Pergerakan Harga Dinar 24 Jam

Dinar dan Dirham

Dinar dan Dirham
Dinar adalah koin yang terbuat dari emas dengan kadar 22 karat (91,7 %) dan berat 4,25 gram. Dirham adalah koin yang terbuat dari Perak Murni dengan berat 2,975 gram. Khamsah Dirham adalah koin yang terbuat dari Perak murni dengan berat 14,875 gram. Di Indonesia, Dinar dan Dirham diproduksi oleh Logam Mulia, unit bisnis dari PT Aneka Tambang, Tbk, dan oleh Perum PERURI ( Percetakan Uang Republik Indonesia) disertai Sertifikat setiap kepingnya.

27 Desember 2012

Uni Lanx - Universal Unit of Account – Timbangan Yang Adil…

Ketika Byzantine atau Romawi Timur memperkenalkan uang emas Denarius sekitar dua abad sebelum Masehi, saat itu dunia belum mengenal system angka decimal. System angka decimal baru diperkenalkan ke dunia oleh ahli ilmu hitung Islam Muhammad ibn Musa Al-Khwarithmi sekitar seribu tahun kemudian yaitu di abad ke 9 Masehi. Dari nama Al-Khwarithmi inilah kemudian muncul system angka nol dan algoritma yang banyak digunakan di dunia pemrograman komputer hingga kini.

Ketika ketetapan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam – kemudian menggunakan Dinar (nama yang digunakan di Islam, nama yang juga disebutkan di Al-Qur’an), saat itupun system angka decimal belum dikenal. Sehingga pembagian pecahan masih terbatas ½, ¼, 1/6, 1/8 dst.

Karena keterbatasan pecahan Dinar ini, penggunaan Dinar saat itu juga masih terbatas. Dinar lebih banyak digunakan untuk transaksi-transaksi yang bernilai besar – atau dalam bahasa ekonomi sekarang adalah transaksi barang modal atau transaksi komersial. Sedangkan yang digunakan untuk transaksi barang konsumsi adalah Dirham, Daniq (1/6 Dirham) dan kemudian juga fulus – yaitu alat tukar selain emas (Dinar) dan perak (Dirham).

Selama beberapa abad kemudian, banyak terjadi debasement atau penurunan nilai/kadar emas dalam Dinar atau perak dalam Dirham, fulus-pun dicetak para penguasa secara tidak terkendali sehingga masyarakat banyak dirugikan oleh penurunan daya beli – yang sekarang kita sebut inflasi.

Maka di akhir abad 11 M sampai awal abad 12 M, ulama besar yang hidup saat itu yang dikenal dengan panggilan Hujjatul Islam Muhammad Al-Ghazali, banyak mengajak umat untuk kembali ke Islam yang benar. Berbagai ilmu ke-Islaman dia tulis dan salah satu yang paling terkenal adalah Ihya’u Ulumuddin atau Menghidupkan (Kembali) Ilmu Agama.

Kitab ini sangat luas bahasannya, termasuk di antaranya adalah upaya Al-Ghazali untuk mengajak masyarakat untuk kembali pada timbangan muamalah yang adil yaitu emas (Dinar) dan perak (Dirham). Berikut adalah cuplikan pemikiran Al-Ghazali yang diambil dari penafsiran Mufti Taqi Uthmani (Chairman of Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institutions, AAOIFI Bahrain – rujukan utama lembaga-lembaga keuangan Islam di seluruh dunia saat ini).

Penciptaan Dirham dan Dinar adalah berkah dari Allah, dia seperti batu yang tidak berguna tetapi semua orang membutuhkannya. Manusia membutuhkan banyak hal untuk makan, pakaian dlsb. yang tidak dimiliki/diproduksinya sendiri. Oleh karenanya diperlukan perdagangan yang tidak bisa dihindari.

Tetapi harus ada alat ukur yang dengannya harga-harga ditentukan. Oleh karenanya diperlukanlah perantara untuk menghakimi nilai secara adil. Allah yang Maha Besar telah menjadikan Dirham dan Dinar sebagai hakim dan perantara itu – agar semua barang-brang dan objek perdagangan dapat diukur dengannya.

Dibutuhkan keberadaan sesuatu yang nampaknya tidak berarti apa-apa tetapi sesungguhnya semua membutuhkannya. Sesuatu yang seperti cermin, yang dirinya sendiri tidak berwarna tetapi dia bisa menampilkan semua warna…”.

Kita sekarang hidup di jaman teknologi tinggi, jaman ketika program komputer yang perkembangannya begitu pesat setelah diilhami oleh temuan angka nol, system angka decimal dan algoritma (cara berhitung tahap demi tahap) -nya Muhammad Al-Khwarithmi. Tugas kita adalah meneruskan karya dan keunggulan Ilmu-Ilmu Islam itu untuk maslahat umat sesuai jamannya.

Dalam hal perdagangan dan keuangan yang umat ini kini terpuruk dan terperdaya oleh umat yang lain, insyaAllah kita bisa kembali unggul manakala kita bisa benar-benar kembali kepada system yang memang dahulu sudah membuat umat ini unggul.

Berangkat dari ketetapan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dalam penggunaan Dinar dan Dirham baik untuk muamalah maupun untuk pelaksanaan beberapa ketentuan syariat, kemudian dilanjutkan dengan temuan system angka decimal-nya Al-Khwarithmi dan yang terakhir peringatan Al-Ghazali untuk kembali menggunakan Dinar dan Dirham sebagai timbangan/hakim yang adil dalam penilaian barang-barang kebutuhan manusia – maka kita seharusnya sudah bisa benar-benar mewujudkan timbangan/hakim yang adil itu untuk jaman ultra modern saat ini.

Dinar bukan lagi hanya untuk menimbang nilai (unit of account) barang-barang modal atau barang yang nilainya besar, Dinar kini bisa dipakai untuk menimbang nilai barang-barang yang bernilai sangat kecil sekalipun. Pencatatan pecahan decimal Dinar yang kita bisa buat sampai 1 ¢¢ atau 1/10,000 Dinar atau 0.000425 gram emas, cukup untuk menilai secara adil barang-barang kebutuhan kita sehari-hari.

Dengan timbangan yang adil ini pula nilai 1 ¢¢ Dinar atau saya sebut satu point dapat kita trace back sampai puluhan tahun kebelakang seperti table disamping. Ini akan memudahkan Anda menyelesaikan hutang-hutang yang belum Anda bayar atau pinjaman orang tua Anda yang perlu dibayar saat ini. Saya berikan juga dalam bentuk grafiknya dibawah, untuk menggambarkan betapa rusaknya daya beli uang kertas dalam dasawarsa terakhir – mengingatkan kita pentingnya untuk segera menggunakan timbangan yang adil itu.

Bila 25 tahun lalu Anda berhutang sama ibu kost senilai Rp10,000,- misalnya; berapa nilainya bila Anda akan bayar sekarang ? table point tersebut menjadi sangat berguna. 25 tahun lalu (1987) 1 point setara Rp 10.85 , Rp 10,000 setara 922 point. Dikonversikan ke nilai sekarang menjadi Rp 202,876,-.

Karena nilai point ini dikaitkan langsung dengan nilai emas dunia, maka point ini berlaku secara universal di seluruh dunia. Karena dia mewakili nilai emas – maka dia kebal terhadap inflasi. Harga bisa naik atau turun karena supply and demand yang merupakan fitrah pasar, tetapi bukan karena inflasi.

Karena tidak tergerus oleh inflasi, maka satuan Dinar untuk barang modal (barang yang nilainya besar) atau pecahannya berupa point (untuk barang-barang kebutuhan konsumsi sehari-hari) insyaallah akan dapat dipakai sepanjang masa – tidak meluruh oleh waktu.

Dengan karakter yang berlaku di mana saja dan kapan saja ini, maka hanya Dinar (juga Dirham) atau pecahannya yang bisa disebut sebagai universal unit of account atau dalam bahasa latinnya disebut Uni Lanx – satu penilai. 

Dengan universal unit of account atau Uni Lanx yang kita sebut timbangan yang adil berupa Dinar atau pecahannya ini, insyaallah kita akan punya kembali pegangan nilai yang bersifat universal, berlaku dimana saja dan kapan saja.

Yang perlu diingat adalah bahwa untuk system penilaian (unit of account) kita sudah bisa sepenuhnya menggunakan timbangan yang adil berupa Dinar atau pecahannya ini. Tetapi untuk alat tukar dalam bertransaksi sehari-hari (medium of exchange), kita tidak harus memaksakan penggunaan Dinar atau pecahannya bila memang belum memungkinkan saat ini.


Ketika Dinar dan Dirham digunakan pada jamannya-pun, ada pula sejumlah instrument lain untuk pembayaran yang syah digunakan di wilayah-wilayah Islam di masa kejayaannya. Instrumen pembayaran tersebut antara lain meliputi fulus (alat tukar selain emas dan perak), Sukuk ( menjadi cek di jaman ini) dan safatij (menjadi bill of lading di jaman ini).

Sebagaimana kaidah ‘kalau belum bisa digunakan semua jangan ditinggalkan semuanya’, maka dua dari tiga fungsi uang itu kini bisa diterapkan dengan sempurna oleh Dinar, Dirham maupun pecahannya. Dua fungsi  itu adalah store of value dan unit of account.

Fungsi ke tiga dari uang yaitu medium of exchange terkait dengan peraturan per-undang-undangan yang berlaku setempat, apa boleh buat – yang inipun kita harus ikuti, soalnya kalau tidak – lantas dengan apa kita berjual beli sehari-hari ?. Be reasonable !.

Ekonomi Syariah 2.0 : Scarcity vs Abundantly...

Bukan suatu kebetulan kalau konflik sampai perang-perang besar dalam dekade terakhir terjadi di negeri-negeri kaya minyak seperti Afganistan, Iraq dan Libya. Perang itu-pun berkemungkinan meluas di sekitar kita karena setelah partainya Shinzo Abe di Jepang memenangkan pemilihan umum Ahad lalu, ketegangan Jepang dengan China akan terus meningkat. Ancaman perang antar dua kekuatan ekonomi besar dunia itu begitu nyata, Apakah syariah bisa menjadi solusi ?

Ancaman itu datang dari jendral senior China yang September lalu dengan emosional menyerukan negerinya untuk segera bersiap perang melawan Jepang. Kepemimpinan Shinzo Abe di Jepang lebih berpeluang melayani ancaman perang ini dengan ancaman yang sama, dibandingkan dengan kepemimpinan sebelumnya.

Pertanyaannya adalah mengapa negeri-negeri besar seperti China dan Jepang sampai begitu ngotot memperebutkan sejumlah pulau kecil yang berada di antara keduanya ?. Luas total area yang diperebutkan tersebut hanya sekitar 6.4 km2 atau kurang dari 1/3 wilayah Depok, mengapa perebutannya bisa mengancam kedamaian Asia atau bahkan dunia ?. Saking kecilnya pulau-pulau tersebut tidak nampak di peta !

Jawabannya ada di bawah pulau-pulau tersebut yaitu cadangan minyak dan energi lainnya.

Dari sini kita sekali lagi bisa tahu dengan begitu nyata, bahwa alasan ekonomi khususnya perebutan energi telah memicu perang di Afganistan, Iraq, Libya dan mudah-mudahan tidak terjadi di antara China dan Jepang. Kalau toh terjadi kita sudah tahu alasan yang sebenarnya mereka berperang untuk apa.

Mereka berperang memperebutkan sumber daya alam seperti energi atau sumber daya alam lainnya yang dipandang langka. Persepsi kelangkaan atau scarcity inilah yang memicu perang itu. Jadi bukan hanya energi, perang-perang kedepan akan dipicu oleh perebutan apa saja yang dipandang langka – khususnya yang terkait dengan kebutuhan pokok manusia.

Dari situ pulalah sebabnya para ahli memprediksi bahwa pemicu utama perang kedepan adalah tiga komoditi utama kebutuhan manusia yang disebut FEW atau Food, Energy and Water (Makanan, Energi dan Air).

Lantas apa hubungannya ini denga Ekonomi Syariah 2.0 ?

Di ekonomi syariah yang kita kenal sekarang, kalangan praktisi maupun akademisi sibuk dengan bagaimana mensyariahkan aqad-aqad perbankan, asuransi  dlsb., mereka belum sampai memikirkan atau memberi solusi pada urusan-urusan ekonomi yang lebih mendasar – yang bisa menjadi penyebab perang seperti dalam contoh tersebut di atas.

Baru di Ekonomi Syariah generasi berikutnya yaitu Ekonomi Syariah 2.0 masalah-masalah ekonomi yang lebih mendasar ini akan dikaji dan dikembangkan menjadi solusi.

Dalam urusan FEW misalnya, Ekonomi Syariah 2.0 (selanjutnya akan saya singkat menjadi ES 2.0 – karena nantinya diharapkan ada pengembangan lebih  lanjut seperti ES 2.1 dst) akan menggali dan memberi solusi dari sumber-sumber yang dipastikan validitasnya sepanjang jaman yaitu Al-Qur’an, Hadits dan sirah kejayaan umat ini terdahulu.

Dalam pandangan Islam, sumber-sumber pemenuhan kebutuhan pokok manusia itu tidak langka – melainkan melimpah disediakan Allah dan dijamin kecukupannya pula olehNya. Tidak ada scarcity, yang ada adalah sumber-sumber pemenuhan kebutuhan manusia itu tersedia secara abundantly – berlimpah.

Hanya saja untuk memperolehnya diperlukan ikhtiar kita untuk menggali ilmunya dan kemudian bekerja keras di lapangan untuk menyongsong sumber-sumber rezeki yang tanpa batas itu. Bukan hanya sumber-nya yang disediakan secara berlimpah, tetapi juga tata cara pengelolaannya-pun sudah diberikan manualnya secara sangat detil dan komplit.

Untuk tiga komoditi pemenuhan kebutuhan utama manusia tersebut di atas – FEW misalnya, ilmunya ditebarkan Allah dalam sejumlah ayat dan sunnah rasulNya.

Tentang sumber pangan misalnya, Allah tebarkan di darat maupun di laut dari jenis buah-buahan, biji-bijian, minuman sampai berbagai jenis daging binatang. Tentang air, Allah berikan berkah yang melimpah antara lain melalui hujan.

Tentang energi, Allah berikan melimpah dari berbagai sumber yang ada di darat maupun sumber-sumber energi yang ada di laut. Dari pepohonan, panas bumi, matahari, angin sampai gelombang pasang surut air laut dlsb. yang semuanya bisa menjadi sumber energi yang tiada akan habis sampai akhir jaman.

Setelah menebarkan sumber-sumbernya, lalu Allah-pun memberi tuntunan bagaimana mengelolanya.

Sebagai contoh ada dialog yang penuh pelajaran antara Nabi Saleh Alaihi Salam dengan kaumnya :

 Hai kaumku, inilah unta betina dari Allah, sebagai mukjizat (yang menunjukkan kebenaran) untukmu, sebab itu biarkanlah dia makan di bumi Allah, dan janganlah kamu mengganggunya dengan gangguan apa pun yang akan menyebabkan kamu ditimpa azab yang dekat." (QS 11:63)

Unta betina tersebut sebenarnya hanya perlu makan dan minum saja, tetapi di negeri yang sumber daya alamnya dikuasai oleh segelintir orang bangsa Tsamud ini bukannya unta diberi kesempatan malah disembelih.

Bangsa Tsamud-pun dimusnahkan Allah antara lain karena kedzaliman ekonominya, ekonomi yang didominasi oleh segelintir golongan yang kuat di negerinya. Ekonomi bangsa Tsamud atau disebut Ekonomi Tsamudian – karakternya adalah sumber-sumber kehidupan yang dikuasai oleh segelintir orang saja untuk kepentingan mereka dan kelompoknya sendiri.

Cilakanya, saat ini kita hidup dalam ekonomi yang tidak jauh berbeda dengan Ekonomi Tsamudian ini karakternya ! Siapa yang menguasai lahan-lahan luas sumber pangan kita ?, yang meng-kapling sumber-sumber air kita ?, yang memonopoli sumber-sumber energi kita ? hanya segelintir orang/kelompok saja.

Selebihnya mayoritas manusia seprti unta betina Nabi Saleh Alaihi Salam, berjuang untuk sekedar bisa tetap hidup dengan sumber-sumber kehidupan yang sudah dikapling oleh para konglomerat tersebut. Lebih dari itu, perebutan terhadap sumber-sumber kehidupan itulah yang telah memicu perang di dunia selama ini.

Maka disinilah peran ES 2.0 itu, yaitu bagaimana kita bisa kembali kepada tuntunan dari sumber-sumber yang dijamin kebenarannya (Al-Qur’an dan Al-Hadits) untuk menggali dan meng-eksplorasi sumber-sumber kehidupan yang tiada batas baik untuk pangan, energi maupun air (FEW) dan kemudian pula mengelolanya sesuai tuntunan yang ada – untuk maslahat umat manusia secara keseluruhan. Dengan solusi inilah umat ini bisa benar-benar menjadi guru dan rakhmat bagi bagi alam ini.

Orang-orang muslim itu bersyirkah dalam tiga hal, dalam hal padang rumput, air dan api” (Sunan Abu Daud, no 3745)

Dunia tidak perlu berperang memperebutkan lahan, air , api (energi) dlsb, karena semua akan tercukupi bila digali dan dikelola mengikuti petunjukNya. Itulah antara lain pokok pemikiran Ekonomi Syariah 2.0 atau ES 2.0 itu ! InsyaAllah.

Ekonomi Syariah 2.0…

Setelah marxisme dan komunisme gagal, kapitalisme yang mendominasi ekonomi dunia juga nampaknya akan gagal. Krisis demi krisis di dunia barat dalam 4 tahun terakhir adalah tanda-tanda kegagalan itu. Namun karena umat ini belum siap menggantikannya maka penggantinya masih kapitalisme juga, kapitalisme jenis baru yang disebut Capitalism 4.0. Lantas kapan ekonomi Islam atau dikenal dengan Ekonomi Syariah akan menggantikannya ? Peluangnya ada di Ekonomi Syariah 2.0 !

Awal dari kapitalisme (Capitalism 1.0) adalah laissez-faire capitalism yang mulai ada sejak awal abad 19 sampai the Great Depression 1930-an. Ekonomi yang diserahkan ke pasar sepenuhnya membawa pada puncak kehancurannya dengan krisis terbesar sepanjang sejarah yang kemudian dikenal dengan the Great Depression.

Pasca krisis tersebut muncul ketidak percayaan terhadap pasar, maka pemerintah dunia mulai mengatur pasar khususnya pasar keuangan – sejak saat itulah dunia memasuki era Capitalism 2.0.

Periode ini berlangsung sampai tahun 1980-an ketika pasar mulai tidak mempercayai bahwa pemerintah-pemerintah dunia bisa mengaturnya. Sejak saat itu pasar didominasi bukan oleh sektor riil tetapi oleh industri keuangan dan modal – inilah Capitalism 3.0. Pasar yang nyaris tidak terkendalikan oleh pemerintahan dunia ini juga akhirnya membawa krisis financial global yang kini sudah berusia 4 tahun. Beberapa negara di Eropa bahkan belum sembuh dari krisis tersebut hingga kini.

Ketika sampai tiga model kapitalisme gagal, sebenarnya kesempatan itu datang kepada kita umat ini untuk memberi solusi. Ketika mereka merobohkan rumah-rumah mereka sendiri, tangan-tangan kaum mukminin ini yang mestinya muncul sebagaimana ayat berikut :

“… mereka memusnahkan rumah-rumah mereka dengan tangan mereka sendiri dan tangan orang-orang yang beriman. Maka ambillah (kejadian itu) untuk menjadi pelajaran, hai orang-orang yang mempunyai pandangan.” (QS 59:2)

Namun karena tangan-tangan kaum mukminin ini belum muncul, kalau toh sudah muncul masih terlalu lemah – maka kemudian untuk sementara yang akan muncul menggantikannya masih kapitalisme juga yaitu yang disebut Capitalism 4.0. Kapitalisme model  baru ini melibatkan pemerintah dan institusi global tertentu yang dengan ketat mengendalikan pasar khususnya sektor keuangan dan modal.

Namun karena pemerintah-pemerintah dunia dan juga lembaga-lembaga keuangan global tersebut punya banyak kepentingan masing-masing, maka Capitalism 4.0 kemungkinan besarnya juga tidak akan berusia panjang melebihi usia kapitalisme  sebelumnya.

Bila usia Capitalism 1.0  mencapai sekitar 130 tahun, Capitalism 2.0 sekitar 50 tahun, Capitalism 3.0 kurang dari 30 tahun – maka Capitalism 4.0 estimasi saya tidak akan melebihi 20 tahun. Artinya waktu kita tidak banyak untuk bisa menggantikan system ekonomi dunia yang gagal. Waktunya kita menggantikannya dengan system ekonomi yang berkeadilan – yang dibimbing oleh wahyu dan sunnah nabi kita Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.

Apakah ekonomi syariah yang kita kenal seperti sekarang yang akan menggantikannya ? kemungkinan besarnya bukan yang seperti sekarang !

Yang sekarang ada di pasar Ekonomi Syariah adalah identik dengan bank syariah, asuransi syariah, pasar modal syariah dlsb. saya sebut sebagai Ekonomi Syariah 1.0. Kita hargai upaya teman-teman yang sudah merintisnya sejak dua dasawarsa terakhir, namun ini terbukti belum cukup siap untuk menggantikan Capitalism 3.0 yang runtuh beberapa tahun terakhir.

Lantas seperti apa Ekonomi Syariah yang bisa menggantikan Capitalism 4.0 yang insyaallah juga akan runtuh kurang dari dua dekade yang akan datang ?, insyaAllah yang menggantikannya adalah Ekonomi Syariah 2.0 – yaitu jenis baru dari ekonomi syariah yang ditumbuh kembangkan dengan akar yang memang berasal dari Islam itu sendiri.

Lantas dimana perbedaannya dengan yang sudah berkembang selama ini ?

Di Ekonomi Syariah 1.0, ahli-ahli ekonomi yang muslim berusaha mengadopsi produk-produk kapitalisme agar sesuai dengan syariat Islam. Bank, Asuransi, Pasar Modal dlsb. yang berasal bukan dari system Islam – diadopsi dan dibuatkan aqad yang sesuai dengan syariat Islam.

Sekali lagi harus kita appresiasi upaya ini karena ada kaidah fiqih yang kurang lebih berbunyi “ kalau belum bisa diikuti semua jangan ditinggalkan semua…”. Artinya meskipun dengan kekurangannya, bank syariah dan asuransi syariah tetap harus dipilih ketimbang bank dan asuransi yang tidak peduli dengan syariah.

Namun itu belum cukup, kita tidak akan bisa menggantikan kapitalisme bila rujukan dasar kita masih kapitalisme itu juga. Kita tidak bisa merubah system bila yang kita ubah baru sekedar aqad-nya sedangkan ruhnya masih ruh yang itu-itu juga.

Maka ruh dari Ekonomi Syariah 2.0 (jilid 2) adalah ekonomi yang memang secara mendasar digali dan dikembangkan dari Al-Qur’an, Sunnah Nabi kita Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan success story penerapannya dalam sejarah Islam selama sekitar 1400 tahun terakhir.

Ekonomi Syariah 2.0 tidak terjebak pada system kapitalisme yang didominiasi pasar keuangan dan modal, tetapi kembali pada pemenuhan kebutuhan manusia yang riil. Bagaimana kekuatan produksi dibangun dengan pengelolaan sumber-sumber daya alam yang adil dan memakmurkan – bukan yang dhalim dan merusak.

Bagaimana pasar dibangun dengan memberi kesempatan yang sama bagi para pelakunya, mencegah kecurangan dan mencegah hukum rimba berlaku di pasar – yang kuat yang menang.

Bagaimana uang sebagai timbangan yang adil diberlakukan untuk mempercepat transaksi barang dan jasa, bukan uang yang menjadi instrumen untuk manipulasi daya beli masyarakat dan eksploitasi satu bangsa oleh bangsa yang lain.

Bagaimana pemerintah-pemerintah berlaku sebagai hakim yang adil untuk memastikan system yang berkeadilan yang mendominasi ekonomi pasar – bukan pemerintah yang memiliki agenda politik tersendiri atau mengikuti kehendak corporatocracy – gabungan kepentingan pemerintah/lembaga internasional dengan institusi-institusi bisnis global.

Seperti apa konkritnya Ekonomi Syariah 2.0 ini ?

Inilah yang masih harus kita gali dan kembangkan terus menerus dari tiga sumber utama itu, yaitu Al-Qur’an, Al-Hadits dan sirah kejayaan umat Islam ini di masa lalu ketika mereka berpegang pada dua sumber yang pertama.

Kita tidak perlu memulainya semua dari awal, tidak perlu reinvent the wheel – kita cukup meniru dan meneruskan pencapian generasi umat ini yang terdahulu.

Waktu kita tidak banyak, tetapi insyaAllah cukup karena junjungan kita Rasulullah Shallallahu ‘Alahi Wasallam-pun hanya punya waktu 23 tahun tetapi nikmat yang dibawanya sampai ke kita yang hidup lebih dari 1400 tahun sesudah beliau. Umat ini akan bisa meniru keberhasilan beliau – bila yang kita contoh memang beliau, bukan system antah berantah yang tidak jelas asal usulnya dan sudah terbukti gagal sampai tiga kali. InsyaAllah kita bisa !

19 Desember 2012

Negeri Di Antara Dua Lautan…

Sampai dekade lalu kelaparan dunia yang parah umumnya terjadi di daerah kering seperti Afrika, tetapi kini kelaparan dunia itu sudah memasuki Asia Tengah seperti Tajikistan dan bahkan juga Amerika Latin seperti Peru. Akankah kelaparan parah dunia itu sampai negeri ini ? InsyaAllah tidak. Bila kita bersikap dan bertindak benar, bahkan bisa jadi solusi pangan dunia itu datang dari negeri ini.

Apa yang kita miliki kok bisa yakin bahwa pangan dari negeri ini insyaAllah akan cukup dan bahkan bisa berlebih untuk negeri lain ? jawabannya saya ambil dari diskusi saya dengan pakar kelautan Indonesia, yang sudah belasan tahun bekerja di Jabatan Perdana Menteri Negara Brunei Darussalam yaitu Bapak Agus S Djamil.

Dua pekan lalu saya mendapatkan kehormatan dikunjungi beliau dan berkesempatan belajar langsung dari ahlinya ini. Hasil diskusi tersebut saya share di situs ini agar lebih banyak orang yang bisa melihat peluang besar itu.

Di Al-Qur’an Allah menggambarkan ada suatu tempat yang disebut tempat bertemunya dua lautan. Dari tempat inilah keluarnya lu’lu’u wal marjan (mutiara dan marjan) – QS 55 : 19 -22.

Tempat bertemunya dua lautan itu memang sudah banyak kalangan mufassiriin yang berusaha menafsirkannya, dan di antara mereka pun banyak yang merujuk tempat yang berbeda.

Ibnu Katsir misalnya menafsirkan tempat tersebut adalah di antara Laut Persia yang condong ke timur dan Laut Rum yang condong ke barat. Menurut Jalaluddin as-Suyuthi tempat itu adanya di sekitar wilayah Suriah dan Pelestina. Sayyid Quthb lain lagi pendapatnya, menurut beliau tempat itu adalah Laut Murrah (pahit) dan Danau Timsah (buaya) atau tempat bertemu dua Teluk Aqabah dan Terusan Suez di Laut Merah.

Mana yang benar, wa Allahu A’lam – hanya Allah Yang Maha Tahu. Karena Allah hanya memberi tahu bahwa tempat itu adalah : “Dia membiarkan dua lautan mengalir yang keduanya kemudian bertemu, antara keduanya ada batas yang tidak dilampaui oleh masing-masing.” (QS 55:19-20)

Dengan menyebut bahwa di tempat tersebut dua laut bertemu dan di antara keduanya ada batas yang tidak dilampaui masing-masing, maka bisa jadi juga tempat tersebut adalah suatu tempat yang bisa kita lihat dengan begitu jelas seperti pada gambar di samping yaitu Indonesia.

Tempat bertemunya dua lautan tersebut yaitu Lautan Hindia dan Lautan Pacific, sungguh suatu tempat yang sangat kaya raya. Kekayaan laut kita ini dijelaskan lebih detil di ayat berikut : “Dan Dia-lah, Allah yang menundukkan lautan (untukmu) agar kamu dapat memakan daripadanya daging yang segar (ikan), dan kamu mengeluarkan dari lautan itu perhiasan yang kamu pakai; dan kamu melihat bahtera berlayar padanya, dan supaya kamu mencari (keuntungan) dari karunia-Nya, dan supaya kamu bersyukur.” (QS 16 :14)

Indonesia yang memiliki luas daratan 1.92 juta km2, memiliki luas lautan 3.26 juta km2 atau 1.7 kali luas daratannya. Bila sesuai ayat tersebut di atas bahwa laut adalah sumber pangan, perhiasan, energy, konstruksi, perdagangan – maka sungguh masih sangat besar potensi yang belum digarap itu.

Laut kita yang di peta tersebut di atas diapit oleh dua lautan besar membuat laut kita sangat kaya dengan biodiversity – ke aneka ragaman hayati. Yang disebut lahm dalam ayat tersebut umumnya diterjemahkan sebagai daging yang segar (ikan), namun bisa juga berbagai hasil laut yang menjadi sumber pangan yang tiada batas.

Krisis pangan yang saya singgung di awal tulisan ini antara lain disebabkan oleh orientasi sumber pangan utama penduduk bumi saat ini baru pada sumber pangan dari daratan. Sedangkan luas permukaan bumi 75 %-nya lautan dan hanya sekitar 25 % daratan. Yang 25 % inipun disesaki dengan penduduk bumi yang terus bertambah – lantas dari mana sumber pangan nantinya ? ya dari laut-lah salah satu sumber itu.

Di negeri yang berada di antara dua lautan ini - dan kita memiliki lautan yang sangat kaya yang luasnya 1.7 kali luas daratan kita – sudah sepantasnya lah bila kita menjadi pelopor bagi bangsa-bangsa di dunia dalam mengolah lautan itu.

Dengan niat untuk menjadikan bangsa ini bangsa yang pandai mensyukuri nikmat seperti yang juga diarahkan dalam ayat tersebut di atas, tamu yang saya perkenalkan dalam tulisan ini Bapak Agus S Djamil insyaAllah akan membuat pesantren yang bisa jadi yang pertama adanya di dunia yaitu Pesantren Kelautan. Semoga bisa segera terealisir.

Dengan negeri yang begitu kaya, negeri yang menjadi tempat bertemuanya dua lautan – maka seharusnya kita berperan utama memberi solusi pada masalah-masalah yang dihadapi dunia. Kita adalah bagian utama dari solusi itu, bukan bagian dari masalahnya. InsyaAllah.

Struktur Investasi Aman : Model Bawang Merah…

Pasti bukan kebetulan kalau bawang merah termasuk jenis bumbu-bumbuan yang namanya disebutkan di Al-Quran. Ilmuwan belakangan menemukan bahwa bukan hanya intinya yang bermanfaat, sampai kulit luarnya-pun mengandung senyawa fenolik yang berkhasiat obat. Manfaat lain dari bawang merah adalah sebagai suatu model untuk menjadi pelajaran, termasuk di antaranya model untuk investasi.

Bagi Anda yang bingung memikirkan investasi apa yang harus Anda lakukan dengan uang hasil jerih payah Anda, menggunakan lapisan-lapisan kulit bawang merah sebagai model investasi Anda – insyaAllah akan menjadikan investasi Anda berdaya guna ganda – dunia dan akhirat.

Illustrasi dibawah adalah urutan dari investasi tersebut.

Lapisan paling luar investasi Anda yang paling rentan dengan berbagai resiko adalah justru investasi Anda yang mengejar keuntungan semata. Paling besar resikonya karena seringkali untung yang Anda kejar justru tidak Anda peroleh.

Bahkan karena mengejar keuntungan yang tidak kunjung Anda peroleh, sering investasi paling luar ini malah mendatangkan resiko lain seperti jantungan, frustasi, merusak karakter Anda dan lain sebagainya.

Sebagaimana kulit bawang yang paling luar dan paling tipis, yang paling cepat kering atau rusak , maka investasi yang mengejar keuntungan semata ini mestinya menjadi  yang paling tipis atau paling sedikit porsinya dari keseluruhan asset investasi Anda – baik asset itu berupa harta maupun waktu Anda.

Lapisan kulit bawang yang kedua sedikit lebih tebal dari yang pertama, di dunia investasi ini adalah jenis investasi di social business. Investasi yang tidak mengejar keuntungan semata, tetapi juga berusaha memberikan manfaat sosial yang luas. Menciptakan lapangan kerja bagi orang yang membutuhkan dlsb.

Karena niat Anda bukan semata-mata mencari untung, maka jenis investasi ini malah justru mengurangi resiko. Seandainya rugi dari sisi material-pun Anda masih bisa untung dari sisi lainnya yaitu ekonomi yang berputar, lapangan kerja yang tercipta dlsb.

Lebih dalam lagi adalah investasi yang aman, Anda tidak mungkin rugi lha wong niatnya memang murni untuk amal. Maka untuk yang ini mestinya lebih banyak dari porsi yang pertama dan kedua.

Di lapisan keempat adalah investasi Anda untuk keluarga dan kaum kerabat. Lebih tidak pernah rugi lagi karena uang yang Anda nafkahkan untuk mereka selain bernilai sedekah juga bernilai menyambung silaturahim.

Mereka pula yang akan ringan kaki menolong Anda di kala kesusahan, mendoakan Anda ketika Anda sudah tidak Ada dst. Maka investasi untuk mendidik mereka, melatih mereka untuk mampu berusaha mandiri dlsb. akan menjadi investasi Anda yang berdaya guna ganda.

Lapisan inti dari investasi Anda yang sesungguhnya adalah apa yang disebut Al-Baaqiyaatushshaalihaat atau amal shaleh yang kekal yaitu shalat wajib lima waktu, dzikir kepada Allah dengan tasbih, tahmid dan takbir, dan juga seluruh amal kebajikan lainnya.

Di dalamnya termasuk membangun masjid, mendirikan sekolah, menghidupkan jamaah, mengentaskan kemiskinan, memberi makan di hari kelaparan, membebaskan yang tertindas, membela yang terdzalimi dst.

Maka investasi Anda jenis kelima inilah yang seharusnya menjadi investasi Anda yang paling dominan – inti dari sebuah bawang merah. Kabar bahwa Al-Baaqiyaatushshaalihaat adalah investasi terbaik itu datangnya langsung dari Sang Maha Pencipta melalui firmanNya :

Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi shaleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan.” (QS 18 :46).

Maka ketika Anda galau dalam menimbang apa-apa yang menjadi fokus dari investasi Anda, salah satu caranya adalah memperhatikan apa yang Anda makan – yaitu antara lain bawang merah.

Dari bawang merah ini Anda akan dapat melihat dengan visual, mana kulit yang tipis, yang lebih tebal sampai inti dari bawang merah itu.

Begitu pulalah investasi Anda seharusnya terstruktur, dari yang paling beresiko dunia akhirat, sampai yang paling aman untuk dunia akhirat Anda – yang terakhir inilah yang seharusnya menjadi fokus utama atau inti dari investasi Anda. Inilah investasi yang paling aman itu, InsyaAllah !.

Katakan Dengan Poin…

Kisruh upah buruh di beberapa daerah nampaknya akan panjang, pasalnya adalah Upah Minimum Propinsi (UMP) yang ditetapkan untuk tahun 2013, ramai-ramai ditolak oleh kalangan pengusaha. Ratusan pengusaha sudah menyatakan keberatannya atas UMP yang naik sekitar 44% dari UMP 2012 tersebut. Apa yang salah sebenarnya ?

Bagi para buruh upah sebesar Rp 2,200,000 di DKI Jakarta (sekitar 1 Dinar) per bulan wajar dianggap belum mencukupi untuk hidup di kota besar seperti Jakarta yang segalanya serba mahal.

Bagi para pengusaha tentu juga sangat berat bila dalam komponen biayanya ada yang melonjak sampai 44 % - karena akan sangat sulit mengimbanginya dengan pertumbuhan usaha mereka.

Walhasil bagi para pengusaha yang bener-bener tidak mampu mengimbangi kenaikan biaya ini dengan pertumbuhan usaha yang memadai, keduanya akan dirugikan. Si pengusaha akan merugi dan akhirnya menutup usaha dan si buruh akhirnya kehilangan lapangan pekerjaan.

Lantas apa solusinya ? disitulah perlunya timbangan yang adil dalam muamalah. Timbangan yang adil akan baik bagi kedua belah pihak, sebaliknya timbangan yang tidak adil akan merugikan keduanya. Dengan timbangan yang adil orang akan bisa menimbang (melihat) segala sesuatu dengan yang sesungguhnya – bukan dengan yang semu.

Kebutuhan buruh adalah upah yang layak, cukup untuk memenuhi kebutuhan pokoknya. Ketika pertumbuhan upah mereka dari waktu ke waktu kalah dengan inflasi, maka tentu kwalitas kehidupan mereka menurun terus – meskpikun angka pendapatannya naik. Dengan timbangan uang kertas, kemampuan memenuhi kebutuhan ini bias – upah sudah naik kok belum juga cukup ?

Kebutuhan pengusaha adalah pertumbuhan asset, bila pertumbuhan asset mereka lebih rendah dari pertumbuhan inflasi maka nilai usaha mereka menyusut dari waktu ke waktu. Bila pertumbuhan biaya melebihi pertumbuhan pendapatan – maka akan lebih cepat lagi menyusutnya usaha itu. Dengan timbangan yang semu, pengusaha tidak bisa secara riil mengetahui apakah assetnya sungguh-sungguh bertambah atau hanya angkanya saja yang naik mengiringi inflasi.

Dengan timbangan yang adil, maka keduanya dapat melihat secara objektif, apakah kebutuhan buruh semakin terpenuhi dan apakah asset perusahaan dapat bener-bener mengalami  pertumbuhan.

Saya gunakan tiga grafik dibawah untuk menjelaskan hal ini agar dapat lebih mudah dipahami secara visual.

Sejak tahun 2000 sampai sekarang, harga beras rata-rata dalam Rupiah telah mengalami kenaikan 222% dari Rp 2,624 (2000) ke Rp 8,459 (2012) – atau mengalami kenaikan sekitar  10% per tahun.

UMP DKI pada periode yang sama mengalami kenaikan 344% dari Rp 344,257 (2000) ke angka Rp 1,529,150 (2012) atau mengalami kenaikan rata-rata  sekitar 13 % per tahun.


Apakah selama ini berarti buruh mengalami peningkatan pendapatan riil dan meningkat kemakmurannya ? Alahamdulillah mestinya membaik. Ini bisa dilihat di grafik berikutnya di bawah.

Tidak sehebat angkanya dalam Rupiah, tetapi bila dikonversikan ke beras, memang lebih baik. UMP tahun 2000 setara 131 kg beras, kini setara 181 kg beras.


Penghasilan riil naik, cukup untuk membeli beras tetapi belum berarti makmur bila kita gunakan standar tolok ukur yang baku yaitu nisab zakat. Dengan timbangan emas yang kemudian saya konversikan menjadi universal unit of account (poin) yang nilainya setara 1 ¢¢ Dinar (1/10,000 Dinar), UMP buruh DKI ternyata malah turun dari 10,690 poin (2000) ke angka 7,017 poin (2012).

Untuk bisa dikatakan makmur, UMP perlu didongkrak bersama oleh pemerintah, pengusaha dan para buruh sendiri sehingga mencapai angka di atas 16,667 poin per bulan atau setara 20 Dinar per tahun. Bila dirupiahkan sekarang sekitar Rp 3.8 juta per bulan.

Apakah pengusaha akan mampu memakmurkan karyawannya sampai angka tersebut ? lha wong angka Rp 2.2 juta saja untuk tahun 2013 mereka sangat keberatan ?.

Itulah perlunya timbangan yang adil itu. Pengusaha dan buruh duduk bareng, menimbang bareng kemampuan perusahaan tumbuh dan kemampuan membayar ke buruh yang sesuai. Kemudian disepakati bareng, ayo kerja keras bareng - untuk mencapai benchmark kemakmuran yang dicita-citakan bersama.

Kalau dahulu ada ungkapan ‘katakanlah dengan bunga’ , maka sekarang saya ganti dengan ‘katakanlah dengan poin’ – agar kita bisa ‘menimbang’ secara adil, agar buruh dan pengusaha punya benchmark yang sama ! InsyaAllah.

Pedagang Di Jalan Malioboro…

Bila Selat Malaka itu diibaratkan jalan Malioboro – Jogja, maka Singapura adalah sebuah toko dekat Hotel Garuda. Sepanjang jalan Malioboro adalah milik Indonesia di bagian kiri dan Malaysia di sebelah kanan. Melalui ‘Jalan Malioboro’ yang bernama Selat Malaka ini, 50% armada kapal dunia lewat. Sekitar 50,000 kapal ‘pedagang besar’ lewat selat ini setiap tahun.

Tetapi mengapa pemilik ‘satu toko di pojok Malioboro’ tersebut berhasil memakmurkan warganya dengan tingkat GDP per capita sekitar US$ 46,000 per tahun, pemilik sisi kanan ‘Malioboro’ memiliki GDP per capita US$ 9,600 per tahun – sedangkan pemilik sisi jalan yang paling panjang di bagian kiri ‘Malioboro’ baru memiliki GDP per capita di kisaran US$ 3,250 per tahun ?

Jawabannya kemungkinan besar ya karena kita belum pandai berdagang. Kita memiliki lokasi yang paling strategis di dunia perdagangan – dilalui 50 % kapal dunia – tetapi kita belum berhasil memanfaatkannya. Kita memiliki hampir seluruh bahan baku untuk komoditi perdagangan dunia, mulai dari hasil hutan, hasil tambang, energy, hasil laut, hasil bumi – tetapi kendali perdagangannya nampaknya belum ada di tangan kita.

Lebih dari itu, bila di Selat Malaka kita harus berbagi dengan dua tetangga – kita masih punya dua selat lain yang juga sangat strategis untuk perdagangan dunia. Bila sesuatu terjadi di Selat Malaka, orang akan berpaling ke dua selat ini – yaitu Selat Sunda dan Selat Lombok. Perhatikan ilustrasi dibawah untuk memahami betapa strategisnya tiga selat yang kita miliki itu.


Di dunia perdagangan dikenal 3 hal terpenting yaitu no 1 Lokasi, no 2 Lokasi  dan no 3 Lokasi. Hal-hal lain menyusul di no 4 dan seterusnya. Keunggulan lokasi itu kita miliki, tetapi kita belum unggul dalam perdagangan – apa yang salah ?

Kita belum mengolah lokasi itu menjadi tempat yang layak disinggahi. Berapa puluh pemerintah daerah yang memiliki lokasi paling strategis – wilayahnya bersinggungan dengan salah satu dari tiga selat tersebut – tetapi apakah mereka membuat ‘toko’ berupa pelabuhan yang layak disinggahi kapal-kapal dagang internasional ?, yang ‘pelayannya’ ramah dengan segala perijinan yang mudah dan ‘tokonya’ komplet – a lot to offer ?

Jadi kita memiliki tiga ‘Jalan Malioboro’ tetapi kita belum pandai berdagang, tidak heran aktivitas ‘orang berlalu lalang’ berupa transaksi ekonomi belum banyak yang singgah ke toko-toko kita. Sementara itu tetangga kita yang memiliki satu toko di pojok jalan saja, dia mengolahnya dengan segenap kekuatannya sehingga selalu dikunjungi kerumunan banyak orang – orang tidak perlu menyusuri sepanjang ‘Jalan Malioboro’ bila datang ke satu toko saja di pojok jalannya mereka sudah terpenuhi kebutuhannya.

Lantas dari mana kita akan mulai membenahi diri, membangun kembali kemampuan perdagangan ini ?.

Sampai pertengahan abad 18, satu abad lebih setelah belanda menjajah Nusantara – waktu itu Belanda ingin mulai mencetak uang mereka sendiri, tetapi apa yang mereka cetak ? mereka belum berani mencetak uang Gulden negerinya – yang mereka cetak adalah uangnya umat Islam dan namanya pun berbahasa Arab yaitu Derham Min Kompeni Welandawi – Dirham dari Kompeni Belanda.

Ini menunjukkan bahwa kekuatan perdagangan saat itu ada di tangan umat ini, uangnya Dirham dan bahasanya Arab. Bahkan lebih dari seribu tahun sebelum Belanda mencetak Dirham ini  kekuatan perdagangan internasional khalifahan Islam sudah menguasai tiga benua – lengkap dengan system pembayarannya yang canggih – bahkan untuk ukuran jaman ini sekalipun !.

Jadi untuk kembali menguasai perdagangan global, sesungguhnya ini bukan hal baru bagi kita – kita tinggal mencontoh, apa yang dahulu dilakukan umat ini di masa-masa kejayaannya. Kita tidak perlu reinvent the wheel – memulai segala sesuatunya dari awal, kita tinggal meneruskan saja dari titik akhir pencapaian mereka.

Untuk bisa melanjutkan, kita harus tahu dahulu sampai dimana pencapaian mereka dahulu. Untuk bisa tahu sampai dimana pencapaian mereka ini, kita perlu belajar dari sejarah.

Barter Modern : 5 Masalah Yang Perlu Diatasi…

Ketika jual beli menggunakan uang mulai dikenal masyarakat sekitar 2,500 tahun lalu, sejak saat itu uang menjadi solusi yang luar biasa dari masalah-masalah yang dihadapi di ekonomi yang sebelumnya berbasis barter. Uang menjadi prime mover (penggerak utama ) bagi ekonomi hingga jaman modern kini. Hanya saja perkembangan uang (kertas) setengah abad terakhir mulai menimbulkan masalah besar, yang bisa jadi lebih besar dari masalah yang diatasi oleh uang itu.

Masalah besar pertama adalah ketimpangan antar negara-negara di dunia. Negara yang kaya akan sumber daya alam, bisa jatuh miskin melalui uang kertas. Dia harus menukar hasil dari alamnya dengan uang kertas yang nilainya tergantung pada negara yang menerbitkan uang tersebut.

Uang kertas negeri lain yang terus disusutkan nilainya ini kemudian ditukar dengan produk-produk yang juga dari negara  yang mencetak uang tersebut. Maka melalui uang inilah negara yang kaya sumber daya alam sekalipun rakyatnya bisa menjadi miskin dan tergantung pada negara lain.

Masalah besar kedua adalah uang menjadi sumber pemiskinan kaum pekerja. Mereka bekerja keras berpuluh tahun, tetapi hasil jerih payahnya yang tersimpan dalam bentuk dana pensiun, asuransi, tunjangan hari tua dlsb. terus tergerus oleh inflasi. Ini yang membuat sekitar 9/10 pekerja tidak siap menyongsong pensiunnya – karena bekal financial mereka rata-rata tidak cukup.

Tergantung pada tingkat ketergantungan pada (uang) negara lain dan seberapa cepat uang meluruh nilainya melalui proses inflasi, dua hal ini saja sudah cukup untuk menimbulkan masalah yang lebih besar dari masalah yang berhasil diselesaikan oleh uang itu pada era ekonomi barter yang digantikannya.

Lantas apakah solusinya kita perlu melompat balik ke ekonomi barter ?, belum tentu juga demikian !. Ekonomi berbasis barter hanya akan bisa feasible bila dia bisa mengatasi 5 masalah yang selama tiga millennium terakhir bisa diatasi dengan uang.

Oleh karenanya ekonomi berbasis uang tetap menjadi solusi terutama bila uang itu bisa mengatasi dua masalah yang ditimbulkan tersebut di atas – yaitu ketimpangan antar negara dan inflasi. Namun karena realitanya selama setengah abad terakhir tidak ada tanda-tanda dua masalah besar tersebut bisa diatasi para pemimpin negara-negara di dunia, maka ekonomi berbasis barter bisa menjadi alternatif  yang patut dipertimbangkan.

Karena barter modern akan bersaing dengan ekonomi yang berbasis uang, maka barter modern-pun harus bisa mengatasi 5 masalah yang selama ini berhasil diatasi oleh ekonomi yang berbasis uang. Lima masalah tersebut adalah sebagai berikut.

1.     Coincidence of wants (keinginan yang kebetulan sama): masyarakat yang akan berbater harus saling membutuhkan barang yang dimiliki oleh pihak lain.
2.     Units of account (satuan nilai) : dua barang yang berbeda harus bisa dinilai secara adil oleh ‘timbangan nilai’ yang disepakati oleh kedua belah pihak. Ketika kambing mau ditukar dengan beras, apa satuannya ?
3.     Sum / Sub – Division (penjumlahan dan pembagian) : Kemudahan barang-barang untuk dijumlahkan atau dibagi. Ketika kambing mau ditukar dengan beras dan ayam, bagaimana menjumlahkan beras dan ayam dan bagaimana membagi bagian kambing yang sesuai untuk beras dan ayam ?
4.     Balance of Payment (kelebihan/kekurangan pembayaran) : Bagaimana menghitung kekurangan atau kelebihan bayar satu benda dengan benda lainnya. Ketika beras dan ayam tidak cukup ditukar dengan kambing, atau kambing berlebih untuk ditukar beras dan ayam – bagaimana kelebihan atau kekurangan ini ditangani ?
5.     Store of value (penyimpan nilai) : Bagaimana menyimpan hasil barter, pemilik kambing yang menukarnya dengan beras dan ayam – yang keduanya tidak segera dikonsumsi – akan memiliki masalah baru yaitu bagaimana menangani ayam dan berasnya tersebut. Masalah menjadi lebih besar ketika hasil barter berupa barang yang mudah rusak (sayur mayur dlsb) atau barang yang memerlukan perawatan khusus (kambing dan sejenisnya).

Bagaimana mengatasi masalah-masalah ini  di jaman modern ? selain teknologi informasi yang telah berkembang sangat jauh dewasa ini yang bisa menjadi solusi atas problem pertama – coincidence of wants, empat masalah lain bisa diatasi dengan dua solusi yaitu ‘timbangan yang adil’ dan pasar.

Solusi pertama yaitu timbangan yang adil dapat dikembangkan dari ungkapan Imam Ghazali bahwa : “Allah Yang Maha Besar telah menciptakan perak dan emas sebagai hakim dan perantara bagi seluruh komoditi sehingga harta kekayaan manusia bisa dinilai dengannya…perak dan emas adalah seperti cermin yang dirinya sendiri tidak memiliki warna, tetapi dia bisa menampilkan semua warna dari benda-benda yang ada”.

Timbangan yang adil atau bahasa ekonominya disebut unit of account bersama store of value adalah dua dari tiga sifat uang yang biasanya tidak diatur secara khusus di system hukum positif. Hukum positif hanya mengatur sifat yang ketiga dari uang yaitu medium of exchange atau alat tukar.

Jadi kalau Anda mengukur kekayaan Anda adalah setara 20 ekor kambing dan benar-benar Anda pelihara 10 ekor kambing, maka tidak ada hukum yang melarang Anda melakukannya demikian. Tetapi bila Anda berhutang sebesar Rp 2.5 juta, dan Anda memaksa bayar dengan seekor kambing besar – yang nilainya Rp 2.5 juta, maka Anda bisa dianggap melanggar hukum positif karena yang diakui sebagai alat bayar (legal tender) hanyalah uang kertas negeri yang bersangkutan.

Dengan timbangan yang adil berbasis emas seperti yang diungkapkan oleh Imam Ghazali tersebut, kita bisa menghadirkan unit of account yang berlaku dimana saja dan kapan saja  - karena universalitas dari emas yang memang bisa diterima dimana saja dan tidak mengenal expired atau kedaluwarsa. Karena sifatnya yang demikian maka unit of account yang berbasis emas saya sebut universal unit of account.

Dengan universal unit of account atau yang di http://www.indobarter.com saya sebut point, tiga dari lima masalah di system barter tersebut di atas sudah bisa diatasi. Masalah unit of account teratasi penuh, demikian pula dengan sebagian masalah di sum/sub-division, balance of payment dan sebagian masalah di store of value.

Solusi kedua yaitu pasar dapat mengatasi sebagian masalah yang tidak cukup diatasi dengan universal unit of account. Pasar barter yang bisa dikembangkan dengan multileg barter – barter dengan jumlah kaki (pihak) yang jamak bisa merangkai sejumlah pihak sekaligus untuk saling memenuhi atau mendekati coincident of wants-nya secara bersama-sama.

Dengan adanya pasar yang didukung system informasi yang canggih balance of payment dapat ditemukan pihak yang bisa mengisi/mengambilnya, dan bahkan masalah store of value akan dapat diisi oleh pihak-pihak yang memang bisa/sanggup menangani barang-barang yang mudah rusak nilainya atau barang yang menimbulkan biaya ekstra untuk menyimpannya.

Namun dengan tingkat kemudahan transaksi dengan uang yang lebih tinggi – meskipun ada dua kelemahan mendasar dari uang kertas yang saya sebutkan di awal tulisan di atas – harus diakui bahwa ekonomi dunia masih akan didominasi oleh ekonomi yang berbasis mata uang.  Tetapi transaksi perdagangan barter juga bukan berarti kecil, dua tahun lalu saja transaksi barter di dunia sudah mencapai US$ 3.7 trilyun.

Walhasil sebenarnya masyarakat modern ini masih bisa memiliki dua pilihan. Pilihan pertama berekonomi dengan basis uang seperti yang terjadi selama ini, mudah karena sudah terbiasa tetapi beresiko inflasi dan adanya ketimpangan antar negara yang satu dengan yang lain. Pilihan kedua adalah mencoba system barter, sedikit repot awalnya karena harus membiasakan diri – tetapi lebih aman dari inflasi dan kemakmuran lebih terjaga.

Barangkali karena alasan yang kedua inilah masyarakat di Nusa Tenggara Timur hingga kini masih terus mempraktekkan system barter mereka yang disebut  Du-Hope. Sebuah disertasi  Doktor  di Universitas Indonesia bahkan berhasil membuktikan bahwa system barter yang diterapkan oleh masyarakat  NTT tersebut mampu menjadi jaring pengaman sosial yang efektif – ketika uang tidak ada, orang masih bisa hidup dengan barter menggunakan barang-barang yang ada. Wa Allahu A’lam.

Disclaimer

Meskipun seluruh tulisan dan analisa di blog ini adalah produk dari kajian yang hati-hati dan dari sumber-sumber yang umumnya dipercaya di dunia bisnis, pasar modal dan pasar uang; kami tidak bertanggung jawab atas kerugian dalam bentuk apapun yang ditimbulkan oleh penggunaan analisa dan tulisan di blog ini baik secara langsung maupun tidak langsung.

Menjadi tanggung jawab pembaca sendiri untuk melakukan kajian yang diperlukan dari sumber blog ini maupun sumber-sumber lainnya, sebelum mengambil keputusan-keputusan yang terkait dengan investasi emas, Dinar maupun investasi lainnya.