnya risiko terbesar atas pengambilan harta secara tidak hak bukanlah pada risiko-risiko seperti perampokan, pencurian dan penjarahan. Di zaman uang diperdagangkan sebagai komoditi seperti zaman sekarang ini, pencurian, perampokan dan penjarahan yang risikonya jauh lebih tinggi justru dilakukan orang secara terang-terangan dan tidak melanggar ‘hukum tertulis’. Karena tidak melanggar ‘hukum tertulis’ maka pemerintahpun tidak melindungi rakyatnya dari risiko semacam ini. Pencurian, perampokan dan penjarahan yang risikonya terbesar saat ini adalah dilakukan melalui penghancuran nilai tukar harta kita terhadap barang-barang yang kita butuhkan.

Selama ini risiko yang sifatnya fisik seperti pencurian, perampokan dan penjarahan lebih banyak mendapatkan perhatian dari masyarakat. Upaya pencegahannyapun dilakukan di berbagai tingkatan mulai dari anggota masyarakat secara individu, lingkungan masyarakat sampai pemerintah memfasilitasi pengamanan risiko fisik dari warganya. .

Di lain pihak ada risiko lain yang lebih mengancam secara individu maupun nasional, risiko ini mempunyai frekuensi sangat tinggi bahkan boleh dibilang berada pada tingkatan pasti terjadi. Risiko ini adalah risiko kehilangan atau penurunan nilai kekayaan individu maupun bangsa ini secara keseluruhan yang diakibatkan oleh penurunan nilai alat ukur atas kekayaan tersebut yaitu uang Rupiah kita.

Pada puncak krisis Indonesia tahun 1998, tanpa kita sadari penurunan nilai atas harta ini diikuti juga oleh pengambilalihan beberapa asset negeri ini oleh orang asing (atau juga orang Indonesia yang berbaju asing dan bermata uang asing) yang tentu dengan sangat murah semata-mata karena uang yang mereka pegang tidaklah sama dengan uang kita. Inilah pengambilan harta yang tidak hak itu, dan inilah risiko terbesar yang pasti terjadi selama kita menggunakan uang kertas.

Kalau risiko fisik ada yang menjaganya, lantas siapa di negeri ini yang seharusnya menjaga kekayaan rakyat dan bangsa ini dari penghancuran nilai tersebut ? Idealnya otoritas moneter bangsa ini harus mampu menjaga nilai Rupiah sehingga terjaga kekayaan rakyat dan bangsa ini yang diukur dengan nilai rupiah. Namun jangankan Indonesia yang tergolong lemah dalam moneter, Negara seperkasa Amerika Serikat-pun gagal menjaga nilai US Dollar-nya (terhadap nilai emas, nilai US$ turun tinggal 5.5 % selama 40 tahun, dan turun tinggal sekitar 44% selama 6 tahun terakhir).

Nah kalau negara kita dan juga negara-negara lain yang mengaku perkasa tidak bisa melindungi harta rakyatnya dari penurunan nilai, bagaimana kita secara individu atau bersama masyarakat bisa melindungi harta kita dari penurunan nilai ?

Jawabannya adalah pada kemauan atau niat. Solusi untuk menjaga nilai harta kita dari penghancuran nilai sebenarnya ada di mata uang dan sistem moneter, sejauh kita masih menggunakan mata uang yang tidak memiliki nilai intrinsik (uang kertas), mata uang yang terus tergerus nilai daya belinya, maka penjagaan nilai harta kita dengan mata uang tersebut tidak dapat dilakukan.

Sebaliknya apabila kita gunakan mata uang yang adil, yang memiliki daya beli stabil sepanjang zaman yaitu Dinar dan Dirham, maka secara otomatis harta kita tersebut akan terlindungi dari risiko penghancuran nilai. Apabila riba ditinggalkan, maka kekayaan akan menyebar secara adil karena penghasilan harus dihasilkan oleh suatu proses kerja atau kegiatan produksi, uang tidak menghasilkan uang tetapi kerja atau produksilah yang menghasilkan uang.

Kalau menjaga harta dari risiko fisik saja kita dijanjikan pahala syahid oleh hadits tersebut diatas, tentu menjaga harta kita dan harta umat dari penghancuran nilai, Insya Allah akan mendapatkan pahala yang minimal sama dari Allah SWT yang ditanganNya kita menyerahkan hidup mati kita.

Dengan besarnya pahala yang dijanjikan oleh Allah untuk perjuangan menegakkan keadilan terhadap harta kita dan harta umat melalui kampanye penggunaan Dinar dan Dirham, tetapi jangan sampai kita menjadi hamba Dinar dan Dirham yang disebutkan dalam hadits “ Celakalah hamba Dinar dan hamba Dirham” (HR. Bukhari).

Maksud hadits tersebut tentu bukan untuk orang-orang yang memperjuangkan penggunaan Dinar dan Dirham di negeri ini sebagai alat untuk bermuamalah karena penggunaan uang kertas yang ada terutama untuk transaksi jangka panjang jelas tidak bisa memberikan keadilan. Yang dimaksudkan hamba Dinar dan hamba Dirham dalam hadits tersebut adalah orang-orang yang mempertuhankan hartanya, baik harta tersebut berupa uang Rupiah, US Dollar ataupun harta lainnya – semoga kita bukanlah termasuk yang demikian ini.Amin.

1 komentar:

  1. agen sabung ayam s128 - sv388 online setiap hari
    Raih Jutaan Rupiah Bersama Kami...
    Langsung Saja Kunjungi Kami www.bolavita1.com
    Untuk Info, Bisa Hubungi :
    Telegram : +62812-2222-995 / https://t.me/bolavita
    Wechat : Bolavita
    WA : +62812-2222-995
    Line : cs_bolavita

    BalasHapus

silakan masukkan komentar dan pertanyaan anda disini

Disclaimer

Meskipun seluruh tulisan dan analisa di blog ini adalah produk dari kajian yang hati-hati dan dari sumber-sumber yang umumnya dipercaya di dunia bisnis, pasar modal dan pasar uang; kami tidak bertanggung jawab atas kerugian dalam bentuk apapun yang ditimbulkan oleh penggunaan analisa dan tulisan di blog ini baik secara langsung maupun tidak langsung.

Menjadi tanggung jawab pembaca sendiri untuk melakukan kajian yang diperlukan dari sumber blog ini maupun sumber-sumber lainnya, sebelum mengambil keputusan-keputusan yang terkait dengan investasi emas, Dinar maupun investasi lainnya.