Pergerakan Harga Dinar 24 Jam
Dinar dan Dirham
29 Oktober 2010
Haji ... overhaul jiwa untuk kehidupan spiritual yang lebih baik !!
Sehubungan dengan keberangkatan saya beserta istri ke Tanah Suci untuk menunaikan ibadah Haji, untuk sementara saya tidak menampilkan artikel dan membalas email yang masuk.
Insya Allah kegiatan di Gerai Dinar Surabaya tetap berjalan seperti biasa. Rekan saya, Mbak Reny akan memberikan layanan bagi klien yang ingin membeli atau menjual Dinar. Pembeli Dinar pun tetap bisa menghubungi kami via telepon atau kirim SMS ke nomor flexi atau HP seperti biasa.
Secara pribadi saya mohon maaf atas salah dan khilaf saya kepada seluruh klien Gerai Dinar Surabaya apabila selama ini kurang memberi pelayanan yang maksimal.
Sekalian saya mohon do'a dari seluruh klien Gerai Dinar Surabaya, agar dalam perjalanan dan pelaksanaan ibadah Haji saya dan istri berlangsung dengan lancar dan tidak menemui kendala yang berarti, serta pulang dalam keadaan selamat dan mendapat predikat Haji Mabrur. Sehingga bisa memberikan warna positif dalam segala aspek kehidupan di masyarakat. Amin.
Wassalamu'alaykum
26 Oktober 2010
Risk and Return : Antara Saham Dengan Dinar/Emas, Pilih Mana...?.
Tulisan saya bulan Juli lalu dengan judul “Pilihan Investasi : Saham Atau Emas...?” telah memberikan gambaran perbandingan antara investasi di bursa saham internasional yang direpresentasikan oleh Dow Jones Industrial Average (DJIA) dengan investasi di pasar emas internasional. Lantas timbul banyak pertanyaan atas tulisan tersebut, apakah kondisinya juga demikian untuk pasar lokal ?. Meskipun saya belum sempat melakukan riset sendiri untuk menjawabnya, Alhamdulillah ternyata saya tidak perlu menjawabnya sendiri karena ada pembaca situs ini yang bisa secara ilmiah, objektif dan meyakinkan menjawab pertanyaan tersebut melalui Thesis S-2 Program Studi Magister Akuntansi di perguruan tinggi negeri ternama dan salah satu yang tertua di negeri ini.
Pembaca tersebut adalah Sri Pangestuti yang lulus dengan nilai A untuk thesis S-2 nya yang berjudul “Analisis Return LQ45 Dibandingkan Return Emas dan faktor-Faktor Yang mempengaruhi Return LQ45 dan Return Emas Selama Periode 1995 – 2010 ”. Untuk keperluan penelitian ini, Sri Pangestuti menggunakan data sekunder yang antara lain diperoleh dari jurnal Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia (SEKI) yang dipublikasikan oleh Bank Indonesia, data pasar modal Indonesia dari Bursa Efek Jakarta dan berbagai sumber lainnya termasuk data dari internet.
Sebagai pembanding emas digunakan data dari 45 saham-saham unggulan atau yang disebut LQ 45 atau juga biasa disebut saham-saham blue chips – yang pada umumnya memberikan imbal hasil yang tinggi. Sri Pengestuti menggunakan berbagai uji statistik yang sangat njlimet untuk bisa meyakinkan para pengujinya – yang tentunya juga sangat menguasai bidangnya masing-masing sebelum akhirnya lulus dengan sempurna (nilai A).
Berbagai pengujian ilmiah tersebut menjadi terlalu teknis untuk saya angkat disini, namun yang sangat menarik adalah butir-butir kesimpulan thesis Sri Pangestuti yang saya kutip secara lengkap dengan ijin langsung dari yang bersangkutan sebagai berikut :
1. Harga emas yang telah di-adjust dengan inflasi menunjukkan trend peningkatan harga yang lebih tinggi daripada nilai indeks LQ45 yang juga telah di-adjust dengan inflasi. Hal ini menunjukkan bahwa daya beli (purchasing power) emas dalam jangka panjang lebih baik daripada saham LQ45 sehingga dapat disimpulkan bahwa investasi emas dalam jangka panjang lebih menguntungkan daripada investasi saham LQ45 karena daya belinya lebih baik.
2. Return emas yang telah di-adjust dengan inflasi dalam jangka pendek lebih fluktuatif dibandingkan return LQ45 yang juga telah di-adjust dengan inflasi. Dalam jangka pendek LQ45 memberikan return yang lebih baik dalam arti lebih stabil dibandingkan emas.
3. Dari point 1 dan 2 tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa investasi saham LQ45 dalam jangka pendek lebih baik dibandingkan emas karena fluktuasinya lebih rendah daripada emas. Namun dalam jangka panjang emas memberikan return yang lebih baik yang ditunjukkan oleh harga emas yang jauh lebih tinggi dibandingkan saham LQ45, dan purchasing power emas lebih baik daripada saham LQ45.
4. Return LQ45 dan return emas dipengaruhi secara bersama-sama oleh faktor-faktor perubahan kurs, harga crude oil, inflasi, dan jumlah uang beredar, serta peristiwa-peristiwa politik/ekonomi secara signifikan.
5. Perubahan kurs, inflasi, dan jumlah uang beredar secara individual mempengaruhi return LQ45 dengan signifikan. Sementara faktor yang signifikan mempengaruhi return emas secara individual adalah perubahan kurs dan uang beredar. Sementara perubahan harga minyak mentah (crude oil) dan peristiwa-peristiwa politik/ekonomi tidak mempengaruhi baik return LQ45 maupun return emas.
6. Untuk tiap unit risiko LQ45 memberikan return sebesar 0,08567 atau 8,567%, sementara emas memberikan return sebesar 0,19840 atau 19,840% untuk tiap unit risiko. Bila diperbandingkan di antara keduanya, untuk tiap unit resiko yang sama emas memberikan hasil lebih besar yaitu 2,31577 kali dari yang diberikan oleh saham LQ45.
Saya terus terang sangat gembira ketika mendapatkan dari penulis langsung copy dari thesis tersebut. Bukan hanya karena butir-butir kesimpulannya yang secara umum selaras dengan pola pikir yang kita kembangkan di situs ini, tetapi juga karena mulai munculnya kajian ilmiah yang objektif tentang kinerja emas ini. Emas tidak bisa lagi diolok-olok sebagai bentuk investasi yang kuno, karena kini terbukti bahwa dalam jangka panjang emas lebih baik dari saham-saham blue chip sekalipun.
Hasil thesis ini mungkin bisa membuat sebagian orang kawatir kalau para investor ter-discourage untuk investasi di pasar modal dan rame-rame pindah ke emas. Menurut saya sendiri hal ini tidak perlu terjadi, malah sebaliknya – seharusnya menjadi pendorong agar bursa saham bisa me-representasi-kan kinerja sektor riil secara lebih baik. Dapat pula menjadi pendorong bagi para investor agar lebih memperhatikan kinerja riil para emiten daripada isu-isu sentimen pasar sesaat.
Mengapa demikian ?, investasi terbaik menurut saya sendiri adalah investasi sektor riil yang dijalankan dengan baik. Bahwasanya ternnyata saham-saham unggulan sekalipun tidak memberikan hasil lebih baik dari emas (yang sejatinya bernilai tetap – hanya kelihatan terus naik nilainya karena nilai emas diukur dengan nilai mata uang yang nilainya terus mengalami peluruhan), ya karena bursa saham itu sendiri selama ini belum berhasil merepresentasikan kinerja sektor riil yang seharusnya diwakilinya.
Harga-harga saham bisa saja menjulang meskipun kinerja perusahan emiten-nya biasa-biasa saja; sebaliknya, harga bisa hancur lebur padahal kinerja emitennya masih ok. Pergerakan naik turunnya harga yang lebih banyak didorong isu sentimen pasar sesaat dan bukan disebabkan oleh faktor fundamental tersebutlah yang telah membuat investasi pada saham unggulan sekalipun beresiko lebih tinggi dari investasi emas dan pada saat yang bersamaan memberikan hasil yang lebih rendah dari appresiasi harga emas (butir kesimpulan no 6).
Lebih lanjut thesis semacam ini bisa menjadi pemicu agar para investor bertindak cerdas dalam ber-investasi terutama bila ber-investasi pada jenis investasi yang sophisticated seperti pada bursa saham tersebut diatas. Bila tidak yakin bisa melakukannya dengan benar – ya pilihannya ada di kesimpulan no 6 tersebut diatas.
Kedepannya akan dibutuhkan thesis-thesis sejenis untuk berbagai bidang investasi lainnya, agar investor awam terbantu melihat segala sesuatunya secara lebih jernih. Maka ketika Sri Pangestu mengutarakan niat untuk mengambil tema teori peluruhan mata uang kertas sebagai thesis S-3 yang akan ditempuhnya – insyaAllah kami siap mendukung sepenuhnya. Dari thesis Doktor ini kelak masyarakat akan bisa melihat lagi secara ilmiah, objektif dan transparan mengenai apa yang sebenarnya terjadi pada uang kertas.
Segala tulisan dan penjelasan saya di situs ini yang selama ini hanyalah analisa orang awam yang mengandalkan ‘kecerdasan jalanan’ – street-smart – insyaAllah satu demi satu akan mendapatkan dukungan dan pembenaran ilmiahnya. Amin.
25 Oktober 2010
Harga Emas : Noise Dari Pertemuan G-20...
Ada peristiwa penting yang terjadi Sabtu lalu (23/10/2010) yang untuk sesaat mungkin akan berpengaruh pada harga emas dunia. Peristiwa tersebut adalah pertemuan para menteri keuangan dan gubernur bank sentral dari negara-negara kelompok G-20 di Gyeongju - Korea Selatan. Hasil pertemuan ini intinya adalah para otoritas keuangan dari negara-negara yang me-representasikan 85% kekuatan ekonomi dunia tersebut – menyepakati untuk tidak melemahkan mata uang masing-masing atau perang kurs.
Bila kesepakatan ini bener-bener tulus dan pasar percaya akan keseriusan para pemimpin ekonomi dunia tersebut, maka seharusnya – minimal untuk sementara harga emas akan turun. Pertama karena meredanya kekawatiran nilai tukar Dolar akan turun secara drastis, dan kedua kebutuhan emas untuk safe haven menurun ketika ketidak pastian ekonomi berkurang.
Bila inipun terjadi, saya masih mengkategorikannya sebagai noise dan belum menjadi signal karena sifatnya sementara dan tidak dipicu oleh faktor-faktor yang bersifat fundamental. Untuk signal-nya sendiri, saya melihat trend harga emas dunia yang masih akan terus menaik dalam jangka menengah maupun jangka panjang oleh sebab faktor-faktor fundamental berikut :
1. Harga emas dunia saat ini dinilai dalam US$, jadi tinggi rendahnya tergantung pada daya beli US$ itu sendiri.
2. Tinggi rendahnya US$ tergantung pada situasi ekonomi Amerika Serikat. Kenyataannya sampai kemarin-pun (sehari setelah kesepakatan G-20) menteri keuangan negeri itu masih terus berusaha menekan counterpart-nya dari China agar menaikkan nilai tukar Yuan. Artinya Amerika masih merasa daya beli uangnya ketinggian sehingga tidak kompetitif dalam perdagangan global khususnya dengan China. Untuk kepentingan Amerika, US$ akan cenderung ditekan melemah ketimbang menguat.
3. Hari-hari ini Amerika tenggelam dalam hutang dan kewajiban-kewajiban yang besarnya 8 kali GDP mereka. Pemerintahan mereka saat ini juga terkenal pemerintahan yang boros dan tidak peduli dengan defisit anggaran. Tahun ini saja Obama akan membelanjakan US$ 3.5 trilyun untuk perbagai program populisnya.
4. Bila dalam suatu negara, produksinya tidak cukup untuk membayar hutang, kewajiban dan belanja yang terus membengkak, apa yang akan mereka lalukan ?. Mencetak uang dari awang-awang atau bahasa kerennya Quantitative Easing. Yang pertama sudah mereka lakukan dua tahun lalu untuk mencegah negeri itu terjun bebas dalam krisis, yang kedua para pengamat rata-rata sepakat akan segera mereka lakukan dalam waktu dekat.
5. Bila uang terus dicetak tanpa diimbangi oleh peningkatan produksi yang seimbang, pastilah nilai uang itu jatuh dan harga barang-barang yang dibeli dengan tersebut akan terus menanjak.
Jadi mumpung ada noise yang untuk sementara menurunkan harga emas dan otomatis juga Dinar, hari-hari ini Insyaallah menjadi hari-hari yang baik untuk mengamankan asset atau setidaknya men-diversifikasi-kan asset dari denominasi mata uang kartas yang rawan penurunan nilai – ke asset riil yang bebas dari pengaruh daya beli mata uang kertas.
Bila selama ini Anda bangga mempunyai tabungan dalam US$, asuransi jiwa dalam US$ dan juga bahkan Anda juga memegang uang kertas fisik yang juga US$; ketahuilah bahwa daya belinya terhadap emas terus nyungsep dan trend-nya memang nampaknya akan tetap nyungsep. Berlebihan kah saya ?, perhatikan grafik dibawah – InsyaAllah saya tidak berlebihan. InsyaAllah.
21 Oktober 2010
Akhir Currency War: Antara Resi Bisma dan Dewi Srikandi...?
Di malam menjelang perang Baratayudha terjadi, pasukan-pasukan dari pendukung Pandawa maupun Kurawa berkumpul di padang Kurusetra. Sebenarnya tidak semua orang ingin berperang, hati mereka bergetar dan bertanya-tanya mengapa perang harus terjadi ?. Resi Bisma yang dihormati oleh kedua belah pihak-pun sebenarnya berusaha mencegah perang, dia berusaha membagi tanah Astina dengan adil agar tidak terjadi perang - namun usulan agar Indraprasta dikembalikan ke Pendawa ditolak oleh Kurawa – maka demikianlah cerita perang Baratayudha tersebut dimulai.
Membaca berita-berita financial dunia akhir-akhir ini mengingatkan saya pada cerita tentang perang Baratayudha tersebut diatas yang dahulu suka saya baca sewaktu sekolah. Banyak sekali kemiripannya, bahkan suasana malam di Kurusetra menjelang peperangan tersebut seolah kini hadir dengan ‘Kurusetra’-nya berupa seluruh wilayah bumi.
Pidato gubernur bank sentral Inggris dihadapan para pengusaha menjelang keberangkatannya ke pertemuan para menteri keuangan G 20 akhir pekan ini misalnya mirip dengan kegundahan hati prajurit yang hadir di Kurusetra. Kepada para pebisnis yang berkumpul dia menyampaikan dampak dari currency war “setiap negara akan menderita kehancuran sebagai konsekwensinya...”.
Lantas siapa yang menjadi Resi Bisma ?, saya melihat Dollar paling pas dengan lakon Resi Bisma ini. Dia dihormati (baca : digunakan) oleh seluruh negara, tetapi ketika perang Baratayudha pecah dia menjadi panglima perang Kurawa. Meskipun sudah tua, dia sempat membuat prajurit Pendawa kucar-kacir. Ini mirip dengan kondisi negara-negara di dunia yang saat ini diombang-ambingkan oleh permainan nilai Dollar.
Siapa yang akan menghadapi Resi Bisma ?. Alkisah akhirnya pihak Pendawa mengirimkan Dewi Srikandi untuk melawan eyang Resi Bisma – lawan yang tidak diduganya akan muncul. Melihat Dewi Srikandi, mata Resi Bisma seolah melihat pesona Dewi Amba – yang dahulu pernah disakitinya dan kini menuntut balas.
Melihat kelengahan tersebut, Prabu Kresna segera memerintahkan Dewi Srikandi untuk segera memanah Resi Bisma. Panah Srikandi melesat, namun panah ini nampak tidak akan sampai menyentuh Resi Bisma. Perjalanan anak panah inipun terlihat oleh suami Srikandi yaitu Arjuna, maka Arjuna memanah pangkal anak panah Srikandi tersebut untuk memberi dorongan dari belakang agar anak panah Srikandi sampai ke dada sang Resi Bisma.
Lantas siapa pula yang akan memerankan Dewi Srikandi ini dalam currency war ?. Saya menjagokan emas atau Dinar. Emas atau Dinar adalah lawan yang tidak diantisipasi oleh Dollar – tetapi Dollar tahu takdirnya akan mati di tangan emas – seperti Resi Bisma yang konon tahu takdirnya akan mati ditangan wanita. Emas atau Dinar sekarang juga ibarat jelmaan Dewi Amba – yang dahulu disakiti Resi Bisma (US$) – karena Dollar sering mempermainkan emas sejak ditinggalkannya Bretton Wood tahun 1971.
Tetapi ‘panah’ emas atau Dinar saat ini masih terlalu lemah untuk sampai dapat memanah dada ‘Bisma’ Dollar sampai roboh. Lantas siapa yang akan memanah emas atau Dinar ini dari belakang, untuk mendorongnya agar sampai di dada ‘Bisma’ Dollar ?.
Beruntunglah kita, karena yang kita yakini kebenarannya bukan cerita pewayangan diatas, yang kita yakini adalah kebenaran janji Allah. Ketika Allah menjanjikan “...Wa Maa Romaita Idz Romaita Walaakinna Allaha Roma... ,”... dan bukan kamu yang melempar ketika kamu melempar, tetapi Allah-lah yang melempar.... (QS 8 :17) , maka tugas kita hanyalah mulai ‘melempar’...selanjutnya biarlah Allah yang meneruskan lemparan tersebut.
Bila currency war ini tidak bisa dicegah, maka di akhir currency war dunia akan butuh uang baru yang dipercayai oleh semua pihak. Bisa jadi ini scenario Allah untuk menggantikan uang yang tidak adil dengan uang yang adil, bisa jadi ini juga scenario Allah untuk ‘meneruskan’ lemparan-lemparan kecil yang kita semua sudah mulai lakukan.
Bebarengan dengan currency war ini, dikawatirkan dunia juga mengarah ke proteksionisme yang membawa pada kehancuran seperti yang dicemaskan oleh gubernur bank sentral Inggris tersebut diatas. Maka inipun bisa jadi adalah scenario Allah agar kita bisa mensyukuri nikmat yang ada - dengan mengolah potensi alam yang melimpah di sekitar kita.
Kita tidak ikut hadir di padang Kurusetra, bahkan kita juga tidak yakini akan keberadaannya – tetapi kita bisa mengambil pelajaran dari kesombongan, keserakahan dan berbagai kecurangan yang selalu terjadi dalam sejarah peradaban manusia. Di jaman modern ini, bentuk-bentuk kesombongan, keserakahan dan berbagai kecurangan tersebut terwakili oleh seluruh mata uang kertas yang kini sedang berkumpul di ‘padang Kurusetra’ – pada malam menjelang ‘perang Baratayudha’. Wa Allahu A’lam.
14 Oktober 2010
Gaji Dalam Dinar, Mengapa Tidak...?
Bagi Anda yang berpenghasilan US$ namun pengeluaran dalam Rupiah, setahun terakhir Anda mungkin merasakan uang Anda lebih cepat habis karena biaya hidup yang bertambah mahal. Hal ini adalah karena penghasilan Anda dalam US$ bila dikonversikan ke Rupiah setahun terakhir mengalami penurunan sekitar 5 % dari US$ 1 = Rp 9,450 (oct’ 09) ke US$ 1 = Rp 8,940 (oct’ 10). Tetapi bagi kita yang berpenghasilan Rupiah dan pengeluaran juga dalam Rupiah, mengapa biaya hidup juga tetap bertambah berat ?.
Inilah efek dari pengukuran relatif. Bila Anda mengemudi kendaraan mundur, kemudian disamping Anda ada mobil lain yang juga mundur dengan kecepatan lebih tinggi – maka mobil Anda terasa relatif berjalan maju ketimbang mobil lain yang mundur lebih cepat tersebut. Inilah yang terjadi mengapa para ekonom sekalipun, saat ini mengira bahwa Rupiah sedang menguat – tidak ada yang mengatakan melemah – dalam setahun terakhir karena acuannya selalu US$ - yang lagi melaju mundur dengan kecepatan lebih tinggi.
Untuk mengetahui kearah mana mobil Anda berjalan, tidak bisa membandingkannya dengan arah mobil lain yang juga sedang berjalan. Anda harus melihat ke-arah pohon, bangunan atau benda lain yang tidak bergerak, baru Anda tahu apakah mobil Anda sedang berjalan mundur atau maju.
Dalam hal mata uang seharusnya melemah atau menguatnya tidak diukur relatif terhadap mata uang lain, tetapi diukur dari daya belinya terhadap benda riil yang kita butuhkan. Ketika Rupiah saat ini dikatakan menguat sekitar 5 %, ternyata Indek Harga Konsumen (IHK) menunjukkan kenaikan sampai 5.8 % (year on year sept’09 – Sept’10 ).
Jadi menurut data resmi pemerintah sekalipun, beban biaya hidup kita semua setahun terakhir 5.8% lebih berat karena faktor inflasi ini. Inipun bisa jadi belum mencerminkan kenaikan biaya hidup yang sesungguhnya yang kita hadapi, karena perhitungan Indeks Harga Konsumen memang dihitung dari sejumlah barang yang belum tentu semuanya terkait langsung dengan yang kita butuhkan sehari-hari.
Sebagai pembanding, Dinar per pagi ini misalnya mengalami kenaikan diatas 23 % dibandingkan harga Dinar setahun terakhir seperti nampak pada grafik tahunan yang selalu tampil up-to date di situs ini, padahal pada periode yang sama data resmi inflasi masih akan di kisaran 6 % atau kurang.
Karena harga emas atau Dinar terbukti stabil untuk mengukur harga benda riil (kambing) selama lebih dari 14 Abad, maka harga emas-pun semestinya akurat untuk mendeteksi harga-harga benda riil lain yang menjadi kebutuhan kita sehari-hari hingga kini. Grafik dibawah menunjukkan perbandingan harga emas bila dihitung dengan data inflasi dengan harga emas riil di pasar.
Jadi beban hidup kita terasa berat semua selama setahun terakhir ini karena rata-rata penghasilan kita dalam Rupiah ataupun Dollar. Kemudian biasanya penghasilan ini disesuaikan (dinaikan) secara berkala oleh perusahaan – menyesuaikan tingkat inflasi. Namun karena tingkat inflasi ini belum tentu mencerminkan kenaikan harga yang sesungguhnya terhadap benda riil yang menjadi kebutuhan kita sehari-hari, maka bisa jadi kenaikan penghasilan secara reguler tersebut belum juga memadai untuk mengimbangi kenaikan harga-harga yang riil di pasar.
Lantas apa kira kira solusinya ?, agar win-win antara pekerja dengan pemberi kerja solusi yang terbaik adalah para pekerja bekerja lebih keras untuk meningkatkan produktifitas perusahaan/instansi tempatnya bekerja ; sedemikian rupa sehingga pemberi kerja yang adil akan mampu memberikan gaji dalam bentuk setara emas atau Dinar; atau kalau gaji masih dalam Rupiah/Dollar – kenaikan berkalanya merefer pada kenaikan harga emas.
Gaji dalam Dinar ...Siapa mau ?
12 Oktober 2010
Pasca Currency War : New Global Currency Atau Emas/Dinar...?.
Perang mata uang meskipun tanpa deklarasi resmi – diakui atau tidak oleh para pelakunya – faktanya kini tengah terjadi. Dan sebagaimana sejarah membuktikannya, perang pasti berakhir. Yang belum pasti adalah akan seperti apa akhir dari peperangan ini, seperti apa wajah dunia saat itu ?, seperti Hiroshima dan Nagasaki-kah ?. Bisa jadi demikian, maka berbagai pihak kini bersiap menghadapinya.
Melihat fakta sejarah, dimana Amerika tega dan nekat menjatuhkan bom atom Little Boy di atas Hiroshima (6/8/45) dan Fat Man di atas Nagasaki (9/8/45) yang keduanya membunuh sekitar 250,000-an orang tidak terkecuali bayi, wanita dan orang-orang jompo, maka untuk mengakhiri perang mata uang ini – sangat mungkin Amerika bisa melakukan hal yang nekat dan tega lagi – dengan mengorbankan kepentingan bangsa-bangsa lain di dunia.
Kondisinya sekarang adalah Amerika sudah geregetan dengan mitra-mitra dagang utamanya seperti China, Jepang, Korea, Thailand dan bahkan Swiss yang gemar melakukan intervensi pasar uang untuk menekan nilai mata uangnya. Dampak dari deficit perdagangan dengan negara-negara tersebut – yang di trigger oleh tidak competitive-nya US$, konon kini tingkat pengangguran di Amerika mencapai 17.1 % berdasarkan U6 Index terakhir dengan trend menaik.
Kali ini bukan bom atom yang akan dijatuhkan, tetapi bisa saja berupa apa yang disebut Quantitative Easing 2 (QE 2). Bila QE 1 yang mereka lakukan di puncak krisis 2008/2009 bersifat darurat untuk mencegah ekonomi negeri itu terjuh bebas, QE 2 ini akan menjadi alat Amerika untuk sembuh dari penyakit kronis dalam system ekonominya.
QE 2 yang akan berdampak pada penurunan nilai tukar US$ yang significant, bisa jadi akan menyembuhkan penyakit kronis negeri itu – tetapi akan menjadi musibah bagi negara-negara lain. Tidak hanya ekspor mereka ke Amerika menjadi tidak lagi kompetitif, tetapi juga kekayaan mereka (cadangan devisa) yang mayoritasnya masih dalam bentuk US$ - akan hancur nilainya.
Hikmahnya adalah dari puing-puing kehancuran perang mata uang ini, dunia akan belajar bahwa mereka tidak lagi bisa mengandalkan mata uang suatu negara untuk menjadi reserve currency. Ketika negara yang mata uangnya diandalkan untuk reserve currency tersebut berbuat sewenang-wenang terhadap uangnya, negara-negara lain di dunia yang terkena getahnya.
Maka beberapa otoritas keuangan dunia yang paham betul situasi yang dihadapi, mulai mewacanakan mata uang baru global yang tidak tergantung oleh mata uang suatu negara. Wacana ini misalnya teleh dilontarkan oleh pemimpin China maupun Perancis – meskipun keduanya menyangkal bahwa keduanya telah berkoordinasi sebelumnya.
Bahkan menteri keuangan Perancis Christine Lagarde baru-baru ini menyatakan bahwa Perancis akan menggunakan kesempatan G20 presidency mereka untuk mengganti Dollar. Secara specific dia mengusung Bancor yaitu gagasan mata uang global dari ekonom kondang Keynes di tahun 1940-an. Berbeda dengan Special Drawing Rights (SDRs) –nya IMF yang mendasarkan nilainya pada seklompok mata uang kuat dunia, Bancor mendasarkan nilainya pada sekelompok komoditi metal khususnya.
SDRs maupun Bancor nampaknya akan menjadi preferensi bank-bank sentral dunia untuk antisipasi dampak dari perang mata uang yang tengah berlangsung ini. Tetapi preferensi sentral bank tidak berarti juga preferensi pasar. Pasar akan lebih comfortable dengan emas sebagai uang global ketimbang SDRs maupun Bancor tersebut.
Pendapat bahwa emas akan lebih disukai sebagai uang global ini misalnya diungkapkan oleh Jims Rickards konsultan investasi terkenal yang kliennya tidak hanya dari kalangan korporasi swasta, investment banks dlsb., tetapi juga dari kalangan pemerintahan seperti national security and defense-nya Amerika.
Walhasil perang mata uang secara global ini nantinya akan menyisakan dua pihak saja di partai final yang akan bertarung, yaitu uang kertas global yang akan terwakili oleh SDRs, Bancor atau sejenisnya di satu pihak dan uang emas seperti Dinar dan sejenisnya di pihak yang lain.
Seperti pendapat Jim Rickards yang mewakili pasar, sudah barang tentu saya juga menjagokan uang emas khususnya Dinar yang akan keluar sebagai pemenang pada akhirnya. Emas atau Dinar sebagai uang yang fitrah selama ribuan tahun, tidak ada alasan untuk tidak menjadi uang kembali di masa kini dan masa mendatang.
Bagi Anda yang sudah mengenal Dinar sejak tiga tahun ini misalnya, beruntunglah Anda – bukan hanya karena nilainya telah berlipat dua atau lebih, tetapi juga karena Anda telah melangkah lebih dahulu – mendahului jamannya - jaman uang kembali ke emas (Dinar) atau perak (Dirham). Wa Allahu A’lam.
08 Oktober 2010
Ini Bukan Perang Kita, Mengapa Kita Harus Jadi Korban...?
Dari sejarah kita tahu, yang berperan men-trigger Perang Dunia II (PD II) adalah serangan kolosal 353 pesawat-pesawat tempur Jepang ke pangkalan angkatan laut Amerika di Pearl Harbor, Hawaii pagi hari 7 Desember 1941. Setelah serangan ini, esuk harinya Amerika secara resmi mengumumkan perang terhadap Jepang yang kemudian menjadi awal dari rangkaian PD II. Bisa jadi Jepang juga akan men-trigger ‘Perang Dunia III’ lagi, tetapi kali ini tidak dengan serangan militer, tetapi dengan intervensi finansial.
Gejala-gejala ‘perang’ di dunia financial ini pernah saya ingatkan melalui tulisan tanggal 24 Agustus 2010, saat itu harga emas dunia masih berada di angka US$ 1,226/Oz. Kini tidak sampai enam minggu kemudian harga emas berada di kisaran US$ 1,348/Oz atau naik hampir 10%. Harga ini berkemungkinan terus naik karena ‘perang’ baru saja dimulai.
Adalah Jepang yang memulainya secara terbuka melalui menteri keuangannya Yoshihiko Noda yang baru-baru ini mengumumkan bahwa mereka akan melakukan decisive steps termasuk intervention bila perlu terhadap foreign exchange market. Karena intervensi ini tidak dilakukan Jepang dalam enam tahun terakhir, maka tidak heran bank-bank central lainnya tentu mulai pasang kuda-kuda terhadap deklarasi terbuka dari Jepang ini.
Diantara negara-negara yang akan terkena ‘serangan’ Jepang ini langsung maupun tidak langsung, ada yang meresponsenya dengan diam-diam seperti yang dilakukan Swiss Nation Bank dengan membeli milyaran Euro agar nilai tukar Swiss Franc terhadap Euro rendah – agar ekonominya tetap kompetitif. Ada pula yang mulai mengangkatnya menjadi issue serius dan provokasi terbuka seperti yang dilakukan China dan Amerika.
Apa dampak dari perang terbuka di dunia financial ini bagi kehidupan (ekonomi) kita ?. Saat ini pasar uang dunia nilainya sekitar US$ 4 trilyun per hari , sedangkan nilai kapialisasi stock market di seluruh dunia totalnya sekitar US$ 36 trilyun. Artinya bila seluruh nilai saham yang diperdagangkan di dunia dikumpulkan jadi satu, ini hanya setara dengan 9 hari perdagangan di pasar uang.
Nah sekarang pasar uang yang juga merupakan pasar terbesar di dunia tersebut rame-rame di intervensi oleh berbagai kekuatan besar yaitu bank-bank central masing-masing negara dengan saling menurunkan daya beli uangnya agar lebih competitive ekonominya satu sama lain, maka bisa dibayangkan dampak kerusakan yang bisa ditimbulkannya.
Dalam skala sangat mikro saja, persaingan antar tukang cukur yang pernah saya tulis dalam tulisan saya hampir setahun lalu berakibat konyol pada para pelakunya – apa jadinya bila hal ini dilakukan oleh para pengelola mata uang fiat dunia.
Namun kekonyolan ini tidak akan nampak bila kacamata yang kita gunakan adalah sesama uang fiat. Ketika uang fiat-uang fiat tersebut tenggelam bersama – maka hanya kacamata emas/Dinar yang bisa melihat bahwa uang fiat sedang tenggelam. Hari-hari ini misalnya kita melihat harga emas melejit dan sempat diperdagangkan diatas US$ 1,350/Oz semalam, tetapi sejatinya bila dilihat dengan timbangan emas - bukan harga emas-nya yang naik – tetapi mata uang US$ (dan juga mata uang fiat lainnya) yang sedang tenggelam.
Bersamaan dengan tenggelamnya daya beli uang fiat, seluruh asset kita yang dinilai dalam denominasi mata uang fiat ikut pula tenggelam. Asset-asset ini (baik dalam US$ , Rupiah maupun mata uang kertas lainnya) bisa berupa dana pensiun, nilai asuransi, nilai saham, deposito, reksadana, tabungan dan berbagai asset lain yang tidak bersifat intrinsik.
‘PD III’ di dunia finansial tersebut akan menghancurkan asset finansial kita semua, tetapi insyaAllah tidak akan menyentuh asset-asset fisik seperti rumah, tanah, kebun, ternak, pabrik dlsb. dan tentu juga tidak menyentuh emas/Dinar dan perak/Dirham Anda.
Lantas bagaimana agar kita tidak menjadi korban ‘PD III’ tersebut diatas ?, pertahankan seminimum mungkin asset yang bersifat finansial semata – sebatas seperlunya, selebihnya amankan dalam bentuk asset atau investasi sektor riil yang nilainya ditentukan oleh intrinsik-nya, asset yang nilainya tidak bisa menjadi target dalam peperangan finansial yang nampaknya telah dimulai.
Kita tidak perlu terlibat dalam perang global di dunia finansial ini, dan tentu saja kita tidak mau menjadi korbannya. InsyaAllah.
06 Oktober 2010
Harga Emas Melejit : Seberapa Tangguh Dinar Real Time Engine Kita...?
Tanpa terasa sudah lebih dari dua tahun engine yang kami pakai untuk menghitung nilai tukar Dinar secara real time beroperasi sejak kami perkenalkan. Dari waktu ke waktu algorithm dan sumber data kami review untuk make sure bahwa hasil-hasil perhitungan harga Dinar real time ini tidak ngaco, lebih-lebih pada saat harga emas dunia melejit seperti dalam dua hari terakhir.
Pagi ini ketika harga di perhitungan engine kami tersebut mencapai angka Rp 1,666,770 /Dinar; sekali lagi kami review engine tersebut – apakah hasil perhitungannya sudah benar ? Apakah harga Dinar kami ini tidak ketinggian ? dst. Meskipun confident dengan hasil perhitungan tersebut, tidak segan kami melakukan check and recheck. Berikut adalah poin-poin yang antara lain kami check :
1) Kami check kenaikan harga Dinar ini apakah proporsional dengan kenaikan harga emas dunia, setelah memperhitungkan nilai tukar Rupiah.
2) Kami check apakah sumber data harga emas dunia yang kami pakai memberikan masukan data yang in-line dengan data-data publik yang ada seperti Kitco dlsb. Untuk diketahui, kami selalu menggunakan dua dari tiga sumber data real time yang kami miliki – jadi bila ada masalah dengan salah satu sumber data tersebut – engine kami akan selalu mengambil yang tidak bermasalah atau yang memberikan data secara konsisten.
3) Kami check dan bandingkan pula dengan harga Dinar emas yang available dari negara lain. Tidak dari provider di Indonesia untuk menghindari subjektivitas persaingan yang tidak perlu, bagi kami penyedia Dinar lain di Indonesia adalah sparring partner dalam rangka fastabihul khairat – bukan pesaing.
Untuk poin pertama, pembaca juga dapat melakukan sendiri karena semua data baik harga Dinar real time maupun harga emas dan nilai tukar yang diperlukan tersaji di situs ini . Data-data tersebut ter-updated otomatis setiap 6 jam untuk transaksi , setiap 10 menit untuk data grafis deteksi trend harga, dan real time untuk harga emas dunia dan exchange rate.
Untuk poin kedua tidak bisa kami share secara angka karena menyangkut Intellectual Property Right (IPR), tetapi out-put-nya berupa harga emas dunia yang tersaji di situs ini dapat dibandingkan langsung dengan data publik yang ada seperti dari Kitco.com. Tidak akan sama persis dengan data Kitco.com misalnya, karena seperti yang kami jelaskan diatas – data kami adalah dua dari tiga data yang available secara konsisten.
Untuk poin ketiga, alhamdulillah sekarang saudara-saudara kita di Malaysia melalui World Islamic Mint Malaysia; dan Abu Dhabi melalui World Islamic Mint-nya juga mulai meng-up-date harga Dinar setiap hari. Meskipun tidak sesering yang dilakukan otomatis oleh engine kami yaitu setiap 6 jam, up-date yang mereka lakukan sekali setiap 24 jam ( setiap jam 15 waktu London) cukup memadai untuk kita gunakan sebagai pembanding. Melalui link-link yang saya berikan tersebut diatas, Anda juga dapat melakukan analisa perbandingan ini sendiri.
Untuk pagi ini misalnya, ketika harga Dinar di tempat kami menunjukkan angka Rp 1,666,770 ; di WIM Malaysia menujukkan harga RM 627 atau kalau di Rupiahkan menjadi Rp 1,806, 199,-. Akhir pekan lalu ketika harga kami berada di angka Rp 1,627,600 ; angka mereka berada di RM 614 atau bila di Rupiah-kan menjadi Rp 1,780,600. Jadi secara persistent harga Dinar di Malaysia lebih mahal dari harga Dinar GeraiDinar.
Demikian pula dengan harga Dinar versi WIM Abu Dhabi dalam USD dan Euro. Dari kami pembanding yang kami gunakan adalah harga Dinar kami dalam USD dan Euro yang selalu tersaji otomatis di M-Dinar. Per pagi ini harga Dinar kami dalam USD adalah USD 185.06 dan dalam Euro adalah EUR 133.77 ; Anda dapat bandingkan langsung dengan harga WIM Abu Dhabi yang masing-masing menunjukkan harga pada USD 200.05 dan EUR 145.07. Dari data yang kami amati sejak pekan lalu, kami juga jumpai harga dari WIM Abu Dhabi secara persistent lebih mahal dari harga Dinar dalam USD dan EUR-nya GeraiDinar/M-Dinar.
Memang harga-harga kami yang persistent dibawah harga di Malaysia misalnya, berpotensi membawa masalah tersendiri dalam kaitan stock availability Dinar. Dinar dengan kwalitas tinggi kami yang di produksi oleh Logam Mulia dan terakreditasi dengan LBMA (London Bullion Market Association), bisa saja tiba-tiba diborong oleh orang-orang Malaysia karena harga yang lebih rendah tersebut. Bila ini terjadi maka akan ada kelangkaan Dinar LM di dalam negeri kita.
Untuk mencegah aliran Dinar keluar ini, sementara waktu kami tidak akan menaikkan harga Dinar real time ini dengan mengubah algorithm di engine kami misalnya – tetapi kepada seluruh agen dan pengguna Dinar agar aware – bila ada arus pembelian Dinar dalam sekala besar.
Bila nantinya risiko Dinar lari keluar negeri tersebut menjadi imminent (semakin nyata untuk terjadi) , maka tidak tertutup kemungkinan engine Dinar real time tersebut kami sesuaikan dengan harga-harga Dinar fisik yang ada di Malaysia, Abu Dhabi dlsb.
Jadi untuk sementara ini, setelah dua tahun lebih berjalan engine Dinar real time masih kami anggap cukup tangguh untuk menghasilkan harga Dinar yang akurat dan terjangkau oleh konsumen pengguna di Indonesia – meskipun memberikan harga Dinar fisik yang persistent lebih rendah dari harga Dinar di negara lain. Memang ada harga Dinar elektronis yang lebih murah seperti di e-Dinar, tetapi di situs mereka ini bila Anda membeli Dinar fisik – harga yang dijual adalah harga Dinar fisik WIM Abu Dhabi tersebut diatas – jadi tetap lebih mahal bila dibandingkan apple to apple dengan Dinar fisik GeraiDinar.
Semoga Allah memudahkan langkah kita untuk amal Shaleh yang diridloiNya
Disclaimer
Meskipun seluruh tulisan dan analisa di blog ini adalah produk dari kajian yang hati-hati dan dari sumber-sumber yang umumnya dipercaya di dunia bisnis, pasar modal dan pasar uang; kami tidak bertanggung jawab atas kerugian dalam bentuk apapun yang ditimbulkan oleh penggunaan analisa dan tulisan di blog ini baik secara langsung maupun tidak langsung.
Menjadi tanggung jawab pembaca sendiri untuk melakukan kajian yang diperlukan dari sumber blog ini maupun sumber-sumber lainnya, sebelum mengambil keputusan-keputusan yang terkait dengan investasi emas, Dinar maupun investasi lainnya.