Pergerakan Harga Dinar 24 Jam

Dinar dan Dirham

Dinar dan Dirham
Dinar adalah koin yang terbuat dari emas dengan kadar 22 karat (91,7 %) dan berat 4,25 gram. Dirham adalah koin yang terbuat dari Perak Murni dengan berat 2,975 gram. Khamsah Dirham adalah koin yang terbuat dari Perak murni dengan berat 14,875 gram. Di Indonesia, Dinar dan Dirham diproduksi oleh Logam Mulia, unit bisnis dari PT Aneka Tambang, Tbk, dan oleh Perum PERURI ( Percetakan Uang Republik Indonesia) disertai Sertifikat setiap kepingnya.

25 April 2011

Keluar Dari Lingkaran Riba : Sulit Tetapi Harus Terus Diupayakan…

Ketika Fatwa MUI no 1 tahun 2004 tentang bunga bank riba dikeluarkan, saat itu saya masih aktif di perusahaan yang berhubungan langsung dengan fatwa ini. Sebelum adanya fatwa ini keharaman bunga bank memang masih banyak diperdebatkan, organisasi masa Islam yang besar-besar pun saat itu belum menyatakan bahwa bunga bank adalah riba. Tetapi setelah adanya fatwa yang dikeluarkan oleh Komisi Fatwa – Majelis Ulama Insonesia – yang mewakili seluruh elemen penting umat Islam negeri ini – maka menurut saya sudah tidak ada lagi yang perlu diperdebatkan, tinggal tantangannya adalah bagaimana kita bisa mengikuti fatwa para ulama ini dengan mencari solusinya.

Karena isi dari fatwa tersebut diatas tidak hanya terbatas pada produk-produk perbankan tetapi juga menyangkut seluruh produk-produk institusi keuangan lainnya, lantas bagaimana para eksekutif dan karyawan perbankan serta industri keuangan lainnya merespon fatwa ini ?. Secara umum saat itu saya berusaha memetakannya kedalam empat kelompok yang merespon-nya secara berbeda.

Kelompok pertama adalah kelompok yang tidak tahu atau tidak mau tahu tentang adanya fatwa tersebut diatas – bagi kelompok ini, ada atau tidak adanya fatwa riba ini tidak berpengaruh sama sekali terhadap pekerjaannya hingga kini. Kelompok yang kedua adalah kelompok yang tahu ada fatwa ini – tetapi mereka merasa ‘lebih tahu’ tentang haram tidaknya bunga bank – maka bagi kelompok yang kedua ini fatwa diatas juga tidak berpengaruh pada pekerjaannya.

Kelompok yang ketiga adalah kelompok yang menerima fatwa tersebut dan berusaha mentaatinya – hanya tidak atau belum tahu harus bagaimana. Kelompok yang keempat adalah kelompok yang menerima fatwa tersebut dan mulai membuat rencana-rencana bagaimana menjauhi riba dalam kehidupan modern yang bentuk-bentuk ribanya sudah sangat sophisticated ini. Untuk kelompok ketiga dan keempat inilah tulisan ini saya buat, mudah-mudahan bermanfaat.

Pasca keluarnya fatwa tersebut diatas, saya juga berusaha memetakan lebih jauh lagi seperti apa sesungguhnya riba yang mengepung kehidupan kita sehari-hari ini – bukan hanya mengepung para eksekutif dan pekerja di perbankan dan industri keuangan lainnya, tetapi mengepung seluruh masyarakat pekerja. Kepungan riba atau saya sebut sebagai lingkaran riba ini dapat dilihat pada ilustrasi dibawah ini. Lingkaran merah adalah ribanya, sedangkan garis-garis putih adalah celah-celah dimana kita bisa (berusaha) keluar dari lingkaran riba ini. Anda bisa perhatikan bahwa celah ini begitu kecil untuk menunjukkan betapa susahnya keluar dari lingkaran riba itu sekarang.

Lingkaran Riba

Lingkaran Riba

Melihat betapa sulitnya kita keluar dari lingkaran riba di jaman ini, maka sangat bisa jadi jaman ini adalah jaman yang sudah dikabarkan ke kita oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam melalui haditsnya :

Sungguh akan datang pada manusia suatu masa (ketika) tiada seorangpun di antara mereka yang tidak akan memakan (harta) riba. Siapa saja yang (berusaha) tidak memakannya, maka ia tetap akan terkena debu (riba)nya” (HR Ibnu Majah, HR Sunan Abu Dawud, HR. al-Nasa’i dari Abu Hurairah).

Untuk menggambarkan betapa riba tersebut telah mengepung Anda, berikut adalah situasinya :

· Bila Anda bekerja di perusahaan atau instansi apapun kini, hampir dapat dipastikan perusahaan atau instansi Anda menaruh sebagian besar dananya di bank konvensional dalam bentuk rekening koran, deposito dlsb. Bunga kemudian mengalir ke rekening ini – dan sampai pula ke gaji Anda, tunjangan, bonus dlsb.

· Selain gaji, sebagai karyawan Anda juga memperoleh jaminan kesehatan, dana pensiun, jaminan perlindungan kecelakaan kerja dlsb. Dimana dana-dana ini dikelola ? lagi-lagi mayoritasnya adalah di industri keuangan konvensional yang terkena fatwa riba tersebut diatas.

· Darimana Anda bisa tahu bahwa sebagian besar perusahaan atau instansi menggunakan bank dan industri keuangan konvensional untuk menaruh atau mengelola uangnya ?, Anda bisa tahu dari pangsa pasar bank dan industri keuangan syariah yang masih sangat kecil dibandingkan dengan yang konvensional. Artinya mayoritas perusahaan dan instansi masih menggunakan yang konvensional ketimbang yang syariah - tujuh tahun lebih sejak keluarnya fatwa riba tersebut diatas !.

Terlepas dari adanya kritik sebagian masyarakat yang menyatakan bahwa bank dan industri keuangan syariah-pun belum sepenuhnya syar’i, saya condong untuk mengajurkan penggunaan yang sudah berusaha menuju yang syar’i ini ketimbang yang terang-terangan tidak menghiraukan fatwa riba ini.

Untuk bank konvensional yang infrastruktur teknologi dan layanannya sudah jauh lebih unggul yang dalam realitasnya sudah banyak memberi manfaat untuk kepentingan transfer dana dlsb. Bisa saja bank-bank seperti ini tetap digunakan tetapi produk-produk ribawinya harus dihilangkan. Rekening koran misalnya tidak usah diberi bunga, tetapi gantinya diberikan dalam bentuk layanan yang sebaik-baiknya – karena masyarakat yang sadar keharaman bunga bank tidak membutuhkan bunga tetapi membutuhkan layanan yang baik. Produk semacam deposito misalnya, tidak perlu lagi digunakan karena kalau ada kelebihan dana – diputar di bisnis yang riil insyaAllah sudah akan lebih baik daripada sekedar ditaruh di deposito.

Untuk produk-produk asuransi, dana pensiun, jaminan kesehatan , jaminan kecelakaan kerja dlsb. menurut saya harus ada perlindungan konsumen muslim secara maksimal, jangan sampai pemenuhan kebutuhan hajat hidup orang banyak ini dipenuhi atau dikelola secara ribawi. Bayangkan misalnya ada keluarga Anda jatuh sakit, tetapi kemudian dirawat oleh perusahaan dengan jaminan asuransi yang dikelola secara ribawi (berdasarkan fatwa tersebut diatas) – do’a orang sakit yang seharusnya terkabulkan menjadi tidak terkabulkan karena pengaruh riba yang bisa jadi tidak Anda sadari.

Begitu pula ketika Anda berangkat pensiun, sudah seharusnya pada usia ini Anda berusaha mendekat kepada Sang Maha Pencipta. Tetapi tanpa Anda sadari, dana pensiun yang Anda gunakan sebagai bekal sebagiannya berasal dari riba yang terbawa oleh pengelolaan dana pensiun yang juga belum menghiraukan fatwa riba tersebut diatas.

Solusi bank syariah, asuransi syariah, dana pensiun syariah dlsb. bisa terus disempurnakan dan diupayakan untuk menjadi solusi yang bener-bener syar’i; namun solusi syar’i yang paling luas aplikasinya dan sesuai tuntunan yang sesungguhnya adalah menggalakkan perdagangan atau jual beli dan sedekah. Di dalam Al-Quran, ‘lawan’ dari riba hanyalah jual beli dan sedekah; maka inilah yang seharusnya digalakkan di masyarakat dan diajarkan sejak anak-anak. Anak-anak lebih baik diajari berdagang dan bersedekah ketimbang diajari menabung.

“… Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba…” (QS 2 : 275)

“Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah…” (QS 2 : 276).

Tetapi jual beli-pun mudah sekali terjatuh pada riba bila tidak mengikuti ketentuan syariat jual beli, inilah sebabnya mengapa Umar bin Khattab ketika menjadi muhtasib (pengawas pasar) mengingatkan agar tidak berjualan di pasarnya bila tidak memahami syariat jual beli.

21 April 2011

Kiat Memilih Kata : Mengganti ‘Bangga’ Dengan ‘Syukur’...

Dalam suatu perjalanan ke negeri Jiran belum lama ini, tidak sengaja saya mendengarkan ceramah yang indah dari seorang ustadzah yang menganjurkan jama’ahnya untuk meninggalkan semua kata ‘bangga’ dan menggantinya dengan kata ‘syukur’. Sepintas kedengarannya agak lucu dan saat itu saya berpikir apalah artinya kata. Namun alhamdulillah setelah saya renungkan cukup lama, saya menjadi faham betapa besar pengaruh dari pemilihan kata ini dalam membentuk sikap kita terhadap segala sesuatu. Nasihat ustadzah – yang bahkan saya tidak sempat mengenal namanya ini – rupanya bermakna sangat dalam, semoga Allah merakhmatinya.

Di dalam Al-Qur’an kata bangga hampir selalu berarti atau berdampak buruk. Allah tidak menyukai orang-orang yang membanggakan diri ( antara lain 4 :36 ; 28 :76 ; 57 : 23) , kebanggaan menimbulkan perpecahan ( antara lain 23:53 ; 30: 32 : 31 :40) dan kebanggaan juga menyebabkan datangnya azab dan hancurnya harta ( QS 57 : 20).

Sebaliknya kata syukur selalu berkonotasi positif, mendatangkan rakhmat (54 : 34-35) , mendatangkan ridhaNya (39 : 7), dijauhkan dari bencana ( 54 : 34-35), terbebas dari siksa (4 :147), bertambahnya nikmat ( 14 : 7) dan diperintahkan langsung maupun tidak langsung dalam sejumlah ayat !

Mari sekarang kita lihat aplikasi dan pengaruhnya dalam kehidupan sehari hari. Ketika negeri ini lagi bangga-bangganya dengan team sepak bola nasional kita yang berhasil menembus partai final piala AFF penghujung tahun lalu – kita ‘diingat’kan Allah dengan kekalahan telak yang meluluh lantakkan perasaan para penggemar bola di tanah air. Kegagalan di final ini nampaknya belum juga cukup, perpecahan demi perpecahan di dunia persepak bolaan tanah air-pun terjadi hingga kini. Perhatikan ini dengan kesesuaian ayat-ayat tersebut diatas.

Lantas bagaimana seharusnya kita mengungkapkan perasaan kegembiraan bangsa ini ketika para pemain olah raganya mencapai prestasi yang gemilang ?. Mengungkapkannya dengan rasa syukur dan juga dengan kata syukur. Kata-kata ‘team kebanggaan nasional’ misalnya – agar tidak berimplikasi pada kesombongan yang dihancurkan Allah – kita ganti dengan ‘team kesyukuran nasional’.

Dalam kehidupan berkeluarga juga demikian, selama ini kita anggap lumrah bila seorang ibu atau bapak membangga-kan prestasi anaknya. Maka muncullah istilah ‘anak kebanggaan orang tua’ , padahal tidak ada prestasi apapun bila Allah tidak menghendakinya – maka kata-kata inipun kita ganti dengan ‘anak kesyukuran orang tua’.

Dalam kehidupan berusaha-pun perubahan terhadap penggunaan kata ini bisa kita lakukan. Sebelum saya mendengar ceramah ustadzah tersebut diatas, ketika menyebut proyek yang sedang di realisir oleh para santri wirausaha – saya sering menyebutnya sebagai ‘proyek-proyek kebanggaan’ kita. Kini saya takut menggunakan kata ‘proyek-proyek kebanggaan’ karena bisa berimplikasi pada kesombongan sikap – yang bisa mendatangkan azab dan kehancuran ( 57 :20) – na’udhubillahi min dzalika.

Lantas apa kata gantinya ?, kini kita gunakan penyebutan ‘proyek-proyek kesyukuran kita’. Maka ketika ada kritik konstruktif – kok banyak proyek kita yang gagal atau tidak berhasil di realisir, sayapun tetap bisa menggunakan kata syukur tersebut – bahwa kita sangat bersyukur ada sejumlah proyek yang bisa diimplementasikan sampai sejauh ini. Perhatikan disini kata syukur bisa selalu pas dalam kondisi apapun, sedangkan kata bangga memang tidak pas untuk menggambarkan pencapaian tersebut.

Diawal-awal Anda menggantikan kata ‘bangga’ dengan ‘syukur’, Andapun mungkin akan terasa lucu karena ini terasa seperti bahasanya Upin dan Ipin. Namun tidak mengapalah lucu, kalau kita bisa menolak azab dan kehancuran dengan ridha dan bertambahnya nikmat dariNya. Amin.

20 April 2011

Unfair Advantage : Kekuatan Dari Edukasi Financial...

Ketika tulisan saya tentang Deret Fibonacci yang menggambarkan sequel kehancuran uang kertas, saat itu harga Dinar dalam Rupiah berada pada angka Rp 1,096,900 dan berdasarkan teori tersebut saya tulis akan mencapai kisaran Rp 1.8 juta untuk puncak berikutnya – puncak ini kemudian benar-benar terlampaui dalam waktu kurang dari 3.5 tahun. Dalam US$ saat itu harga Dinar di kisaran angka US$ 116, kini berada di kisaran US$ 214 – jauh diatas puncak Fibonacci berikutnya yang saya prediksi dalam tulisan tersebut US$ 200. Bagi Anda yang belajar financial ini bersama saya di situs ini dan mengambil langkah konkrit sejak saat itu, insyaallah asset hasil kerja keras Anda sudah terproteksi dari kehancuran nilai – inilah kekuatan bagi orang-orang yang mau belajar memahami fenomena financial.

Dalam hal financial education untuk mengajak masyarakat faham fenomena financial ini, di dunia ada penulis kondang yang beberapa bukunya sudah saya ulas di situs ini yaitu Robert T Kiyosaki – yang bukunya selalu laris dalam skala global - temanya hampir seragam yaitu pendidikan financial. Buku terbaru dia bahkan lebih gamblang lagi ‘menelanjangi’ ketidak adilan system financial global saat ini, buku ini berjudul Unfair Advantage : The Power of Financial Education (Plata Publishing, Scottsdale-AZ, 2011).

Unfair Advantage

Unfair Advantage

Mirip dengan apa yang saya tulis tiga setengah tahun lalu tersebut diatas, di introduction dari buku Robert terbaru ini Robert mengungkapkan kekonyolan-kekonyolan system financial dan ekonomi global saat ini. Dia misalnya mempertanyakan mengapa pemerintahnya (AS) tetap tidak mengakui adanya inflasi yang tinggi, padahal harga emas dalam sebelas tahun melambung nyaris lima kali lipat dari US$ 282/Oz (4/01/2000) menjadi US$ 1,405/oz (30/12/2010).

Sinyalemen kehancuran US$ yang mulai sering diungkap penulis sekaliber Robert T Kiyosaki ini, sesungguhnya makin hari makin nampak jelas buktinya – ya antara lain terlihat dari harga emas tersebut diatas. Bahkan dalam dua hari terakhir ini dunia financial juga diguncang oleh bukti lain yang selama ini ‘lebih diakui’ oleh para praktisi business modern – yaitu penilaian lembaga rating Standard and Poors (S & P) terhadap kemampuan AS untuk membayar hutang.

Seolah mengingatkan masyarakat dunia, S & P dua hari lalu menurunkan standard rating hutang Amerika dari AAA (paling aman) menjadi tetap AAA (masih paling aman) tetapi memiliki outlook negatif – artinya bisa anjlok kapan saja !. Bagi saya sendiri penilaian S & P terhadap hutang Amerika (yang juga berarti terhadap US$) adalah semacam konfirmasi atau pembenaran terhadap teori-teori dan statistik seperti yang saya ungkap di awal tulisan ini – bahwa uang kertas US$ dan juga uang kertas-uang kertas lainnya memang dalam posisi trend penurunan nilai yang membahayakan.

Lantas bagaimana kita mengajak masyarakat untuk belajar masalah ini sehingga mereka bisa faham fenomena financial dan tidak menjadi korban dari ketiak adilan ?. Robert T Kiyosaki dalam bukunya tersebut diatas berusaha meng-edukasi masyarakat dunia untuk memahami lima bentuk ketidak adilan – yang akan membedakan apakah kita jadi korban atau menjadi pihak yang diuntungkan.

Ketidak adilan pertama adalah dalam hal pengetahuan (knowledge). Tanpa pendidikan yang membuat orang faham financial orang akan cenderung mengambil risiko lebih besar dan memperoleh hasil yang lebih rendah.

Menurut Robert, tanpa faham financial ini orang akan secara tradisional berinvestasi di rumah (yang tidak produktif ), stocks (saham), bonds (surat utang), mutual funds dan tabungan di bank. Jenis-jenis investasi ini menurut dia adalah investasi yang paling berisiko dari sisi penurunan nilai, thesis S2 yang pernah saya muat di situs ini juga sejalan dengan penilaian tersebut dalam hal saham.

Ketidak adilan kedua adalah masalah pajak. Masyarakat pekerja akan cenderung membayar pajak lebih tinggi, ketimbang masyarakat pengusaha ( apalagi yang besar-besar) yang memahami betul system perpajakan dan mengambil untung dari ketidak adilan system.

Ketidak adilan ketiga adalah masalah hutang. Masyarakat yang awam menanggung beban hutangnya sendiri dengan hal-hal yang konsumtif, dan juga menanggung hutang negaranya dalam bentuk beban inflasi. Sebagian kecil masyarakat yang memahami ini, memanfaatkan hutang untuk memupuk asset yang tumbuh diatas beban hutang – karena inflasi beban pembayaran hutang relatif bertambah murah dibandingkan dengan asset produktif yang tumbuh melampaui inflasi.

Ketidak adilan keempat adalah tentang risiko. Masyarakat kebanyakan yang rata-rata pekerja sebenarnya menghadapi risiko yang paling tinggi karena job security yang selama ini dianggap sebagai jaminan keamanan penghasilannya – justru bisa hilang kapan saja – oleh karenanya pekerjaan bukanlah asset. Kalau toh sebagian besar masyarakat ini mampu mempertahankan pekerjaannya sampai pensiun, mereka sesungguhnya menghadapi risiko yang pasti – yaitu penurunan daya beli penghasilan dan dana pensiunnya karena faktor inflasi – lagi-lagi lihat ilustrasi penurunan daya beli uang kertas di awal tulisan ini.

Ketidak adilan kelima adalah masalah compensation atau penghasilan. Masyarakat kebanyakan fokus pada upaya untuk memperoleh penghasilan yang cukup – padahal kebanyakannya ini tidak pernah tercapai. Lebih banyak masyarakat yang menuntut hak ketimbang yang berbuat lebih dan memberi lebih untuk juga dapat menerima lebih.

Lantas bagaimana agar kita tidak menjadi korban ketidak adilan systemic tersebut ?. berikut summary-nya :

· Fahami fenomena financial seperti inflasi, beban pinjaman, system perpajakan dlsb. yang merupakan pengetahuan dasar financial yang akan berdampak langsung pada kesejahteraan Anda.

· Jangan terlibat hutang yang konsumtif, bila harus berhutang gunakan untuk aktifitas produktif yang mampu mengalahkan beban hutang.

· Lawan risiko-risiko ancaman terhadap job security dengan investasi pada diri sendiri – asset Anda adalah diri Anda dan bukan pekerjaan Anda.

· Proteksi hasil jerih payah Anda dari ancaman inflasi dan penurunan nilai, emas atau Dinar hanya salah satu saja – yang lebih konkrit adalah investasi pada growing asset yang produktif seperti lahan yang ditanami, properti yang disewakan atau digunakan untuk dagang, dan yang ideal adalah usaha riil yang berjalan dengan baik.

· Berbuat banyaklah untuk hal-hal yang baik sehingga Anda bisa ‘memberi banyak’ pada masyarakat sekeliling Anda, maka Anda juga insyaAllah akan menerima banyak. Robert T. Kiyosaki belajar hal terakhir ini dari sekolah minggu dia (gereja), saya sependapat karena ini juga janji Allah dalam Al-Quran, dalam berbagai tulisan saya sebelumnya dan bahkan salah satu nilai yang kami tumbuh kembangkan di Pesantren Wirausaha Daarul Muttaqiin adalah hal jazaa ul’ ihsaani illal ihsaan – tidak ada balasan atas suatu kebaikan selain kebaikan pula.

Setelah begitu banyak bukti statistik dan ilmunya begitu banyak ditulis orang dari berbagai latar belakang, maka seharusnya kita bisa perkasa melawan fenomena ketidak adilan financial – bila kita mau belajar. InsyaAllah.

19 April 2011

Who, What & Why : Agar Pasar Terasa Luas Untuk Kita...

Ketika anak saya yang pertama lahir, saya tidak bersama istri saya yang memilih melahirkan anak pertama di kampung halaman. Saya baru mengetahuinya setelah semuanya selesai dua hari kemudian. Ini karena anak pertama saya lahir di hari libur dan keluarga di kampung baru bisa menghubungi saya via telepon ke kantor setelah kantor buka. Saat itu di rumah-rumah kita tidak ada telepon – dan itu tidak masalah. Peristiwa-peristiwa penting seperti kelahiran anak-pun berlalu dengan kabar yang telat – juga tidak masalah. Kini – hanya dalam dua dasawarsa - situasi itu sudah sangat berbeda, bahkan berangkat ke masjid-pun untuk sholat jamaah yang hanya sekitar lima menit – kita tidak mau handphone ketinggalan di rumah/kantor. Seolah ada yang lebih penting – yang harus bisa menghubungi kita kapan saja dan dimana saja. Mengapa ini terjadi ?.

Inilah hasil kerjaan para pemasar ulung di industri telekomunikasi selluler, secara bersama-sama mereka telah berhasil menciptakan suatu kebutuhan yang seolah begitu pentingnya – yang tidak bisa dipisahkan dari kita – yaitu kebutuhan untuk selalu bisa ditelepon/menelpon atau mengirim/menerima pesan pendek. Akibat dari ‘kebutuhan yang nampak begitu penting’ ini, terbangunlah sebuah pasar yang sangat besar di industri telekomunikasi selluler. Baik yang sifatnya hardware, software sampai industri-industri penunjangnya seperti industri content, industri periklanan dlsb.

Adalah prestasi tersendiri bagi para pemasar untuk bisa membangun pasarnya sendiri dan tidak berebut dengan sejumlah pesaing yang menggarap pasar yang sama. Dan ini harus dilakukan terus menerus agar penguasaan pasar tetap kepegang. Di pasar telekomunikasi selluler yang baru terbangun oleh seluruh komponentnya dalam dua dasarawarsa terakhir tersebut, kini juga mulai jenuh. Hal ini terbaca dari persaingan yang ‘berdarah-darah’ diantara pemain, terbaca dari iklan-iklan mereka, terbaca dari struktur tariff mereka dlsb.

Membangun pasar tidak harus dalam skala besar seperti industri telekomunikasi selluler tersebut diatas, di pasar yang sangat kecil sekalipun –bila kita sendirian disitu, maka bisa menjadi peluang besar untuk kita tumbuh. Dalam memperkenalkan Dinar misalnya, kita tidak merasa bersaing dengan siapapun karena ada celah pasar yang sejatinya kecil – tetapi bisa kita bangun menjadi peluang besar bagi kita sendiri.

Saya tidak bersaing dengan sesama toko emas karena produk kita berbeda, karakter pasarnya-pun berbeda – bahkan kita tidak merasa perlu untuk exist di pusat-pusat perdagangan emas di Surabaya seperti Blauran, Atoom Mall atau BG Junction– karena pembeli Dinar tidak perlu datang ke Blauran, Atoom Mall atau BG Junction. Kita tidak bersaing dengan bank, bursa saham, asuransi dan lain sebagainya karena produk yang kita tawarkan jelas berbeda dengan mereka – produk yang kita tawarkan value-nya ada di bendanya sendiri (intrinsic) – bukan pada institusinya.

Lantas bagaimana kita menemukan peluang pasar yang unique ini ?. Ada pendekatan yang mudah diingat untuk ini yaitu pendekatan WWW, bukan World Wide Web seperti umumnya kita kenal – tetapi pendekatan Who, What and Why...

Untuk mudahnya dipahami, sekali lagi saya ambilkan case- study di GeraiDinar.

Who : siapa yang menjadi target pasar kita ?, kita mendefinisikannya sebagai muslim menengah keatas yang memiliki excess fund untuk tabungan jangka panjang. Mengapa muslim ?, karena non-muslim tidak memiliki sentiment value terhadap Dinar – meskipun mereka ada yang membeli tetapi bukan target pasar kita. Mengapa menengah keatas yang memiliki excess fund untuk tabungan jangka panjang ?, karena fungsi proteksi nilai dari Dinar lebih terasa manfaatnya untuk kebutuhan jangka panjang seperti biaya sekolah anak, dana pensiun dlsb.

What : Apa produknya ?, kita tidak membuat produk ini sendiri, kita percayakan pada ahlinya dibidang ini yaitu Unit Logam Mulia dari PT. Aneka Tambang, TBK. Menyerahkan produk pada ahlinya ini memudahkan kita memperkenalkan produk ini ke khalayak.

Why : mengapa orang membeli Dinar dari kita ?, macam-macam alasannya, ada yang memindahkan uangnya dari deposito ke Dinar karena kebutuhan akan proteksi nilai lebih bisa dipenuhi di Dinar. Ada yang membeli karena harga buy back kita yang sangat tinggi karena kita jaga consistent 4% dibawah harga jual, pembeli kategori alasan kedua ini bahkan tetap membeli ketika harga kita tinggi – ya karena berarti kita juga menghargai tinggi terhadap Dinar yang telah mereka beli sebelumnya. Ada pula yang membeli karena sajian data harga kita yang selalu up-to-date, sehingga orang bisa mengikuti dari menit ke menit arah nilai tabungannya dan tahu persis berapa nilainya bila hendak dijual kembali.

Pembeli dengan alasan ketiga inilah yang akhirnya membentuk suatu ‘kebutuhan’ tersendiri – yaitu kebutuhan akan informasi harga yang harus selalu bisa diakses secara up-to-date. Melalui pemantauan mereka ini pula kami mendapatkan response bila dalam beberapa menit saja server kami down – bahkan ketika hari libur sekalipun.

Paduan dari tiga kombinasi who, what and why yang bersifat unique inilah yang membuat pasar kita berbeda dari pasar orang lain. Salah satu atau dua dari W-nya bisa sama yaitu misalnya Who dan What-nya, tetapi bila W yang ketiga berbeda – maka kita masih akan menghasilkan pasar yang berb eda dari yang dimiliki orang lain. Ilustrasi dibawah ini akan memudahkan kita membangun pasar yang unique ini.

Who what why

Who What Why...

Dengan exercise Who, What and Why ini, Andapun bisa membangun pasar Anda sendiri, tidak perlu segeda pasar telekomunikasi selluler seperti dalam ilustrasi tersebut diatas; betapapun kecilnya – bila Anda sendirian didalamnya, maka pasar Anda akan terasa luas tidak ada habis-habisnya. Insyaallah.

18 April 2011

Inovasi : Insyaallah Kita Juga Bisa Melakukannya...!

Buku baru yang saya baca akhir pekan ini adalah buku berjudul “Breaking Away : How Great Leaders Create Innovation ...” (McGraw Hill, New York 2011). Buku ini ditulis oleh consultant inovasi kenamaan Jane Edison Stevenson bersama dengan praktisi yang masuk Top 25 Masters of Innovation dunia – Bilal Kaafarani. Buku yang padat dengan kisah sukses perusahaan-perusaahan global dengan inovasinya ini, intinya menyampaikan bahwa inovasi bisa dipelajari dan lebih dari itu bisa dibudayakan dalam diri kita ataupun organisasi dimana kita berada di dalamnya.

Breaking Away

Book : Breaking Away


Dalam dunia business, ada tiga hal yang harus dipenuhi untuk menjadikan sebuah karya adalah inovasi, pertama dia harus unique – tidak ada duanya, kedua dia bermanfaat dan ketiga adalah dia berharga.

Ada setidaknya empat tingkat inovasi yang dari waktu ke waktu muncul di dunia dan bisa kita nikmati hingga kini. Tingkat pertama adalah Transformational Innovation, yaitu inovasi yang dapat mengubah peradaban manusia atau cara –cara manusia menjalankan kehidupannya. Penciptaan bola lampu dan mobil adalah contoh inovasi besar yang mengubah kehidupan manusia modern.

Tingkat kedua adalah Category Innovation, bila yang pertama membuat perubahan yang drastis dan revolusioner, maka yang kedua ini membawa perubahan secara gradual atau evolusioner. Untuk ketegori kedua ini dua penulis tersebut diatas memberi contoh inovasi-inovasi yang dilakukan oleh Apple Computer. Dia tidak membuat hal yang secara total baru – karena komputer sudah lama ada ketika Apple lahir, tetapi kelahirannya menghasilkan sesuatu yang berbeda.

Tingkat ketiga adalah Marketplace Innovation, sebagaimana namanya – maka inovasi yang ini adalah inovasi yang berhasil menciptakan pasar baru dari produk atau jenis produk yang sebenarnya sudah ada sebelumnya. Contoh klasiknya adalah Henry Ford yang membuat masyarakat menengah saat itu mulai bisa membeli mobil karena mobil bisa diproduksi secara massal. Sebelumnya mobil hanya dibeli orang yang sangat kaya di jamannya karena ongkos produksi manualnya yang sangat mahal.

Tingkat keempat adalah Operational Innovation, ini adalah inovasi yang terjadi secara internal dari waktu ke waktu di setiap organisasi. Innovasi seperti ini tidak menghasilkan sesuatu yang baru bagi masyarakat ataupun pasar yang baru, tetapi tetap diperlukan agar perusahaan atau organisasi bisa terus survive. Contoh Operational Innovation adalah perubahan cara kerja untuk mencapai efisiensi, peningkatan kwalitas kerja, peningkatan produktifitas dlsb.

Yang mana-pun tingkat inovasi kita, inovasi tidak lahir dengan sendirinya dan tidak lahir dengan tiba-tiba – meskipun bisa saja muncul awalnya dari ide sesaat. Perusahaan atau organisasi harus menciptakan lingkungan yang kondusif untuk bisa terlahirnya inovasi-inovasi yang berkesinambungan (sustainable), berikut adalah beberapa diantaranya :

· Membangun rasa ingin tahu, kepada setiap orang dalam organissasi harus terbiasa berpikir why, what if...dst.

· Membuka pikiran terhadap informasi dan ide-ide baru, banyak perusahaan besar yang akhirnya justru harus tutup ketika mereka menutup diri dari informasi dan ide baru.

· Menggali kebutuhan-kebutuhan baru. Apa yang kita butuhkan saat ini ini seperti pulsa telpon dan akses internet 24 jam, belum ada dua dasawarsa lalu. Tetapi saat ini adanya pulsa telpon dan akses internet ini seolah lebih penting dari kebutuhan pokok lainnya, kita panik ketika akses internet mati apalagi kalau tidak bisa mengakses telepon.

· Merangkai titik-titik ( connecting the dots). Ide, informasi dan kebutuhan berseliweran di depan mata kita, namun kalau kita tidak mampu ataupun tidak biasa merangkainya menjadi sebuah solusi – maka dia tidak menjadi inovasi.

Apakah usaha kita adalah usaha perorangan yang kita jalankan bersama istri, ataupun perusahaan besar dengan berpuluh ribu karyawan poin-poin tersebut diatas bisa terbangun bila ada leadership yang menunjang di dalamnya.

Karakter leadership yang menunjang proses inovasi ini antara lain adalah : 1) confident (percaya diri) , 2) intuitive, 3) creative, 4) visionary, 5) provocative (mendorong orang untuk berpikir atau berbuat) , 6) good listening, 7) genuine (tulus), 8) trusted, 9) courageus (berani berbuat), 10) nurturing to others (menghargai pendapat orang lain), 11) determined ( niat yang kuat), 12) Spiritual with Strong Values (Memiliki spiritual dan nilai-nilai yang unggul), 13) Tenacious ( istiqomah, tetap di jalur tujuan meskipun menghadapi rintangan dan kekagagalan), 14) Urgency (mampu bergerak dan mengambil keputusan cepat) dan 15 ) Humble ( menghindari kesombongan dan mau mengakui kesalahan).

Bisa jadi tidak semua prasyarat lingkungan yang kondusif dan prasyarat leadership ada pada diri atau organisasi kita, tetapi sebagiannya saya yakin pasti ada – jadi sesungguhnya ada potensi-potensi inovasi yang bisa setiap kita menghasilkannya. InsyaAllah.

11 April 2011

Revisi Estimasi Harga Dinar & Emas Akhir 2011...

Akhir pekan kemarin harga emas dunia mencapai rekor tertingginya yang baru, yaitu ditutup pada kisaran harga US$ 1,475/Oz. Apakah dengan demikian harga akhir tahun akan jauh lebih tinggi lagi ?. Bisa jadi demikian, namun saya lebih comfortable menggunakan estimasi yang konservatif dengan model matematika yang sudah saya perkenalkan melalui tulisan tanggal 22 Februari 2011. Karena model ini bersifat dinamis tergantung pergerakan harga yang riil di pasar internasional, ketika ada data yang kita update untuk rata-rata Maret 2011 yang sudah definitif dan April 2011 sampai tanggal 10/04/2011 – maka formula matematika yang dihasilkan sedikit bergeser dari yang pernah saya sajikan sebelumnya.

Berdasarkan data terbaru tersebut, model yang paling akurat tetap model polynomial dengan akurasi yang dicerminkan oleh R2 lebih dari 98% , model yang lain yaitu exponential hanya menghasilkan R2 sekitar 97% sedangkan model linear hanya memberikan R2 di kisaran 89% - lebih detilnya dapat dilihat di grafik berikut.

USD Gold

Gold Estimate in US$

Dengan menggunakan bulan ke satu-nya Januari 2000, maka bulan Desember 2011 adalah bulan ke 144 atau dengan memasukan x=144 kita dapat memprediksi dengan cukup akurat harga emas akhir tahun ini akan berada di kisaran US$ 1525/Oz atau naik di kisaran 10% dibandingkan dengan harga emas akhir 2010 lalu.

Lantas bagaimana dengan harga emas dan Dinar dalam Rupiah ?. Bila harga emas international yang harganya dibentuk dengan mekanisme pasar, tidak demikian halnya dengan harga emas di Indonesia. Pasar emas Indonesia terlalu kecil untuk membentuk harganya sendiri melalui mekanisme pasar.

IDR Gold

Gold Estimate in Rupiah

Harga emas dalam Rupiah lebih banyak tergantung pada harga emas internasional dan nilai tukar Rupiah itu sendiri. Yang menjadi masalah adalah nilai tukar Rupiah terhadap Dollar tidak bisa didekati dengan cukup akurat oleh model matematika layaknya harga emas internasional tersebut diatas. Maka untuk konversi harga emas international dalam US$ ke harga emas Indonesia dalam Rupiah saya gunakan pendekatan nilai tukar random kemudian dirata-rata.

Selain faktor random ini saya beri pula load fisik di kisaran angka 2 % dari pengalaman survey pasar emas fisik. Mengapa demikian ?, Karena harga emas internasinal adalah berdasarkan perdagangan di bursa yang emasnya sendiri belum tentu diserahkan secara fisik. Sedangkan perdagangan emas yang kita inginkan adalah perdagangan emas fisik lengkap dengan faktor-faktor biaya pengangkutan, security, biaya cetak dlsb.

Dengan menggunakan pendekatan random dan memberi load biaya-biaya tersebut, maka harga emas dalam Rupiah akhir tahun ini diperkirakan akan berada di kisaran Rp 450,000/gram dan Dinar di kisaran Rp 1,915,000/Dinar.

Namanya juga estimasi, tidak ada jaminan akan kebenarannya atas estimasi ini. Hanya Allah Yang Maha Mengetahui – Wa Allahu A’lam.

01 April 2011

This Is Not Just Global Financial Crisis, It Is A Crisis of Globalization...

Judul ini saya ambilkan dari isi pidato salah satu presiden negara di Eropa pada pertemuan ekonomi paling bergengsi di dunia yaitu World Economic Forum di Davos tahun 2010 lalu. Yang menarik adalah bahwa seorang presiden dari negeri maju di barat-pun dapat melihat bahwa ada masalah besar dalam globalisasi yang kebablasan dewasa ini. Masalah tersebut digambarkan lebih lanjut oleh sang presiden sebagai ketimpangan sistematis (systemic imbalance) yang menjurus pada dominasi pasar atas demokrasi dan keadilan. Meskipun presiden ini sendiri tidak memberikan solusi yang konkrit, setidaknya dia sadar dan mengajak orang lain sadar bahwa ada hal serius yang perlu dibenahi dalam perdagangan global.

Kesadaran semacam ini sesungguhnya diperlukan oleh para pemimpin dan pengambil keputusan di setiap negeri, agar rakyatnya tidak menjadi korban dari ketimpangan sistematis efek dari globalisasi yang tidak terkendali. Ironi sekali misalnya ketika negeri makmur ijo royo-royo gemah ripah loh jinawi seperti negeri kita harus mengimpor kedelai untuk bahan baku makanan tradisional kita sendiri tahu tempe, kita juga harus mengimpor cabe untuk penyedap cita rasa masakan kita sehari-hari.

Inilah yang terjadi ketika kita menjadi korban dominasi pasar atas demokrasi dan keadilan seperti yang digambarkan oleh president negara di Eropa tersebut diatas. Impor kedelai memang lebih murah dan lebih cepat dalam memenuhi kebutuhan, impor cabe juga menjadi solusi cepat atas kenaikan harga cabe yang sempat melambung. Tetapi bagaimana dengan nasib jangka panjang para petani kedelai kita yang jelas akan kalah bersaing dengan produsen kedelai kakap dari Amerika ?, bagaimana pula nasib petani cabe kita yang masih kalah efisien dengan petani cabe skala industri di Thailand misalnya ?.

Lantas apa yang semestinya bisa dilakukan agar para petani yang merupakan representasi mayoritas dari penduduk negeri ini bisa makmur dan tidak menjadi korban ketimpangan sistematis dari efek globalisasi ?. Salah satunya yang paling efektif adalah memberi para petani ini akses langsung ke pasar !. Bukan hanya seorang presiden yang bilang ini, tetapi adalah tauladan kita Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam.

Dalam sebuah hadits dari 'Abdullah Radliallahu 'Anhu berkata: "Kami dahulu biasa menyongsong kafilah dagang lalu kami membeli makanan. Maka kemudian Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam melarang kami membelinya hingga makanan tersebut sampai di pasar makanan". Berkata, Abu 'Abdullah Al Bukhariy: "Ini larangan untuk transaksi diluar pasar sebagaimana dijelaskan oleh hadits 'Ubaidullah". (Shahih Bukhari, Hadits no 2021)

Penjelasan hadits ini dipertegas melalui hadits shahih yang lain yang intinya adalah Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam melarang orang menyongsong /mencegat kafilah dagang sebelum mereka sampai pasar, sebelum mereka tahu harga-harga di pasar.

Untuk pengamalan tata krama perdagangan yang indah dari ajaran Islam ini, dalam tradisi kejayaan perdagangan Islam di masa lampau – pedagang-pedagang yang datang dari luar kota dijamu sebagai tamunya kaum muslimin di kota tujuan sampai tiga hari.

Di kota tujuan ini pedagang luar kota tidak langsung berdagang, mereka mengamati dahulu harga-harga di pasar untuk barang dagangan yang dia bawa (akan dijual) atau barang dagangan yang hendak dibelinya. Dengan mengetahui harga pasar yang benar, maka dia tidak akan merugi atau merugikan orang lain.

Bayangkan bila syariat Islam ini yang diterapkan untuk kasus kedelai dan cabe tersebut diatas misalnya. ‘Pedagang’ importir kedelai asal Amerika tidak serta-merta bisa ‘merusak’ pasar dari para petani kedelai domestik. Para tengkulak tidak akan bisa mempermainkan harga cabe sehingga bisa melambungkan harga cabe selangit sementara para petaninya sendiri tidak ikut menikmati kenaikan harga ini.

Selain faktor harga dan kesempatan untuk meningkatkan kemakmuran bagi para petani, sesungguhnya lidah kita lebih cocok dengan produk-produk local – karena ini yang sudah terbangun sejak kita kecil. Tempe yang biasa saya makan misalnya, tidak ada yang seenak tempe yang dibuat oleh perajin kecil di Jawa Timur karena mereka menggunakan kedelai lokal. Ketika saya merasakan sambal yang pedasnya aneh, saya dikasih tahu oleh istri saya bahwa itu karena cabenya impor.

Jadi bukan hanya masalah keadilan ekonomi yang bisa dibangun melalui penerapan syariat perdagangan di pasar, tetapi juga terjaganya kwalitas cita rasa dari makanan kita sendiri. Dengan kwalitas cita rasa yang terjaga inilah yang akan membuat bangsa-bangsa didunia saling memiliki keunggulan, saling membutuhkan dan saling melengkapi secara adil.

Tidak ada larangan untuk perdagangan antar negara dalam Islam karena kita memang diciptakan berbangsa-bangsa untuk bisa saling mengenal dan memenuhi kebutuhan, tetapi semuanya harus dilakukan dengan adil agar tidak terjadi ketimpangan sistematis seperti yang disadari bahkan oleh seorang presiden dari negara maju di Eropa tersebut diatas. Wa Allahu A’lam.

Disclaimer

Meskipun seluruh tulisan dan analisa di blog ini adalah produk dari kajian yang hati-hati dan dari sumber-sumber yang umumnya dipercaya di dunia bisnis, pasar modal dan pasar uang; kami tidak bertanggung jawab atas kerugian dalam bentuk apapun yang ditimbulkan oleh penggunaan analisa dan tulisan di blog ini baik secara langsung maupun tidak langsung.

Menjadi tanggung jawab pembaca sendiri untuk melakukan kajian yang diperlukan dari sumber blog ini maupun sumber-sumber lainnya, sebelum mengambil keputusan-keputusan yang terkait dengan investasi emas, Dinar maupun investasi lainnya.