Pergerakan Harga Dinar 24 Jam

Dinar dan Dirham

Dinar dan Dirham
Dinar adalah koin yang terbuat dari emas dengan kadar 22 karat (91,7 %) dan berat 4,25 gram. Dirham adalah koin yang terbuat dari Perak Murni dengan berat 2,975 gram. Khamsah Dirham adalah koin yang terbuat dari Perak murni dengan berat 14,875 gram. Di Indonesia, Dinar dan Dirham diproduksi oleh Logam Mulia, unit bisnis dari PT Aneka Tambang, Tbk, dan oleh Perum PERURI ( Percetakan Uang Republik Indonesia) disertai Sertifikat setiap kepingnya.

13 Agustus 2016

Currency Risk, More Then Earthquake Risk !


Saat ini kita menggunakan Rupiah, Dollar, Euro, Riyal dlsb. dan mengira itulah uang. Apa yang kita kenal sebagai uang ini sesungguhnya hanyalah currency atau alat tukar sesaat. Untuk menjadi uang yang sesungguhnya, sesuatu itu harus bisa memerankan tiga hal sekaligus yaitu medium of exchange, unit of account dan store of value. Rupiah, Dollar, Euro dlsb, tidak bisa memerankan ketiga fungsi tersebut karena nilainya terus menyusut. Sesuatu yang menyusut tidak bisa menjadi unit of account, apalagi store of value. Jadi apa yang bisa berperan menjadi uang yang sesungguhnya ?

Bahkan sebagai medium of exchange-pun currency manapun perlu terus diwaspadai karena selalu ada resiko sewaktu-waktu nilainya berubah total, dan ini bisa saja terjadi secara global atau yang dikenal sebagai global currency reset.

Dalam sejarah uang misalnya, berapa lama sih usia Rupiah, Dollar, Deutsche Mark-nya Jerman ? Rupiah keberadaannya kurang lebih seusia republik ini, itupun Rupiah tahun 50-60-an jelas sangat berbeda dengan Rupiah sekarang – karena tahun 1965-1966 rupiah di-reset nilainya dengan menghilangkan tiga angka nol atau saat itu dikenal dengan sanering.

Negeri adidaya teknologi seperti Jerman-pun uangnya terus berubah sejak Perang Dunia 1, Weimer Republic dan Perang Dunia II. Dan uang kebanggaan mereka Deutsche Mark-pun akhirnya berakhir dengan berlakunya Euro sekitar 15 tahun lalu.

Dollar yang perkasa hingga kini keberadaannya baru sekitar seratus tahun dan daya belinya-pun terus berubah. Dollar sekarang jelas berbeda dengan Dollar sebelum 1971 ketika Dollar mulai dilepas dari ikatannya terhadap emas.

Walhasil uang yang kita kenal adalah currency – yang hanya berlaku selama periode tertentu – dan sewaktu-waktu bisa mengalami perubahan, baik yang sifatnya gradual melalui inflasi, maupun yang sifatnya mendadak seperti devaluasi, sanering atau yang lagi ramai dibicarakan secara global sekarang adalah apa yang disebut global currency reset – yaitu resiko dadakan bila sejumlah negara tiba-tiba harus menurunkan atau mengubah daya beli uangnya.

Apa resiko yang bisa menimpa kita bila ini terjadi ? Di negeri ini setidaknya kita sudah pernah mengalaminya dua kali. Yaitu ketika terjadi sanering 1965/1966 dan ketika daya beli uang kita turun tinggal ¼-nya terhadap Dollar dan mata uang kuta lainnya pada krisis moneter 1997/1998.

Pengalaman ini menunjukkan bahwa resiko currency reset secara global memang ada, dan resikonya bahkan lebih besar dari resiko gempa bumi baik dari sisi severity maupun dari sisi frequency-nya.

Di ilmu saya yang lama – ketika membuat produk asuransi gempa bumi – misalnya. Produk ini sangat laris dan hampir semua gedung bertingkat di Jakarta dan kota-kota besar pasti membelinya. Bisa karena kesadaran sendiri, atau karena diharuskan oleh bank yang membiayai gedung-gedung tersebut – yang semuanya takut akan resiko gempa bumi.

Bagaimana industri asuransi menyiapkan proteksi-nya agar bila terjadi sesuatu yang sangat besar mereka tetap bisa membayarnya ? Mereka bekerjasama dengan berbagai industri asuransi dan reasuransi dalam dan luar negeri untuk menyediakan proteksi dengan nilai yang diperkirakan cukup. Berapa nilai yang dianggap cukup itu ?

Mereka membuat skenario berdasarkan frequency – kemungkinan terjadinya suatu resiko, dan berdasarkan severity – tingkat kerusakan bila resiko itu bener-bener terjadi. Frequency yang diambil biasanya atas gempa bumi dalam siklus tertentu seperti siklus 100 tahunan dst. Sedangkan severity, biasanya diambil dalam persentase kerusakan tertentu misalnya 15 % -30 %.

Semakin tinggi frequency (semakin dekat dari satu kejadian ke kejadian lainnya) dan semakin tinggi severity – akan melonjakkan biaya asuransi atau yang dikenal sebagai premi.

Nah sekarang dengan teori resiko tersebut, bagaimana kalau kita terapkan terhadap resiko yang kita hadapi berupa currency reset, devaluasi, sanering atau apapun namanya ? Dalam 50 tahun terakhir kita mengalami dua kali kejadian yaitu sanering 1965/1966 dan krismon 1997/1998. Artinya frequency rata-rata kita sekitar 25 tahun-an  atau jauh lebih cepat dari frequency gempa bumi yang digunakan dasar perhitungan di industri asuransi !

Dari sisi severity, tidak terhitung kerugian kita ketika uang Rp 1,000 kita menjadi uang Rp 1,- seperti tahun 1965/1966. Yang lebih mudah dihitung adalah ketika property gedung-gedung di Indonesia pada umumnya, nilainya dalam Dollar turun menjadi sekitar ¼-nya pada tahun 1997/1998. Artinya kerugian dalam Dollar yang dialami para pemilik gedung tersebut adalah 75% saat itu ! lagi-lagi jauh lebih tinggi dari PML (Possible Maximum Loss)-nya gempa bumi dasyat yang diperkirakan di kisaran 15% - 30 % tingkat kerusakan !

Gedung-gedung tersebut memang akhirnya masih exist tegak berdiri, tetapi pemilik gedung atau pemilik usahanya bahkan telah begitu banyak yang pindah ke tangan-tangan asing yang uangnya tidak ter-devaluasi seperti yang kita alami tahun 1997/1998.

Para pemilik gedung atau bangunan bisa membeli produk asuransi untuk memproteksi resiko gempa bumi. Tetapi apakah mereka bisa memproteksi terhadap resiko yang lebih dasyat dari gempa bumi tersebut ?

Ternyata mayoritas kita tidak aware masalah resiko yang sangat besar berupa potensi hilangnya daya beli kita sewaktu-waktu ini. Padahal bila mengambil frequency resiko kita yang berulang di kisaran angka 25 tahun tersebut, kini kita sudah berjalan mendekati  20 tahun sejak 1997  - artinya resiko besar itu bisa saja mengancam kita dalam kisaran lima tahun lagi !

So what ? what we can do ? beli asuransi ? – tidak ada yang mampu menyediakan proteksi untuk currency risk ini. Tetapi Alhamdulillah kita diberi solusi olehNya langsung.

5 Silver Dirham
Yaitu uang kita namanya disebutkan di Al-Qur’an yaitu Dinar emas di surat Ali Imron ayat 75,  dan Dirham perak yang disebut di dua ayat yaitu di Surat Yusuf ayat 20 dan tepat di tengah-tengah Al-Qur’an di surat Al-Kahfi ayat 19. Tidak hanya emas dan perak, uang kita bisa berupa benda-benda riil yang kita butuhkan sehari-hari. Perhatikan hadits berikut :

Emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, beras gandum dengan beras gandum, kurma dengan kurma, garam dengan garam, jumlah (takaran atau timbangan) harus sama dan dari tangan ke tangan (tunai). Jika jenis barang tadi berbeda, maka silakan engkau mempertukarkannya sesukamu, sejauh  dilakukan dari tangan ke tangan (tunai)” (HR. Muslim)

Jadi kita tidak perlu membeli asuransi untuk menghadapi currency risk yang lebih dasyat dari gempa bumi, ayat dan hadits tersebut di atas adalah solusinya. Solusi itu ada di Dinar emas, Dirham perak, bahan pangan kita, bibit-bibit tanaman kita dan segala kebutuhan kita lainnya yang memang membawa nilai intrinsic-nya masing-masing – true value yang tidak akan terpengaruh oleh nilai currency.

Dan ini juga terbukti di jaman ini, ketika terjadi krisis financial hebat di Argentina tahun 2001 masyarakatnya mengembangkan kearifan lokal dengan menanam apa saja di halaman rumahnya. Hasilnya kemudian bisa di-barter dengan kebutuhan lain dengan masyarakat lainnya. Ketika tahun 2014 krisis yang sama berulang di negeri tersebut, masyarakat sudah pengalaman dalam mensikapinya.

Apakah kita siap bila krisis yang sama tahun 1997/1998 berulang di kita ? Dengan membaca tulisan inipun dan kemudian menindak lanjutinya dengan langkah konkrit di sini dan saat ini juga, maka insyaAllah kita juga siap !

28 Juni 2016

BREXIT : Bukti Fitrahnya Mata Uang Dinar dan Dirham


De Ja Vu, seperti mengulang kejadian bulan Ramadhan 8 tahun lalu,banyak orang yang menanyakan apa yang terjadi dengan harga emas, mengapa tiba-tiba melonjak dlsb. Kali ini hal yang sama berulang, hanya  penyebabnya yang berbeda, kalau 8 tahun lalu penyebabnya adalah krisis di Amerika – kali ini krisis di Inggris. Setiap ada krisis orang kembali ke emas dan perak, bukankah ini message yang paling jelas sebenarnya ?

Bahwa mata uang yang fitrah itu sesungguhnya harus emas dan perak, dua mata uang yang namanya disebut di Al-Qur’an. Emas  atau Dinar namanya disebut di surat Ali Imron ayat 75 :

Di antara Ahli Kitab ada orang yang jika kamu mempercayakan kepadanya harta yang banyak, dikembalikannya kepadamu; dan di antara mereka ada orang yang jika kamu mempercayakan kepadanya satu Dinar, tidak dikembalikannya padamu, kecuali jika kamu selalu menagihnya. Yang demikian itu lantaran mereka mengatakan: "Tidak ada dosa bagi kami terhadap orang-orang umi. Mereka berkata dusta terhadap Allah, padahal mereka mengetahui.” (QS 3:75)

Sedangkan Dirham disebut di Surat Yusuf ayat 20   :

Dan mereka menjual Yusuf dengan harga yang murah, yaitu beberapa Dirham saja, dan mereka merasa tidak tertarik hatinya kepada Yusuf.” (QS 12:20)

Fitrahnya emas (Dinar) dan perak (Dirham) itu seperti fitrahnya manusia yang ketika berada dalam ketakutan yang sangat - seorang atheis sekalipun akan berdo’a kepada Tuhan yang tidak pernah dikenalnya – mohon pertolongan. Kemana saja dia ketika tidak sedang dalam bahaya ?

Demikian pula dengan mata uang, ketika tidak dalam kondisi krisis semua bisa membanggakan kekuatannya masing-masing. Tetapi mata uang yang paling mahal selama ini – yaitu British Pound Sterling -pun lunglai dalam semalam ketika hasil referendum negeri itu – ternyata mayoritas masyarakatnya ingin keluar dari Uni Eropa atau yang dikenal dengan BREXIT.

Maka dalam semalam  saja GBP sudah kehilangan 7 persen nilainya terhadap mata uang lain yaitu Dollar Amerika. Sebaliknya pada waktu yang sama orang lari ke emas, yang dampak dari melonjaknya demand tiba-tiba ini mengakibatkan emas naik lebih dari 3 persen.

Bila tahun 2008 krisis itu di-trigger oleh berbagai istilah asing yang bagi masyarakat awam seperti kita, saat itu tiba-tiba kita kenal dengan CDO (Collateralized Debt Obligations), CDS (Credit Default Swaps) dlsb. Krisis kali ini tiba-tiba kita kenal BREXIT yaitu Brtish Exit dari Uni Eropa.

Penyebabnya bisa dari dua negeri yang berbeda dan dua alsan yang berbeda pula. Krisis 2008 awalnya adalah housing buble di Amerika, sedangkan kali ini awalnya adalah keputusan rakyat Inggris yang merasa lebih baik bagi mereka bila keluar dari Uni Eropa. Tetapi dampaknya sama, dalam arti memberikan ketidak pastian yang luar biasa bagi seluruh ekonomi dunia.

Yang perlu kita waspadai sekaligus juga belajar dari krisis 2008 di Amerika adalah perlu 2-3 tahun untuk recovery, bahkan sebagian negara seperti negara-negara Eropa Selatan yang belum pulih benar sampai kini – setelah 8 tahun ditrigger krisis AS tersebut di atas,  krisis yang ditrigger oleh BREXIT tersebut juga bisa panjang.

Bagi kita sebenarnya solusi itu simple, ada atau tidak ada krisis kita tinggal menggunakan Dinar dan Dirham yang namanya memang disebut di Al-Qur’an - yang tanpa terasa pula telah exist ditengah-tengah kita lebih dari 8 tahun ini melewati perjalanan waktu dari krisis ke krisis.

Yang sudah menggunakannya selama 8 tahun ini, tentu juga sudah merasakannya – bagaimana Dinar dan Dirham menjadi proteksi bagi jerih payah Anda. Yang belum mungkin waktunya terbaik adalah sekarang, amankan paling tidak tunjangan lebaran Anda dari gerusan nilai mata uang – yang penyebabnyapun nun jauh disana BREXIT – seperti makhuk yang tadinya tidak kita kenal tetapi bisa tiba-tiba mencuri trilyunan Dollar aset-aset kertas dunia (termasuk mata uang kertas) – dalam berbagai gelombang kejatuhan nilai mata uang dan bursa saham dunia.


Maka seperti seorang captain pilot yang akan terbang memasuki daerah berawan, dari cockpit dia mengumumkan agar para penumpangnya memasang sabuk pengaman – seperti itulah tulisan ini berfungsi, mengingatkan kita semua untuk hold proteksi nilai kita – agar guncangan BREXIT ini tidak sampai mengganggu jerih payah kita di sini. Insya Allah.

Disclaimer

Meskipun seluruh tulisan dan analisa di blog ini adalah produk dari kajian yang hati-hati dan dari sumber-sumber yang umumnya dipercaya di dunia bisnis, pasar modal dan pasar uang; kami tidak bertanggung jawab atas kerugian dalam bentuk apapun yang ditimbulkan oleh penggunaan analisa dan tulisan di blog ini baik secara langsung maupun tidak langsung.

Menjadi tanggung jawab pembaca sendiri untuk melakukan kajian yang diperlukan dari sumber blog ini maupun sumber-sumber lainnya, sebelum mengambil keputusan-keputusan yang terkait dengan investasi emas, Dinar maupun investasi lainnya.