Selama
dua puluh tahun terakhir, setidaknya saya melihat tiga kali penurunan
besar di pasar saham yaitu selama krisis 1997-1998 (turun 38%), krisis
di awal reformasi tahun 2000 (turun 42%) dan terakhir pengaruh krisis
finansial global tahun 2008 (turun 51%).
Pada
periode yang sama, harga emas atau dalam hal ini saya setarakan Dinar
mengalami dua kali penurunan besar yaitu tahun 1999 (turun 27%) dan yang
sekarang sedang terjadi (sudah turun 14% dari harga tertingginya 2011).
Apa Penyebabnya ?
Kenaikan
harga saham mestinya sejalan dengan pertumbuhan perusahaan-peusahaan
yang tercatat di bursa saham. Karena yang tercatat di bursa saham
umumnya perusahaan-perusahaan besar yang memegang peran penting pada
ekonomi suatu negara, maka pertumbuhan bursa saham mestinya juga seiring
dengan pertumbuhan ekonomi negeri yang bersangkutan.
Bila
pertumbuhan ekonomi rata-rata misalnya 6 %, tetapi Index Harga Saham
Gabungan melonjak jauh di atas angka ini, maka bisa jadi kenaikan ini
bukan karena faktor fundamental – tetapi lebih karena faktor sentimen
pasar yang dengan mudah akan terkoreksi bila sentimen tersebut berbalik
arah. Itulah umumnya yang terjadi pada setiap penurunan besar di bursa
saham yang tercermin dalam grafik tersebut di atas.
Bila
saham mestinya seiring dengan pertumbuhan ekonomi, tidak demikian
dengan harga emas. Emas berada di pasar komoditi dan emas juga merupakan
cermin dari harga barang-barang. Oleh karenanya kenaikan harga emas,
seharusnya mencerminkan kenaikan harga barang-barang pada umumnya. Atau
dengan kata lain kenaikan harga emas mestinya sejalan dengan inflasi.
Bila kita asumsikan inflasi rata-rata itu juga hanya 6 %, maka kenaikan harga emas yang terlalu tinggi -
seperti yang sempat mencapai kenaikan 53 % dari 2010 ke 2011- bukan
merupakan kenaikan yang didukung oleh faktor fundamental yang wajar.
Pendorongnya lebih banyak karena faktor sentimen pasar.
Dalam hal harga emas sentimen pasar yang melonjakkan harga emas itu adalah kebijakan Quantitaive Easing
(QE) dari the Fed-nya Amerika Serikat. Kebijakan QE 1 yang dilakukan
Amerika tahun 2008 membuat harga emas melonjak 33 % di tahun 2008, QE 2
yang dilakukan tahun 2010 membuat harga emas melonjak 53 % di tahun
2011. QE 3 di tahun 2012 belum sempat mengangkat pasar ketika isu
dihentikannya program QE mulai merebak di pasar.
Sebagaimana
sentimen QE melonjakkan harga emas selama 2008- 2011, maka ketika
sentimen QE ini menghilang, harga emas seperti roket yang terhempas
jatuh karena hilangnya daya dorong - itulah yang terjadi saat ini di
pasar emas dunia tidak terkecuali Indonesia !
Lantas Apa Yang Perlu Kita Lakukan ?
Lagi-lagi
kita bisa belajar dari saudara tua pasar emas yaitu pasar saham. Para
pemain baru – yang umumnya individu – di pasar saham, mereka panik
ketika harga saham jatuh. Dalam kondisi ini mereka justru menjual saham
dan meninggalkan pasar saham, mereka inilah yang paling merugi karena
yang tadinya baru potential loss (ketika harga saham jatuh) diubah menjadi actual loss (ketika saham dijual pada saat harga jatuh).
Pemain-pemain yang bersifat long term – umumnya perusahaan-perusahaan yang memiliki track record panjang di bursa saham – mereka mencatat dan memperhitungkan potential loss ini – tetapi mereka tidak meng-actual-kan loss-nya
karena mereka tidak menjual ketika harga saham jatuh. Karena
perpektifnya yang lebih jauh, mereka-mereka inilah yang diuntungkan
ketika terjadi rebound di pasar saham seperti yang terjadi dalam 5 tahun terakhir – sejak kejatuhannya di tahun 2008.
Maka demikian pula yang bisa dilakukan oleh para pengguna emas atau Dinar. Penurunan yang significant sekarang tentu menjadi potential loss bagi emas atau Dinar Anda (terutama yang membelinya ketika harga tinggi di tahun 2011 dan sesudahnya), tetapi potential loss ini baru akan menjadi kerugian yang sesungguhnya – actual loss – bila Anda menjual selagi harga emas rendah seperti sekarang ini.
Bila Anda bertahan sekarang untuk perspektif jangka panjang, maka ketika harga emas rebound – InsyaAllah Anda pula yang akan diuntungkan.
Apakah Harga Emas Masih Akan Turun Terus ?
Untuk
jangka pendek kemungkinan itu tentu ada karena seperti roket yang
kehilangan daya dorong tersebut di atas. Namun sama dengan harga saham
yang jatuh berkali-kali-pun tetap bisa bangkit kembali karena sejauh
ekonomi suatu negara tetap tumbuh, harga saham mestinya juga tetap bisa
tumbuh (kembali) – sejalan dengan pertumbuhan ekonomi.
Demikian
halnya dengan harga emas, sejauh inflasi atau kenaikan umum harga
barang-barang masih terjadi di suatu negeri – maka emas tidak
terkecuali, dia akan ikut naik sejalan dengan inflasi itu.
Meskipun
saya gunakan pembelajaran dengan harga saham untuk memahami penurunan
harga emas kali ini, tidak berarti lantas saya menganjurkan investasi
saham dan produk-produk turunannya meskipun sekarang lagi sangat
menggiurkan hasilnya. Karena bila koreksi itu terjadi seperti yang
pernah terjadi 3 kali dalam dua dasawarsa terakhir, maka koreksi itu
akan menyakitkan – sebagaimana yang kita alami kini untuk koreksi harga
emas.
Tetapi
apakah emas lebih baik ?, mungkin ini subjektif tetapi agar tidak
subjektif silahkan perhatikan kinerja keduanya di grafik tersebut di
atas – dan Anda bisa tarik kesimpulan Anda sendiri. Saya tidak pernah
mengatakan bahwa investasi emas itu adalah investasi terbaik, karena
emas bukan instrumen investasi yang sesungguhnya – emas lebih merupakan
instrumen untuk mempertahankan nilai.
Lantas Apakah Investasi Terbaik Itu ?
Yang
terbaik adalah investasi yang tidak hanya berorientasi untung rugi,
yang tidak terbatas pada penciptaan nilai (value creation) , yang
terbaik adalah investasi yang membawa misi dan membangun nilai-nilai.
Seperti apa bentuk konkritnya ?.
Bayangkan
kalau Anda berinvestasi pada lahan, kemudian di atas lahan tersebut
Anda tanami dengan tanaman pangan yang akan dibutuhkan untuk umat
sekarang dan yang akan datang. Setiap Anda datangi lahan tersebut dan
menyirami tanaman diatasnya, Anda niatkan untuk memberi makan di hari
kelaparan – memberi makan bagi dunia. Maka seperti inilah investasi
terbaik itu, jenisnya bisa sangat banyak dan ada di berbagai bidang –
tidak harus pertanian.
Intinya adalah sektor riil yang menciptakan lapangan kerja, meng-create
produk, memberi solusi atas masalah yang ada di masyarakat, memenuhi
segala kebutuhan manusia di jaman ini dan nanti. InsyaAllah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
silakan masukkan komentar dan pertanyaan anda disini