Oleh : Endy Kurniawan
Dengan bahan instrinsik emas, Dinar bertabiat sama dengan emas itu
sendiri. Nilainya tetap sejak jaman Rasulullah SAW 14 abad yang lalu,
yakni 1 Dinar mampu membeli seekor kambing hingga saat ini. Ini juga
sejalan dengan fakta sejarah dimana emas dalam kondisi naik dan turun
yang seimbang dengan pergerakan harga seluruh komoditas utama di muka
bumi, seperti minyak dan bahan pokok lain.
Sebagaimana hadits Rasulullah SAW : “Ali bin Abdullah menceritakan
kepada kami, Sufyan menceritakan kepada kami, Syahib bin Gharqadah
menceritakan kepada kami, ia berkata : Saya mendengar penduduk bercerita
tentang ‘Urwah, bahwa Nabi SAW memberikan uang satu Dinar kepadanya
agar dibelikan seekor kambiing untuk beliau; lalu dengan uang tersebut
ia membeli dua ekor kambing, kemudian ia jual satu ekor dengan harga
satu Dinar. Ia pulang membawa satu Dinar dan satu ekor kambing, Nabi SAW
mendoakannya dengan keberkatan dalam jual belinya ‘seandainya Urwah
membeli tanah pun, ia pasti beruntung” (HR Bukhari)
Interpretasi sederhana hadits diatas adalah bahwa tak mungkin
Rasulullah SAW yang adil memberikan bekal uang yang tak mencukupi untuk
membeli 1 ekor kambing. Beliau tahu harga pasar untuk seekor kambing
adalah 1 Dinar. Urwah adalah orang yang cakap berdagang, sehingga dia
bisa mendapatkan 2 ekor kambing dengan 1 Dinar itu, kemudian menjual
kembali 1 kambing tersebut dengan harga 1 Dinar. Jadi seharusnya 1 Dinar
akan habis untuk membeli 1 kambing, Urwah malah membawa 1 kambing dan 1
Dinar. Itu sebabnya Rasul SAW memuji dan mendoakan kemampuannya dalam
berdagang itu.
Umat Islam sendiri mungkin telah lalai dengan catatan emas masa
lalunya, termasuk di dalamnya kedigdayaan ekonomi yang ditopang oleh
Dinar sebagai alat tukar. Sejak jaman Nabi Muhammad SAW hingga Dinasti
Ustmani tak sampai seabad lalu, Islam hanya mengenal uang emas dan
perak, uang kertas tak dikenal sama sekali. Uang kertas yang ada
sekarang bukanlah produk peradaban Islam. Karena itu, wajar apabila
terjadi krisis di mana-mana.
Dinar dan Dirham pada jaman Rasulullah telah mulai digunakan meski
tak ada standarisasi bentuk dan cetakannya, dan digunakan untuk
transaksi dengan nilai yang sama dengan barang yang dijual belikan. Pada
jaman khalifah Umar ibn Khattab, Dirham yang diadopsi dari Persia dan
Dinar dari Romawi kemudian dicetak secara khusus sebagai unit of account oleh negara, dengan standar yang kita kenal hingga sekarang yaitu : Dinar Emas adalah 4,25 gram emas 22 Karat dan Dirham adalah perak murni dengan berat 2,975 gram.
Dengan berbagai pasang surut, Dinar dan Dirham digunakan dalam silih
bergantinya kehalifahan Islam. Dan ekonomi di negeri-negeri Islam
berjalan baik. Bahkan pada tahun 774, Inggris menggunakan mata uang
pertamanya yang merupakan jiplakan langsung dari Dinar Islam lengkap
dengan tulisan LAA ILAAHA ILLALLAH, MUHAMMAD RASULULLAH, kecuali ada
tulisan OFFA REX pada satu sisinya. Waktu itu Inggris dipimpin Raja
Offa. Inilah fase ketika Islam menjadi cahaya penerang bangsa-bangsa,
seluruh konsep ekonomi diadopsi mentah-mentah oleh barat.
Hingga babak terakhir berkuasanya peradaban Islam misalnya, dunia
masih mencatat bahwa Kekhalifahan Turki Ustmani yang berdiri sejaman
dengan Inggris sebagai wakil dunia barat, lebih mampu mempertahankan
stabilitas harga. Ini jelas membuktikan bahwa selain sistem ekonomi yang
bebas riba, mata uang yang yang dipakai dunia Islam yaitu Dinar (emas)
dan Dirham (perak) memiliki stabilitas daya beli yang baik.
Dengan demikian, hijrah kembali ke Dinar dan Dirham saat ini bisa
bermakna ganda, yaitu secara ekonomis maupun secara dakwah, karena ada
kepentingan syiar Islam di dalamnya.
Pertama, secara ekonomis, karena emas yang menjadi kandungan
utama Dinar maupun perak untuk Dirham adalah logam berharga dan mulia,
sehingga memiliki atau menyimpannya berarti investasi dengan
mengharapkan berlipatnya nilai keuntungan, sekaligus hedging /
melindungi nilai harta kita dari kikisan virus-virus keuangan seperti
inflasi dan turunnya nilai tukar terhadap mata uang asing.
Kedua, kepentingan dakwah / syiar, karena bagian dari upaya
kembali ke kemurnian dan keaslian Islam itu sendiri. Menyimpan harta
dalam bentuk Dinar dan Dirham adalah bagian dari persiapan menyambut
kembalinya kejayaan Islam, dengan praktek-praktek ekonomi yang syar’i di
dalamnya. Salah satunya adalah penggunaan Dinar dan Dirham sebagai alat
tukar.
Sembari menyambut datangnya waktu suatu saat nanti Dinar menjadi alat tukar (medium of exchange), maka sekarang yang bisa kita lakukan adalah menjadikan Dinar sebagai unit of account dan store of value.
Pergerakan Harga Dinar 24 Jam
Dinar dan Dirham
21 Februari 2015
Langganan:
Postingan (Atom)
Disclaimer
Meskipun seluruh tulisan dan analisa di blog ini adalah produk dari kajian yang hati-hati dan dari sumber-sumber yang umumnya dipercaya di dunia bisnis, pasar modal dan pasar uang; kami tidak bertanggung jawab atas kerugian dalam bentuk apapun yang ditimbulkan oleh penggunaan analisa dan tulisan di blog ini baik secara langsung maupun tidak langsung.
Menjadi tanggung jawab pembaca sendiri untuk melakukan kajian yang diperlukan dari sumber blog ini maupun sumber-sumber lainnya, sebelum mengambil keputusan-keputusan yang terkait dengan investasi emas, Dinar maupun investasi lainnya.