Kegagalan system moneter tahun 1914 di-trigger oleh Perang Dunia I yang kemudian diikuti oleh hyperinflation dan depression antara
tahun 1919 sampai 1922. Kegagalan tahun 1939 juga disebabkan oleh
perang yaitu Perang Dunia II dan baru sembuh ketika dunia menyepakati Bretton Woods Systems di akhir PD II – ketika system keuangan dunia dikaitkan langsung dengan emas.
Kegagalan
ketiga adalah ketika tahun 1971 presiden Amerika Serikat waktu itu
Richard Nixon mengumumkan bahwa sejak saat itu Amerika tidak lagi
mengkaitkan uangnya dengan emas. Dampak dari pengingkaran Bretton Woods Systems – yang sebenarnya disponsori oleh Amerika Serikat sendiri ini – telah membuat Dollar sudah nyaris collapse tahun 1978.
Mirip
dengan tiga kegagalan sebelumnya, menurut James Rickards ini kegagalan
keempat akan melibatkan perang, emas dan chaos. Lantas apa penyebabnya ?
Selain perang fisik yang melibatkan Amerika Serikat di sejumlah
negara-negara lain, kegagalan keempat juga akan di-trigger oleh currency wars, deflation, hyperinflation dan market collapse.
Kegagalan Dollar juga berarti kegagalan system moneter dunia karena sampai saat ini Dollar adalah reserve currency
– mata uang yang juga digunakan sebagai cadangan devisa bagi seluruh
negara di dunia – termasuk Indonesia. Kegagalan system moneter di dunia
atau proses menuju ke-kegagalan itupun sudah cukup untuk apa yang
disebut money and wealth detachment – perpisahan antara uang dan kemakmuran.
Kita
yang di Indonesia sejak kemerdekaan RI 69 tahun silam juga sudah pernah
mengalami satu kali kegagalan yaitu ketika kita harus melakukan
sanering di tahun 1965/1966, kemudian juga sekali nyaris gagal ketika
nilai tukar kita merosot tinggal 1/6-nya di puncak krisis 1998 – yang
kemudian tidak sepenuhnya sembuh hingga kini – ketika daya beli uang
kita tinggal kurang dari ¼ dibandingkan dengan era sebelum krisis
moneter 1997/1998.
Perpisahan
antara uang dan kemakmuran juga sudah lama terjadi di negeri ini. Hal
ini dengan mudah bisa kita lihat dari bahasa yang kita gunakan ! Dahulu
istilah jutawan adalah untuk menyebut orang yang makmur dengan memiliki
harta satu juta atau lebih. Jutawan saat ini – orang yang memiliki uang
satu juta atau lebih – masih berhak atas zakat kecuali setidaknya
mencapai 40 kalinya (nishab zakat 20 Dinar sekitar Rp 40 juta).
Ketika
terjadi perpisahan antara uang dan kemakmuran, kita tidak lagi bisa
mengandalkan uang dan produk-produk turunannya seperti tabungan, dana
pensiun, asuransi dlsb. sebagai instrument untuk menyimpan atau sekedar
mempertahankan kemakmuran kita. Lantas apa yang bisa ?
Yang bisa menyimpan atau mempertahankan kemakmuran adalah
benda-benda riil seperti emas (di kita berarti juga Dinar), tanah,
rumah, ternak, tanaman dlsb. Dari sini pulalah kita sekarang dengan
mudah memahami hadits Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam berikut :
Dari Abu Said Al-Khudri berkata : Rasulullah SAW bersabda : “Waktunya akan datang bahwa harta muslim yang terbaik adalah domba yang digembala di puncak gunung dan tempat jatuhnya hujan. Dengan membawa agamanya dia lari dari beberapa fitnah (kemungkaran atau pertikaian sesama muslim)”. (H.R. Bukhari)
Sebenarnya
inilah yang sedang kita lakukan sejak setidaknya tujuh tahun terakhir,
yaitu berusaha sekuat tenaga untuk bisa menghidup-hidupkan kembali
peradaban Islam yang semuanya memiliki dasar yang kuat dari Al-Qur’an
maupun hadits.
Kita
memiliki cara-cara sendiri dalam mengelola urusan dunia kita - yang
sebenarnya hanya jalan untuk sampai pada kehidupan yang hakiki setelah
ini. Di semua aspek kehidupan, cara kita sendiri ini benar adanya –
mulai dari mengelola moneter, kesehatan, pendidikan, pertanian dlsb.
dlsb.
Maka
sebelum pusaran kegagalan system moneter internasional itu menarik kita
ke dalamnya – menarik kita terjerembab ke dalam lubang biawak mereka,
kita harus dengan sekuat tenaga dan secepatnya bangun dari tidur lama
kita – bangun untuk mulai menghidup-hidupkan peradaban kita sendiri.
InsyaAllah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
silakan masukkan komentar dan pertanyaan anda disini