Bila dilihat dari sisi ekonomi, khususnya dalam bentuk pendapatan per kapita memang seolah terjadi peningkatan yang luar biasa. Pendapatan per kapita rakyat Indonesia tahun 1998 adalah sekitar US$ 1,200; melonjak tiga kalinya tahun lalu menjadi di kisaran US$ 3,600. Tetapi mengapa rakyat tidak merasa tambah makmur ?, ya karena daya beli uang yang dipakai untuk mengukur kesejahteraan tersebut terus merosot – baik itu Rupiah maupun US$.
Harga emas dunia tahun 1998 di kisaran US$ 300/Ozt, naik lebih dari 5 kalinya menjadi di kisaran US$ 1,600/Ozt tahun lalu. Dinar pada awal tahun 1997 adalah di kisaran Rp 130,000; kemudian melonjak pada saat krismon 1998 menjadi di kisaran Rp 400,000 dan kini juga melonjak lebih dari lima kalinya sejak 1998 – menjadi di kisaran Rp 2,200,000.
Kalau kita gunakan indikator harga emas atau Dinar sebagai cerminan inflasi harga barang-barang – karena Dinar terbukti setara 1 ekor kambing Qurban selama 1,400 tahun lebih, maka dengan mudah kita bisa memahami mengapa mayoritas rakyat tidak mengalami perbaikan kesejahteraan setelah 14 tahun era reformasi. Pendapatan rata-rata mereka naik tiga kalinya, tetapi harga barang-barang naik lima kalinya !.
Ini baru dari satu sudut pandang saja yaitu sudut pandang ekonomi. Bagaimana dengan sudut pandang yang lain seperti politik, sosial, disiplin masyarakat, kepatuhan hukum, keimanan dlsb. apakah lebih baik ?, biarlah para peneliti dan diri kita sendiri yang menjawabnya dengan jujur.
Ada do’a yang indah yang rata-rata dicantumkan di halaman akhir Al-Qur’an yaitu Do’a Khatmil Qu’ran, yang penggalan artinya kurang lebih ada yang berbunyi begini :
“Ya Allah…, jadikalnlah kehidupan hamba agar senantiasa lebih baik…Ya Allah jadikanlah umur terbaik hamba di ujungnya, jadikanlah amal terbaik hamba di penutupnya…”.
Tetapi tentu ber-do’a harus diberengi dengan ikhtiar agar kehidupan kita bener-bener bisa senantiasa lebih baik. Bila faktanya selama 14 tahun rata- rata kita tidak lebih baik, bisa jadi karena kita kurang berusaha, kurang berdo’a atau bahkan kurang keduanya.
Masalah yang sama misalnya harga BBM, tetap selalu disikapi sama oleh pemerintah dan oleh rakyat. Pemerintah selalu ber-argumen tidak punya jalan lain kecuali menaikkan BBM, sedangkan rakyat menjerit karena setiap kali kenaikan BBM selalu diikuti oleh lonjakan beban biaya hidup. Bila tidak ada perbaikan dalam hal ini, maka sampai kapanpun akan terus begini, pemerintah tidak memiliki solusi (selain dengan menaikkan harga !) dan rakyat yang harus menanggung beban akibatnya.
Pertanyaannya apakah benar tidak ada solusi itu ?, bukankah Allah selalu menjanjikan jalan keluar bagi orang yang tertakwa (QS 65:2). Apakah kita belum termasuk kelompok orang-orang yang yang dijanjikan jalan keluar tersebut ?. Bisa jadi ini juga masalahnya. Ada prasyarat untuk mencapai derajat takwa ini yaitu Iman, itulah sebabnya penyebutan takwa tidak mendahului penyebutan Iman. “Barang siapa beriman dan bertakwa…”, bukannya “barang siapa bertakwa dan beriman”. Yang diwajibkan berpuasa untuk menjadi orang bertakwa-pun hanya orang-orang yang beriman (QS 2 :183), yang tidak atau belum beriman tidak diwajibkan berpuasa !.
Jadi sebenarnya orang tidak bisa hidup secara sekuler, melupakan iman ketika lagi beraktifitas ekonomi, politik, sosial, budaya dlsb. seolah iman hanya ada di masjid-masjid dan mushola-mushola. Bila kita melupakan iman, kita tidak akan pernah sampai ke derajat takwa karena prasyaratnya tidak terpenuhi. Bila kita tidak sampai derajat takwa, maka tidak berlaku janjiNya di QS 65:2 bahwa pasti ada jalan keluar bagi seluruh permasyalahan hidup kita !.
Agar kehidupan kita selalu lebih baik, kita harus terus belajar memperbaikinya. Belajar juga harus dengan kurikulum yang benar agar sesuai dengan tujuannya, kurikulum inilah yang saya sebut sebagai Kurikulum Kehidupan. Bila kita ingin perbaiki ekonomi, maka tentu kita harus kuasai itu seluk beluk eknomi yang baik. Bila kita ingin perbaiki politik, maka kita juga harus membangun budaya politik yang baik, dlsb.
Tetapi itu semua tidak cukup bila Iman kita tidak bertambah baik dari waktu kewaktu. Maka di antara kurikula kehidupan itu, ada kurikulum wajibnya yaitu kurikulum Iman. Agar kemudian insyaallah kita bisa mencapai derajat takwa, agar kita diberi jalan keluar dari setiap permasalah kehidupan dan agar ketika kita menghadapNya, kita dalam kondisi beramal terbaik kita.
Lantas dimana kita bisa menempuh pembelajaran berkelanjutan dengan kurikulum Iman ini ?. Anda bisa belajar dari para ustadz atau guru ngaji yang mumpuni di sekitar Anda, bila kesulitan memperolehnya – insyaallah dalam waktu satu dua bulan kedepan kita akan me-launch pembelanjaran keimanan bagi masyarkat luas yang kami sebut Quantum Iman. Program ini nantinya bisa dijalankan secara massal di kantor-kantor, instansi-instansi, di tempat-tempat kursus, di sekolah-sekolah, di perguruan tinggi…., dimana saja pembelajaran Iman itu di perlukan. InsyaAllah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
silakan masukkan komentar dan pertanyaan anda disini