Anda
tentu juga sangat tahu tentang Rupiah, Dollar dan Riyal ?, ketiganya
adalah satuan mata uang untuk tiga negara yang berbeda. Ketiganya
berfungsi untuk mengukur nilai (unit of account) atau menilai harga
barang-barang dan jasa. Ketiganya tidak bernilai tetap, cenderung terus
menurun dan satu mata uang berbeda laju penurunannya dibandingkan dengan
mata uang yang lain.
Kelompok
pertama bernilai tetap dan berlaku sepanjang jaman meskipun dikonversi
dengan sebutan yang berbeda. Misalnya 1 kg, bisa dikonversi menjadi
pound dengan nilai 2.20462. Kilogramnya tetap dan pound-nya juga tetap.
1
meter bisa dikonversi menjadi 3.28084 feet, meternya tetap dan feet-nya
juga tetap. 1 liter bisa dikonversi menjadi 0.264172 galon, liternya
tetap dan galonnya-pun tetap.
Jadi
dalam urusan berat, panjang dan volume ada satuan-satuan yang dipakai
secara baku di seluruh dunia, bisa disebut secara berbeda tetapi
masing-masing jenis satuan selalu bisa dikonversikan ke yang lain dengan
nilai konversi yang tetap.
Ironinya
adalah dalam urusan yang tidak kalah pentingnya dengan menimbang berat,
mengukur panjang dan menakar volume – yaitu urusan menentukan nilai,
ternyata manusia modern tidak memiliki satuan yang baku. Masing-masing
negara memiliki satuannya sendiri, tetapi negara-negara tersebut tidak
pada bisa menjaganya menjadi satuan yang baku.
Walhasil
ketika dikonversikan ke satuan nilai negara lain, hasilnya juga tidak
baku. 1 Rupiah sekarang sangat berbeda dengan 1 Rupiah yang sama tahun
2000. 1 Dollar sekarang berbeda dengan 1 Dollar tahun 2000. Kalau
dikonversikan di antara keduanya dari Rupiah ke Dollar atau sebaliknya,
hasilnya tidak pernah sama dari satu waktu ke waktu yang lain.
Ternyata timbangan nilai yang dipakai manusia modern justru sangat tidak reliable,
tidak berfungsi dengan semestinya. Timbangan berupa mata uang kertas
yang seharusnya berfungsi tiga yaitu sebagai penentu nilai (unit of
account), penyimpan nilai (store of value) dan alat tukar (medium of
exchange), ternyata hanya fungsi yang terakhir yang berjalan.
Bila
Anda membuat program komputer untuk menjalankan serangkaian fungsi,
tetapi ternyata yang berfungsi hanya satu dari sekian fungsi yang
seharusnya – apa yang terjadi ? itulah Error !. Karena uang kertas
adalah produk peradaban yang seharusnya berfungsi tiga tadi tetapi
ternyata hanya satu yang jalan, maka saya menyebutnya sebagai Error
Peradaban.
Untuk lebih mudah memahami Error Peradaban ini, saya buatkan ilustrasi sebagai berikut :
Bayangkan
dahulu kala di jaman Majapahit, ada seorang petani kaya yang
memperkerjakan sejumlah buruh tani untuk menanam padi. Kepada
masing-masing buruh tani ini dijanjikan upahnya nanti pada saat panen
masing-masing akan memperoleh gabah seberat 25 bakul.
Ketika
panen tiba, petani kaya membagikan upah ke masing-masing buruh 25 bakul
dan semuanya senang karena itu cukup untuk makan sekeluarganya sampai
panen berikutnya.
Musim
panen berikutnya petani kaya waktunya membagi lagi 25 bakul untuk
masing-masing buruh taninya, tetapi bakul yang dipakainya bukan lagi
bakul yang dahulu. Petani kaya menggunakan bakul yang sedikit lebih
kecil, tanpa menyadarinya si petani menerima bayarannya dan membawa
pulang 25 bakul gabah.
Begitu
seterusnya setiap musim panen tiba, petani kaya selalu memiliki bakul
baru yang sedikit lebih kecil ukurannya untuk menakar upah para buruh
taninya. Maka sekian musim
panen berlalu, petani selalu membawa pulang 25 bakul gabah untuk
keluarganya. Tetapi kok gabah yang diterimanya semakin tidak cukup dan
terus semakin tidak cukup.
Apa
yang terjadi dengan bakul yang mengecil itulah yang terjadi dengan
temuan peradaban manusia modern yang disebut uang kertas itu. Namanya
inflasi yang ‘menggerogoti bakul’ sehingga makin lama makin kecil –
tanpa kita sadari.
Tahun
1995 seorang manager di perusahaan menengah bergaji Rp 10 juta, kini
untuk posisi yang sama gajinya Rp 40 juta. Mana yang lebih tinggi ?,
tahun 1995 gaji 10 juta setara dengan sekitar 80
Dinar atau 80 ekor kambing ukuran baik. Kini Rp 40 juta hanya setara
dengan 18 Dinar atau 18 ekor kambing ukuran baik. Anda bisa cek
perhitungan ini dengan Kalkulator Dinar di menu situs ini.
Seorang
manager di perusahaan menengah tahun 1995 mampu memikul biaya hidup
bagi keluarga besarnya, orang tuanya, adik-adiknya, ponakannya dlsb.
disamping tentu keluarganya sendiri . Seorang manager perusahaan
menengah sekarang mungkin hanya cukup untuk menghidupi keluarganya
sendiri.
Apa
penyebabnya ?, karerna harga barang-barang kebutuhan menjadi mahal ?,
betul memang faktanya biaya hidup tambah mahal. Tetapi apa yang
membuatnya mahal ?, itulah ‘bakul yang mengecil’ tadi yang di peradaban
manusia modern disebut inflasi.
Lantas
apakah solusinya para karyawan di jaman ini rame-rame minta naik gaji
?, bukan itu solusinya karena perusahaan tempatnya bekerja juga belum
tentu tumbuh. Dia mengira hasilnya tumbuh karena menakarnya dengan bakul
yang sama – yaitu bakul yang mengecil.
Tempat si manager bekerja tersebut tahun 1995 memiliki aset Rp 100 milyar dan kini asetnya mencapai Rp 1 trilyun, apa perusahaan bener-bener tumbuh selama ini ?. Untuk mengetahuinya lagi-lagi kita dapat gunakan Kalkulator Dinar yang sama.
Rp
100 milyar tahun 1995 adalah setara 805,153 Dinar (tahun 1995
perusahaan memiliki 805,153 ekor kambing !), sedangkan Rp 1 trilyun kini
hanya setara 441,228 Dinar ! (tinggal 441,228 ekor kambing !). Jadi
perusahaan tidak mampu menaikkan kesejahteraan para karyawan dan
manajernya karena perusaan sendiri aset-nya juga ternyata menyusut tanpa
sadar.
Jadi
yang membuat penurunan kwalitas hidup manusia modern itu antara lain
adalah tidak berfungsinya satuan timbangan yang baku yaitu satuan
timbangan yang sangat penting yang digunakan sehari-hari untuk
menentukan upah buruh, mengukur aset perusahaan dlsb – itulah satuan
mata uang fiat.
Tanpa
satuan yang baku, kita tidak bisa mencanangkan target secara akurat
untuk peningkatan kwalitas hidup individu atau pertumbuhan aset bagi
perusahaan. Target-target yang kita capai selama ini yang diukur dengan
Rupiah, Dollar ataupun mata uang kertas lainnya – adalah target semu,
yang secara angka bisa saja kita capai – tetapi pada hakekatnya secara
nilai tidak bener-bener kita capai.
Untuk
mencegah proses pemiskinan tanpa sadar ini terus berlanjut seperti yang
dialami para buruh tani di jaman Majapahit dan juga para pegawai dan
manajer di jaman ini, maka timbangan yang baku untuk mengukur nilai itu
memang sudah waktunya kita gunakan. Itulah fungsi yang coba diperankan
oleh Kalkulator Dinar dan Kalkulator Point.
Peradaban mata uang yang seharusnya memudahkan manusia untuk bisa bermuamalah secara adil satu sama lain itu, ternyata memiliki Fatal Error yang
berdampak pada penurunan kwalitas hidup manusia pada umumnya. Ada dua
kemungkinan yang bisa kita lakukan, membetulkan Error tersebut atau
mengganti sama sekali ‘program’-nya. Saya mencoba membetulkan Error-nya
dahulu, siapa tahu masih bisa dibetulkan. Wa Allahu A’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
silakan masukkan komentar dan pertanyaan anda disini