Tidak bisa dipungkiri lagi oleh siapapun, uang fiat yaitu uang yang tidak memiliki nilai intrinsik nilainya terus mengalami penurunan dari waktu ke waktu. Hanya saja mayoritas kita tidak menyadari, seberapa burukkah penurunan nilai tersebut.
Mayoritas kita terkecoh oleh pandangan jangka pendek dimana nilai uang kertas seolah berfluktuasi satu sama lain, kadang naik dan kadang turun. Ini benar kalau yang kita pakai rujukan adalah sesama uang kertas.
Kaidah menimbang adalah anak timbangan haruslah memiliki berat yang tetap. Kalau kita mau menimbang mentimun di pasar misalnya, kita tidak bisa menimbangnya dengan anak timbangan berupa belewah – karena berat keduanya tidak pasti. Anak timbangan harus pasti dan beratnya teruji.
Demikian pula menilai daya beli uang kertas; uang Rupiah hanya memiliki nilai relatif terhadap uang US$ misalnya – tetapi daya beli riilnya atau nilai absolutnya tidak bisa ditentukan dengan membandingkan Rupiah dengan US$ - karena keduanya tidak memiliki nilai yang pasti dan teruji.
Jadi apa yang bisa kita pakai untuk mengukur nilai atau daya beli uang kertas yang akurat ?. Emas atau Dinar-lah salah satu jawabannya yang paling akurat dan telah teruji selama beribu tahun.
Selain menggunakan alat ukur yang baku dan teruji, mengukur nilai mata uang juga harus dilakukan dalam rentang waktu yang cukup , misalnya 5 – 10 tahun atau bahkan lebih. Mengapa demikian ? karena kalau rentang waktu yang digunakan hanya jangka pendek – misalnya hanya dalam tempo satu tahun, orang bisa terkecoh dan keliru dalam mengambil keputusan.
Perhatikan gambar diatas sebagai contoh. Dalam rentang waktu satu tahun, bila diukur dengan timbangan emas atau Dinar sekalipun (sebagai pembanding nilai yang baku) – maka gejolak nilai mata uang seolah wajar saja.
Ada mata uang yang nilainya naik dibandingkan emas yaitu Yen (naik 18%); Sementara US$ dan Sing $ relatif tetap (masing-masing ‘hanya’ turun 1% dan 5%). Sedangkan mata uang Euro turun 11%, Rupiah turun 16% dan terparah Poundsterling turun 27%.
Untuk mengambil keputusan penting, terkait investasi jangka panjang kita seperti biaya pendidikan anak, biaya membangun rumah, biaya kesehatan dan dana pensiun – kita harus menggunakan kacamata daya beli uang dalam jangka waktu yang cukup panjang.
Perhatikan grafik disamping yang menggambarkan nilai daya beli berbagai mata uang fiat, bila diukur dengan timbangan yang baku berupa nilai emas atau Dinar dalam rentang waktu sepuluh tahun terakhir.
Dengan mudah kita bisa melihat di grafik bahwa hanya dalam tempo kurang dari sepuluh tahun saja (Tahun 2009 yang kita pakai baru data Januari minggu ke 3), tidak ada satu mata uang fiat-pun yang bisa survive mempertahankan nilai daya belinya.
US$ yang katanya perkasa, dalam rentang waktu tersebut daya beli belinya terhadap emas tinggal 32 %, sementara Euro tinggal 42 %, Yen tinggal 37 %, Sing $ tinggal 36%, Poundsterling tinggal 28 % dan mata uang kesayangan kita Rupiah tinggal 21 % !.
Bila laju penurunan daya beli uang fiat sepuluh tahun terakhir adalah seperti grafik dan angka-angka diatas; lantas siapa yang bisa menjamin bahwa trend 10 tahun kedepan tidak akan berjalan seperti ini, atau bahkan lebih buruk melihat perkembangan krisis finansial global setahun terakhir ? Silahkan Anda gunakan asumsi-asumsi Anda sendiri.
Lantas apa pula pentingnya dua grafik tersebut (untuk grafik lebih detil silahkan click pada grafiknya) pada pengelolaan/perencanaan investasi dan keuangan kita semua ? Untuk kebutuhan jangka pendek – satu tahun atau kurang misalnya; penggunaan uang fiat bisa jadi masih cukup aman – kalau kondisi finansial secara nasional atau global berjalan tanpa turbulensi yang besar.
Sebaliknya untuk pengelolaan/perencanaan keuangan dan investasi jangka menengah panjang; Dinar Emas yang dapat mempertahankan daya belinya sepanjang jaman - jelas merupakan salah satu jawabannya. Wallahu A’lam.
Mayoritas kita terkecoh oleh pandangan jangka pendek dimana nilai uang kertas seolah berfluktuasi satu sama lain, kadang naik dan kadang turun. Ini benar kalau yang kita pakai rujukan adalah sesama uang kertas.
Kaidah menimbang adalah anak timbangan haruslah memiliki berat yang tetap. Kalau kita mau menimbang mentimun di pasar misalnya, kita tidak bisa menimbangnya dengan anak timbangan berupa belewah – karena berat keduanya tidak pasti. Anak timbangan harus pasti dan beratnya teruji.
Demikian pula menilai daya beli uang kertas; uang Rupiah hanya memiliki nilai relatif terhadap uang US$ misalnya – tetapi daya beli riilnya atau nilai absolutnya tidak bisa ditentukan dengan membandingkan Rupiah dengan US$ - karena keduanya tidak memiliki nilai yang pasti dan teruji.
Jadi apa yang bisa kita pakai untuk mengukur nilai atau daya beli uang kertas yang akurat ?. Emas atau Dinar-lah salah satu jawabannya yang paling akurat dan telah teruji selama beribu tahun.
Selain menggunakan alat ukur yang baku dan teruji, mengukur nilai mata uang juga harus dilakukan dalam rentang waktu yang cukup , misalnya 5 – 10 tahun atau bahkan lebih. Mengapa demikian ? karena kalau rentang waktu yang digunakan hanya jangka pendek – misalnya hanya dalam tempo satu tahun, orang bisa terkecoh dan keliru dalam mengambil keputusan.
Perhatikan gambar diatas sebagai contoh. Dalam rentang waktu satu tahun, bila diukur dengan timbangan emas atau Dinar sekalipun (sebagai pembanding nilai yang baku) – maka gejolak nilai mata uang seolah wajar saja.
Ada mata uang yang nilainya naik dibandingkan emas yaitu Yen (naik 18%); Sementara US$ dan Sing $ relatif tetap (masing-masing ‘hanya’ turun 1% dan 5%). Sedangkan mata uang Euro turun 11%, Rupiah turun 16% dan terparah Poundsterling turun 27%.
Untuk mengambil keputusan penting, terkait investasi jangka panjang kita seperti biaya pendidikan anak, biaya membangun rumah, biaya kesehatan dan dana pensiun – kita harus menggunakan kacamata daya beli uang dalam jangka waktu yang cukup panjang.
Perhatikan grafik disamping yang menggambarkan nilai daya beli berbagai mata uang fiat, bila diukur dengan timbangan yang baku berupa nilai emas atau Dinar dalam rentang waktu sepuluh tahun terakhir.
Dengan mudah kita bisa melihat di grafik bahwa hanya dalam tempo kurang dari sepuluh tahun saja (Tahun 2009 yang kita pakai baru data Januari minggu ke 3), tidak ada satu mata uang fiat-pun yang bisa survive mempertahankan nilai daya belinya.
US$ yang katanya perkasa, dalam rentang waktu tersebut daya beli belinya terhadap emas tinggal 32 %, sementara Euro tinggal 42 %, Yen tinggal 37 %, Sing $ tinggal 36%, Poundsterling tinggal 28 % dan mata uang kesayangan kita Rupiah tinggal 21 % !.
Bila laju penurunan daya beli uang fiat sepuluh tahun terakhir adalah seperti grafik dan angka-angka diatas; lantas siapa yang bisa menjamin bahwa trend 10 tahun kedepan tidak akan berjalan seperti ini, atau bahkan lebih buruk melihat perkembangan krisis finansial global setahun terakhir ? Silahkan Anda gunakan asumsi-asumsi Anda sendiri.
Lantas apa pula pentingnya dua grafik tersebut (untuk grafik lebih detil silahkan click pada grafiknya) pada pengelolaan/perencanaan investasi dan keuangan kita semua ? Untuk kebutuhan jangka pendek – satu tahun atau kurang misalnya; penggunaan uang fiat bisa jadi masih cukup aman – kalau kondisi finansial secara nasional atau global berjalan tanpa turbulensi yang besar.
Sebaliknya untuk pengelolaan/perencanaan keuangan dan investasi jangka menengah panjang; Dinar Emas yang dapat mempertahankan daya belinya sepanjang jaman - jelas merupakan salah satu jawabannya. Wallahu A’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
silakan masukkan komentar dan pertanyaan anda disini