Bila
Dollar yang menjadi ukurannya sebagaimana dunia mengukur tingkat
kemakmurannya, maka betul seolah kita telah mengalami lompatan
kemakmuran yang luar biasa – lebih dari 16 kalinya selama 46 tahun ini.
Atau kemakmuran penduduk negeri ini berlipat menjadi dua kalinya setiap
11.5 tahun – WOW !
Peningkatan
kemakmuran yang luar biasa semacam ini memang terjadi di ekonomi
kapitalisme, tetapi umumnya hanya berlaku pada sekelompok kecil
masyarakat yang memiliki akses-akses sumber daya ekonomi seperti modal,
pasar, ilmu pengetahuan, resources dlsb. Bagi sebagian besar penduduk yang memiliki keterbatasan akses, maka kemakmuran itu sulit menyertainya.
Pemerintah-pemerintah
di dunia yang fokus pada pertumbuhan atau peningkatan GDP per capita
dalam Dollar, akan tertipu dalam pencapaiannya – karena meskipun dalam
Dollar peningkatan pendapatan itu nampak sangat significant – tetapi
tidak dalam daya beli yang sesungguhnya, yang sebaliknyalah yang
terjadi.
Saya
coba konversikan pendapatan-pendapatan tersebut kedalam Dinar atau
kambing - karena sepanjang jaman 1 Dinar setara dengan harga 1 ekor
kambing yang baik, hasilnya nampak dalam grafik dibawah :
Tahun
1966 ketika pendapatan per kapita kita masih di angka US$ 200 , itu
setara dengan 42 ekor kambing saat itu. Ketika pendapatan per kapita
kita mencapai US$ 900 dalam 32 tahun kemudian tahun 1997, itu setara
dengan 20 ekor kambing. Tahun ini, pendapatan per kapita kita meningkat
menjadi di kisaran US$ 3,250 , tetapi ini hanya setara sekitar 14 ekor
kambing kelas baik atau setara sekitar 14 Dinar saja !
Jadi
kemakmuran yang dihitung dengan angka Dollar itu hanya semu semata
karena tidak mencerminkan daya beli yang sesungguhnya. Tetapi mengapa
seluruh dunia, orang menggunakan angka Dollar untuk melihat tingkat
kemakmurannya ?
Pasti bukan kebetulan kalau uang satu Dollar itu bergambar mata satu seperti pada gambar dibawah.
Bukan
kebetulan pula kalau umat ini diingatkan oleh Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi Wasallam dalam hadits shahihnya untuk mewaspadai si mata satu
ini sebagai berikut : “Maukah
aku beritahukan kepada kalian suatu hal mengenai dajjal ? suatu yang
belum pernah dikabarkan oleh seorang nabipun kepada kaumnya :
Sesungguhnya dajjal itu buta sebelah matanya, ia datang dengan sesuatu
seperti surga dan neraka. Yang dikatakannya surga berarti itu adalah
neraka. Dan sungguh aku memperingatkannya atas kalian sebagaimana Nabi
Nuh mengingatkannya atas kaumnya” (HR. Muslim)
Yang
disampaikan oleh dunia bahwa kemakmuran itu telah menghampiri kita,
karena daya beli kita sudah US$ 8.9 per hari – jauh dari standar
kemiskinan dunia yang US$ 2/hari – itu seperti kabar surga tetapi
sesungguhnya neraka sebagaimana diungkap dalam hadits tersebut diatas.
Neraka karena daya beli riil kita terhadap kambing saja ternyata turun
tinggal 1/3-nya (dari 42 ke 14) dari 1966 hingga 2012 ini.
Menariknya dalam hadits tersebut disebutkan bahwa peringatan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam tentang dajjal ini adalah
seperti peringatan Nabi Nuh ‘Alaihi Salam terhadap kaumnya. Kita tahu
bahwa kaum Nabi Nuh ‘Alaihi Salam yang tidak mengindahkan peringatan
nabinya ditenggelamkan dalam banjir sampai musnah.
Demikian
pula dengan peringatan tentang dajjal ini, bila kita tidak mengindahkan
peringatan Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam – kita harus mewaspadai
konsekwensinya. Umat ini bisa ditenggelamkan dalam kemiskinan yang
sangat yang membawa kemusnahan.
Bila
daya beli terhadap kambing rata-rata penduduk ini turun tinggal 1/3-nya
dalam 46 tahun terakhir, tidak takutkah kita dengan apa yang terjadi
dalam setengah abad kedepan ketika daya beli umat ini tinggal sekitar
4.5 ekor kambing meskipun dalam Dollar kita akan nampak sangat makmur di
atas US$ 50,000,- per kapita ?.
Alhamdulillah
kita dikarunia dua mata untuk melihat secara sempurna, tidak bias.
Bahkan kita dikarunia mata hati untuk melihat apa yang tidak bisa
dilihat dengan mata fisik kita. Saya sungguh berharap para pemegang
otoritas negeri ini, para pemimpin, para pengambil keputusan, para
pembuat undang-undang, para penegak hukum - semuanya juga
menggunakannya.
Agar
kita terbebas dari bias penglihatan, melihat neraka seolah surga atau
sebaliknya melihat surga padahal neraka – sebagimana yang diungkapkan
oleh hadits tersebut di atas. Agar kita dan anak cucu kita juga tidak
musnah tenggelam – sebagaimana ditenggelamkannya umat nabi Nuh ‘Alaihi
Salam yang tidak mengindahkan peringatan nabinya.
Bahkan petunjuk Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam itu begitu ceto ke welo- welo (amat sangat jelas) tentang siapa dajjal itu : “…bahwa ia (dajjal) itu adalah Yahudi…”
(HR Muslim). Dan kita kini tahu bahwa system Yahudi telah merasuki
hampir keseluruhan aspek kehidupan kita, tentang pengelolaan uang/modal
melalui berbagai bank dan lembaga keuangannya, tentang pasarnya, tentang
eksploitasi sumber daya alamnya, tentang pemikirannya, budayanya,
peradabannya dlsb.dlsb.
Lantas
bagaimana kita bisa terlepas diri dari system dajjal yang bila kita
tidak hiraukan akan menenggelamkan kita sebagimana umat nabi Nuh ‘Alaihi
Salam ditenggelamkan oleh banjir ?. Lagi-lagi petunjuk Nabi Shallallahu
‘Alaihi Wasallam itu ceto ke welo-welo : “Siapa yang menghafal sepuluh ayat dari awal surat Al Kahfi, maka dia akan terpelihara dari kejahatan dajjal” (HR Muslim).
Petunjuk
Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam tersebut disampaikan kepada para
sahabat beliau. Melalui sejarah kita tahu kebiasaan para sahabat, yaitu
setiap menerima Al-Qur’an dari Nabi, 10 ayat demi 10 ayat dihafalkan dan
diamalkan, kemudian 10 ayat berikutnya dst.
Artinya
adalah untuk bisa benar-benar terbebas dari fitnah dajjal sebagaimana
petunjuk dalam hadits tersebut, kita juga tidak boleh berhenti pada
sekedar menghafalkannya. Kita harus bisa sampai pada tataran semaksimal
mungkin memahami kemudian juga mengamalkannya.
Apa
yang bisa kita pahami dan amalkan dari 10 ayat awal dari surat Al-Kahfi
ini ?, di dalamnya terdapat kisah para pemuda yang berusaha mengikuti
petunjuk yang lurus, menjaga aqidahnya, dan membentengi diri , masuk gua
untuk bisa terlepas dari pengaruh yang sangat buruk dan kejahatan
penguasa dunia saat itu.
Maka
hanya dengan cara inilah generasi muda dari anak cucu kita harus kita
siapkan untuk melepaskan diri dari system dajjal itu, kita harus mampu
membangun benteng yang kuat agar system pendidikan kita, ekonomi kita,
uang kita, pengelolaan sumber daya kita, pasar kita, ilmu pengetahuan
kita dlsb. semuanya mampu untuk berlepas diri dari system-nya penguasa
dunia saat ini yang begitu jelasnya – bahwa mereka adalah si mata satu
sebagaimana mereka deklarasikan dalam satu (an) mata uang mereka !. Wa
Allahu A’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
silakan masukkan komentar dan pertanyaan anda disini