Harian Kompas tanggal 12/05/11 memberikan kabar baik bagi perekonomian Indonesia dengan mengutip pernyataan Gubernur BI bahwa “Neraca pembayaran kita tetap sehat dan surplusnya selalu besar dua tahun ini”. Bahkan cadangan devisa kita telah meningkat lebih dari 100 % dari US$ 56.92 Milyar (2007) menjadi US$ 115.8 Milyar (Mei, 2011). Cadangan devisa ini seperti hasil kerja keras kita , sebagian kita konsumsi – kelebihannya kita taruh di tabungan untuk kebutuhan sewaktu-waktu. Kalau tabungan kita banyak, maka kita siap menghadapi berbagai keperluan mendadak. Demikian pula dengan cadangan devisa negara, bila cadangan devisa kita naik mestinya daya tahan ekonomi kita juga membaik.
Tidak ada yang salah dengan kenaikan cadangan devisa tersebut dan kita semua tentu gembira dengan kabar baik semacam ini yang jarang-jarang kita terima. Hanya saja kita juga harus sadar bahwa kenaikan cadangan devisa tersebut adalah diukur dengan nilai mata uang US$ yang kinerjanya runyam dalam dua tahun terakhir.
Untuk mengetahui kondisi sebenarnya dari kekuatan cadangan devisa yang kita miliki, akan lebih objektif bila kita mengukurnya dengan daya beli riil dari ‘tabungan’ devisa kita tersebut. Lantas dengan apa kita mengukurnya ?, bisa dengan harga beras, harga gandum, harga minyak dlsb. Saya sendiri cenderung menggunakan harga emas untuk mengukur kekuatan devisa atau tabungan kita tersebut karena tiga alasan.
Alasan pertama adalah diantara komoditi yang ada di dunia, mekanisme terbentuknya harga emas dunia adalah yang paling mendekati mekanisme pasar yang sempurna. Sampai saat ini tidak terbukti adanya pihak yang bisa mempermainkan harga emas ini. Negara yang paling besar cadangan emasnya seperti AS, mereka ‘hanya’ memiliki cadangan emas sebesar 8,133 ton dari sekitar 165,000 ton emas yang ada di permukaan bumi atau kurang dari 5%. Dengan kekuatan yang kurang dari 5 % ini Amerika-pun tidak akan mampu mempermainkan harga emas dunia – sedangkan mempermainkan daya beli Dollar ?, ya itu tentu saja itu keahlian mereka !.
Alasan kedua adalah ketersediaan informasi harga emas yang transparent dan up-to-date dengan sumber yang sangat banyak. Bila kita gunakan informasi Indeks Harga Konsumen atau Consumers Price Index misalnya, pertama datanya tidak selalu available secara up-to-date; dan kalau toh ada – banyak pihak juga meragukan akurasinya. Makanya sampai ada situs yang namanya Shadow Government Statistics di AS, karena begitu tidak percayanya publik disana terhadap data yang dikeluarkan oleh pemerintahnya.
Ketiga ada sumber berita di Islam yang sangat-sangat tinggi akurasinya dan terjaga dalam ribuan tahun, sumber berita seakurat ini tidak dimiliki oleh peradaban manapun di dunia hingga kini - sumber berita ini apa lagi kalau bukan Al-Qur’an dan Al Hadits. Bila di Al-Quran mengabarkan bahwa beberapa keping uang perak cukup untuk membeli makanan untuk beberapa orang, maka ini terbukti hingga kini. Bila di hadits mengabarkan bahwa satu Dinar emas cukup untuk membeli kambing – ini-pun tidak terbantahkan hingga kini !.
Jadi seperti kita menabung saja, kira-kira kita lebih percaya menabung dalam mata uang US$ - yang nilainya bisa dipermainkan oleh si pencetak Dollar , atau dengan suatu timbangan yang terbukti nilainya baku sepanjang zaman ?. Maka seperti itulah kita bisa melihat cadangan devisa tersebut secara lebih objektif. Grafik dibawah adalah gambaran cadangan devisa kita selama lima tahun terakhir dalam nilai US$ dan bila disetarakan dengan nilai emas.
Hal yang sama dapat Anda lakukan untuk melihat nilai sebenarnya dari tabungan Anda baik yang ada di bank, asuransi, reksadana, dana pensiun dan lain sebagiannya. Sebagai pembanding harga emasnya antara lain dapat Anda gunakan data emas yang saya sajikan dalam tulisan tentang Dinar Sebagai Yardstick....Wa Allahu A’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
silakan masukkan komentar dan pertanyaan anda disini