Pergerakan Harga Dinar 24 Jam

Dinar dan Dirham

Dinar dan Dirham
Dinar adalah koin yang terbuat dari emas dengan kadar 22 karat (91,7 %) dan berat 4,25 gram. Dirham adalah koin yang terbuat dari Perak Murni dengan berat 2,975 gram. Khamsah Dirham adalah koin yang terbuat dari Perak murni dengan berat 14,875 gram. Di Indonesia, Dinar dan Dirham diproduksi oleh Logam Mulia, unit bisnis dari PT Aneka Tambang, Tbk, dan oleh Perum PERURI ( Percetakan Uang Republik Indonesia) disertai Sertifikat setiap kepingnya.

30 Maret 2010

Menduga Sisa Nilai Uang Kertas Dengan Teori Peluruhan…

Para scientist telah lama menggunakan teori peluruhan eksponensial (exponential decay theory) untuk menduga usia benda-benda purbakala, fosil dan lain sebagainya. Konsep yang mudah untuk dipahami bersamaan dengan teori ini adalah adanya konsep waktu paruh (half-life), yaitu waktu yang diperlukan materi subjek peluruhan eksponensial untuk menjadi tinggal separuhnya dari materi semula.

Apabila teori ini berlaku untuk benda-benda yang ada di alam, apakah teori ini juga berlaku untuk kreasi manusia modern yang namanya uang kertas ?. Well, setahu saya belum ada yang membuat studi ilmiah tentang hal ini – namun dengan melihat statistik harga emas dunia dalam berbagai mata uang kertas selama 40 tahun terakhir – saya menduga bisa jadi teori peluruhan eksponensial ini juga berlaku untuk uang kertas.

Coba kita perhatikan fakta berikut ini : Pada tahun 1970, ketika emas masih dijadikan standar mata uang dunia dalam perjanjian Breton Woods harga emas dunia saat itu berada pada angka US$ 35.94/Oz. Dengan nilai tukar Rupiah Rp 415/US$; maka harga emas saat itu di Indonesia berada di kisaran Rp 480/gram.

Kini setelah 40 tahun berlalu, harga emas menjadi US$ 1,109/Oz dan dengan nilai tukar Rp 9,175/US$ harga emas dalam Rupiah menjadi di kisaran Rp 327,000/gram. Artinya setelah 40 tahun, nilai US$ terhadap emas tinggal tersisa 3.24% dan nilai Rupiah tinggal 0.15%.

Nah fakta-fakta ini apabila kita plot-kan di grafik Nilai Sisa setelah waktu paruh ke N = 100%/2^N seperti diatas ; kita akan tahu dimana posisi US$ dan dimana pula posisi Rupiah. Setelah 40 tahun US$ kini berada pada waktu paruh antara ke 4 menuju waktu paruh ke 5; dengan kata lain US$ memiliki waktu paruh sekitar 8.9 tahun.

Pada periode 40 tahun yang sama Rupiah kini telah berada pada waktu paruh ke 9 menuju waktu paruh ke 10, atau dengan kata lain Rupiah memiliki waktu paruh di angka sekitar 4.2 tahun.

Apa maknanya ini ?; Bila Anda memegang Rp 327,000 saat ini dapat Anda belikan 1 gram emas; bila Anda punya uang yang sama 4.2 tahun lagi maka Anda tinggal mendapatkan ½ gram emas. Setelah 8.4 tahun lagi, uang yang sama tinggal setara ¼ gram emas. Pada saat anak Anda yang sekarang di TK, masuk perguruan tinggi 12.6 tahun dari sekarang uang yang sama tersebut tinggal seharga 1/8 gram emas.

Aplikasi teori peluruhan untuk menduga nilai sisa dari uang kertas ini, bisa saja diperdebatkan ke-ilmiahan-nya. Namun tidak ada salahnya kita menengok nilai uang kertas ini puluhan tahun kebelakang, agar kita bisa lebih bijak dalam memilih tabungan kita untuk penggunaan yang bisa jadi masih puluhan tahun kedepan.

Agar anak-anak kita bisa sekolah dengan dana yang cukup pada waktunya. Dan agar di usia senja kita, kita masih bisa membiayai segala kebutuhan kita sendiri. Wa Allahu A’lam.

26 Maret 2010

Bila Dinar Dan Dirham Dipergunakan Sebagai Alat Transaksi…

Dari Aiman r.a berkata : “ Saya masuk ke rumah Aisyah, di situ ada baju perempuan yang terbuat dari benang seharga lima Dirham. Kata Aisyah: “Lihatlah sahaya perempuanku, perhatikanlah dia !, dia merasa megah karena memakai pakaian itu dalam rumah. Saya pernah memakai baju itu pada masa Rasulullah SAW. Setiap wanita yang ingin berdandan di Madinah, selalu mengirimkan utusannya kepadaku buat meminjamnya”. (Shahih Bukhari, Kitab 47, Hadits no 796)

Diriwayatkan dari ‘Urwa : “Bahwa Nabi memberinya satu Dinar untuk membeli domba untuk beliau. ‘Urwa membeli dua ekor domba untuk beliau dengan uang tersebut. Kemudian dia menjual satu ekor domba seharga satu Dinar, dan membawa satu Dinar tersebut bersama satu ekor dombanya kepada Nabi. Atas dasar ini Nabi berdoa kepada Allah untuk memberkahi transaksi ‘Urwa. Sehingga ‘Urwa selalu memperoleh keuntungan (dari setiap perdagangannya) – bahkan seandainya dia membeli debu”. (Di riwayat lain) ‘Urwa berkata : “Saya mendengar Rasulullah SAW berkata, “Selalu ada kebaikan pada kuda sampai hari kiamat””. (Periwayat lainnya lagi menambahkan “saya melihat 70 ekor kuda di rumah ‘Urwa.”) ( Sufyan berkata, “Nabi menyuruh ‘Urwa untuk membeli domba untuk beliau sebagai hewan qurban”.) (Shahih Bukhari, Kitab 56, Hadits No 836).

Diriwayatkan dari Abdullah Ibn Umar : Umar ibn Al Khattab memberi nama untanya bukhti untuk qurban. Ada yang menawar 300 Dinar untuk unta ini. Ia datang kepada Nabi SAW dan berkata : “ Ya Rasulullah, unta saya bukhti yang saya niatkan untuk qurban ditawar 300 Dinar. Boleh kah saya jual kemudian saya membeli unta lain dengan uang tersebut ?. Jangan, qurban kan saja yang ini.” ( Hadits Sunan Abudawud, Kitab 10, hadits no 1752).

Banyak sekali pelajaran yang bisa kita petik dari serangkaian hadits tersebut diatas, diantaranya adalah :

Pertama, kita bisa memperoleh perpektif yang lebih jelas tentang kehidupan Rasulullah SAW beserta keluarga dan para sahabat beliau. Bahwa keluarga beliau dan para sahabatnya hidup sederhana dan begitu akrab satu sama lain – sampai baju Aisyah yang indah sering dipinjamkan kepada kepada wanita-wanita Madinah.

Kedua, daya beli Dirham juga relatif stabil meskipun kursnya terhadap Dinar bisa saja berfluktuasi; yang disebut baju yang indah namun tidak berlebihan untuk Aisyah yang hidup sederhana – adalah seharga 5 Dirham. Dengan 5 Dirham, sekarang Anda-pun masih bisa memperoleh baju yang relatif indah yang tidak berlebihan.

Ketiga, harga yang wajar untuk kambing standar saat itu adalah 1 Dinar; bahwasanya ‘Urwah bisa membeli dua ekor kambing dengan 1 Dinar – ini nampaknya karena kepandaian ‘Urwah berdagang sehingga beliau di do’akan secara khusus oleh Rasulullah SAW. Dua ekor kambing yang dibeli ‘Urwah kemudian salah satunya dijual lagi dengan harga 1 Dinar dan 1 ekor yang lain dipertahankan untuk keperluan qurban Rasulullah SAW – ini menguatkan fakta bahwa baik kambing yang dijual maupun yang diserahkan ke Rasulullah SAW adalah kambing yang wajar ukurannya untuk harga 1 Dinar (buktinya orang lain mau membeli 1 Dinar, dan Rasulullah-pun mau menerima kambing yang diperuntukkan sebagai hewan qurban beliau seharga 1 Dinar tersebut). Satu Dinar saat ini tetap dapat untuk membeli seekor kambing dengan standar yang baik – ini membuktikan betapa stabilnya daya beli Dinar terhadap benda riil.

Keempat, kita jadi tahu ukuran atau nilai ‘kendaraan mewah’ saat itu yaitu unta terbaik seharga 300 Dinar. Atau kalau saat ini kira-kira setara SUV menengah atas Toyota Fortuner atau Mitsubishi Pajero Sport. Nilai seperti inilah yang dijadikan qurban oleh sahabat Rasulullah SAW yang mampu seperti Umar. Jadi bila Anda tergolong orang yang mampu berqurban dengan hewan qurban pilihan; lakukanlah itu.

Kelima, pelajaran yang tidak kalah menariknya adalah customary atau kebiasaan masyarakat saat itu – kapan menggunakan Dinar untuk transaksi dan kapan menggunakan Dirham.

Untuk kebutuhan transaksi yang nilainya tidak terlalu besar seperti untuk membeli baju, makanan sehari-hari dan lain sebagainya tentu tidak praktis menggunakan Dinar – maka digunakanlah Dirham. Jadi kalau sekarang-pun kita hendak mengganti uang fiat dengan uang riil untuk kebutuhan transaksi sehari-hari seperti membeli makanan dan belanja sehari-hari lainnya, Dirham insyallah akan lebih sesuai ketimbang Dinar.

Memang dengan teknologi yang kita miliki teknologi M-Dinar, bisa saja kita membeli buku di Dinarworld seharga 0.075 Dinar misalnya ; namun penggunaan Dinar untuk transaksi kecil diluar pasar yang sudah terintegrasi dengan system elektronik semacam Dinarworld dan M-Dinar ini kemungkinan masih perlu waktu untuk bisa berjalan praktis.

Diluar transaksi dengan nilai kecil tersebut, sudah sangat banyak transaksi lain yang bisa kita fasilitasi dengan menggunakan Dinar – yaitu transaksi barang/jasa yang bernilai cukup besar. Karena Islam tidak mengajari kita untuk boros, tentu transaksi yang bernilai cukup besar ini arahnya bukan untuk kebutuhan konsumtif tetapi untuk kebutuhan produktif.

‘Urwah menggunakan Dinar untuk perdagangan kambingnya dan ‘Unta Umar juga dinilai dalam satuan Dinar – ini contoh yang baik untuk penggunaan Dinar sebagai transaksi perdagangan dan sebagai timbangan yang adil atau unit of account yang saat itupun sudah praktis apalagi sekarang. Dalam bahasa ekonomi, transaksi-transaksi atau penilaian yang sudah praktis dilakukan dengan Dinar seperti dalam dua contoh hadits tersebut adalah masuk kategori transaksi barang modal.

Karena Dinar kita arahkan untuk transaksi barang modal – artinya untuk menggerakkan kegiatan produktif – bukan konsumtif , maka tema sentral yang diusung geraidinar adalah Investasi dan Proteksi Nilai. Tema inilah yang sering disalah pahami oleh pihak yang tidak bosan-bosannya mengkritisi kami, dalam pandangan mereka investasi ini diartikan sekedar membeli Dinar terus disimpan atau sekedar menumpuk Dinar untuk ditunggu naik nilainya. Tuduhan ini sama sekali tidak berdasar, karena sejak awal sekali kami memperkenalkan Dinar – para pengguna Dinar sudah kami ingatkan untuk tidak menimbun. Lihat tulisan kami bangun Ketahanan Ekonomi Keluarga Tetapi Jangan Menimbun misalnya.

Justru karena kami melihat bahwa transaksi dengan menggunakan Dinar yang paling mungkin untuk dilakukan saat ini adalah transaksi barang modal atau investasi tersebut, maka tidak terlepas dari gerakan sosialisasi Dinar ini – kita juga mendorong kegiatan produktif masyarakat yang bisa didanai atau digerakkan dengan Dinar.

Pesantren Wirausaha, Pinjaman Modal Usaha Tanpa Beban, Project Planet Jamur, Project Susu Kambing, Indobarter, dan Berbagai Solusi Pembiayaan Berbasis Dinar yang kami lakukan bersama BMT Daarul Muttaqiin dlsb. dlsb. adalah upaya konkrit untuk mendorong penggunaan Dinar untuk transaksi produktif barang modal atau investasi. Disini investasi artinya memutar asset atau menjadikan asset bergerak memutar roda kegiatan produktif lainnya.

Jadi saat ini Dinar telah secara praktis digunakan untuk kebutuhan transaksi-transaksi yang bersifat produktif, sedangkan untuk transaksi yang bersifat konsumtif – ini sebenarnya lebih tepat dilakukan dengan Dirham. Namun karena nilai Dirham saat ini masih didominasi oleh biaya cetaknya yang mahal, sementara kami belum fokuskan disini. Semoga Allah memudahkan kita kepada jalan amal sholeh yang diridloiNya…

24 Maret 2010

Efek US Healthcare Reform dan Krisis Yunani Pada Masa Depan Harga Emas…

Harga emas dunia bergerak tidak menentu dan menjadi semakin sulit diprediksi untuk sementara ini. Faktor-faktor penggerak harga-nya begitu banyak, sehingga gejolak jangka pendeknya menjadi significant.

Faktor dalam negeri Amerika yang berpengaruh langsung pada harga emas dunia (US$/Oz) antara lain adalah kemenangan Presiden Obama untuk meng-goal-kan reformasi pelayanan kesehatan yang menjadi salah satu agenda utama ketika dia mencalonkan diri sebagai presiden negeri itu.

Keberhasilan ini meningkatkan kepercayaan dunia usaha terhadap kepemimpinannya – dus memperkuat uangnya. Saat ini US$ Index berada di kisaran angka 81, yang merupakan salah satu puncak tertinggi selama 3 bulan terakhir. Dengan US$ yang lagi perkasa ini, maka harga emas dunia dalam US$ untuk sementara tentu cenderung tertekan.

Namun ini bisa jadi hanyak efek sementara, pendapat yang menolak reformasi pelayanan kesehatan tersebut juga berpeluang yang sama untuk benarnya. Mereka yang menolak memiliki argumen yang kuat bahwa dengan adanya reformasi pelayanan kesehatan ini, anggaran belanja pemerintah bisa membengkak dari rata-rata 20% terhadap GDP meningkat ke kisaran 30 % dari GDP. Hal ini akan menimbulkan structural deficit yang semakin tidak bisa diatasi dan akhirnya bisa mengakibatkan fiscal meltdown. Amerika akan semakin sulit menjual hutang-hutangnya dan daya beli uang mereka akan hancur. Bila ini terjadi semua barang tidak terkecuali emas akan melambung harganya bila dibeli dengan US$.

Diluar faktor dalam negeri Amerika (yang berpengaruh terhadap daya beli US$), ada puncak gunung es potensi krisis financial dunia yang bisa di trigger oleh problem di Yunani yang kini bagaikan buah simalakama di Eropa. Jerman yang merupakan salah satu negara terkuat di Uni Eropa sudah terang-terangan tidak akan mau melibatkan diri dalam bailout Yunani.

Pada saat yang bersamaan European Central Bank President Jean- Claude Trichet dan French President Nicolas Sarkozy tidak merasa nyaman dengan ide George Papandreou – Perdana Menteri Yunani untuk mencari pertolongan ‘bail us out’ ke IMF. Rupanya perancis merasa malu bila ada bangsa Eropa yang tergabung dalam Uni Eropa – harus menjalani operasi penyelamatan ala IMF.

Walhasil krisis Yunani akan semakin ruwet – dan yang paling jelas efeknya akan kemana-mana. Efek langsungnya adalah, entah sumbernya dari manapun – di system keuangan dunia akan ada pihak yang terpaksa perlu ‘mencetak uang’ dalam jumlah besar untuk aksi penyelamatan krisis ini.

Aksi ‘pencetakan uang’ ini – apalagi dalam jumlah yang tidak terkendali bila situasi krisis meluas – pada akhirnya akan melambungkan harga-harga secara umum, termasuk tentu saja harga emas/dinar.

Jadi konsisten dengan pikiran utama saya di situs ini, bahwa dalam jangka pendek bisa saja harga emas/dinar tertekan turun – tetapi untuk jangka menengah panjang, insyallah lebih banyak faktor pendorong untuk naik ketimbang sebaliknya. Wa Allahu A’lam.


22 Maret 2010

Euro : Uang Fiat Modern Yang Bisa Jadi Tidak Berusia Panjang…

Meskipun kelahirannya menghebohkan dunia dan sempat menjadi harapan bangsa-bangsa di dunia untuk menjadi alternative reserve currency , Euro yang ibarat usia manusia sekarang baru memasuki usia ABG – ternyata tidak tumbuh sehat. Bahkan menurut investor legendaris Jim Rogers dalam siaran televisi business terkemuka CNBC pekan lalu menyatakan bahwa usia Euro paling-paling hanya bisa bertahan sekitar 15 tahun lagi dari sekarang.

Jadi kalau dihitung sejak kelahirannya mulai digunakan resmi sebagai unit of account 1 Januari 1999 – dan jika prediksi Jim Rogers benar berarti usia Euro secara keseluruhan tidak akan lebih dari 30 tahun saja.

Diluar prediksi Jim Rogers tersebut, sebenarnya kita bisa melihat masa depan Euro ini secara lebih jelas bila kita gunakan timbangan emas. Sejak kelahirannya 11 tahun lalu itu, sampai sekarang nilai Euro terhadap emas tinggal 30% saja. Bila trend menurun ini berlanjut, maka lima belas tahun yang akan datang – daya beli Euro terhadap emas akan tinggal di kisaran 5 % dibandingkan dengan saat kelahirannya.

Euro yang semula diharapkan menjadi mata uang modern yang hebat dan perkasa, ternyata kini memiliki masa depan yang sama suramnya dengan berbagai mata uang fiat lain di dunia. Lantas pelajaran apa yang mestinya dapat kita petik dari uang paling modern – yang lahir di era teknologi ini ?.

Bayangkan bila uang yang digunakan sehari-hari oleh setidaknya 16 negara yang konon tergolong paling maju, dengan total penduduk diatas 327 juta dan dengan GDP terbesar di dunia (sekitar EUR 12.25 trilyun atau sekitar USD 16.52 trilyun) saja bisa jadi tidak akan survive dalam waktu yang lama – maka apa jadinya nasib uang fiat lain yang dikeluarkan oleh negara-negara yang lebih lemah ekonominya.

Dengan fakta tersebut diatas, maukah Anda menabung dalam Euro untuk biaya sekolah anak Anda sekian belas tahun yang akan datang ?. Saya rasa tidak. Nah bila dengan Euro saja Anda tidak tertarik, bagaimana dengan mata uang lain yang ‘tidak lebih perkasa’ dari Euro dalam jangka panjang ?. Anda kini punya pilihan Anda sendiri. Mata uang negara-negara di dunia diluar European Union rata-rata telah berusia lebih panjang dari Euro – dalam arti namanya telah bertahan lebih lama, tetapi dalam arti daya beli rata-rata tidak bernasib lebih baik dari nasib Euro tersebut untuk kurun waktu yang sama. Wa Allahu A’lam.

19 Maret 2010

Dunia Akan Membutuhkan Uang Baru Atau System Barter Yang Canggih …

Dalam tulisan saya awal pekan ini tentang bagaimana kita bisa mengalahkan inflasi, saya telah memberi gambaran betapa daya beli umat manusia di di seluruh dunia tergerus oleh inflasi yang tidak bisa dikendalikan oleh pemerintahan negerinya masing-masing.

Kalau ada yang masih berpikir bahwa ada uang kertas dunia yang bertahan daya belinya, maka perhatikanlah kinerja uang kertas-uang kertas yang selama ini dipandang kuat di dunia seperti grafik disamping. Daya beli terhadap emas untuk Rupiah misalnya tinggal 20% selama 10 tahun terakhir, bila di awal tahun 2000 Anda bisa membeli emas seberat 1 gram seharga Rp 66,000,- maka kini dengan uang yang sama Anda hanya bisa membeli 0.2 gram emas karena per gramnya kini telah menjadi Rp 330,000,-.

Bukan hanya Rupiah tetapi berbagai mata uang perkasa dunia-pun nasibnya hanya sedikit lebih baik dari Rupiah; dalam kurun waktu 10 tahun yang sama daya beli Poundsterling terhadap emas tinggal 23%, US Dollars tinggal 25%, Yen dan Sing Dollar tinggal 30 % dan Euro tinggal 34 %.

Mengapa emas pembandingnya ?, bukan data inflasi di masing-masing negara ?. Sederhana, di negara maju sekalipun seperti di Amerika yang katanya paling transparan dalam informasi – data inflasi resmi pemerintah negeri itu diragukan oleh rakyatnya sendiri sehingga munculah Shadow Government Statistic misalnya – pemerintah dianggap mempunyai ‘kepentingan’ terhadap data inflasi ini sehingga data yang dikeluarkan bisa jadi bukanlah data yang sebenarnya.

Dilain pihak daya beli emas sudah terbukti stabil selama lebih dari 1,400 tahun - bahwa 4.25 gram emas yang disebut 1 Dinar, selalu cukup untuk membeli satu ekor kambing. Sehingga emas (bersama perak) memang layak sebagai satu-satunya timbangan yang adil dalam bermuamalah seperti yang diungkapkan oleh Imam Ghazali dalam ‘Ihya Ulumuddin sejak 10 abad lalu.

Dengan penurunan daya beli uang kertas seperti tersebut diatas, disadari atau tidak umat manusia akan semakin banyak yang merindukan hadirnya uang yang adil yang nilainya bebas inflasi – meskipun bisa jadi uang ini tidak diakui sebagai uang oleh system moneter yang dianut dunia saat ini.

Bila otoritas-otoritas keuangan dunia menerima kembali uang bernilai intrinsik seperti emas/Dinar atau perak/Dirham , maka urusan pencarian uang baru ini selesai sudah. Tinggal copy paste dari syariah Islam tentang bagaimana penggunaan emas dan perak ini diatur – semuanya sudah komplit dan sudah dijalankan selama lebih dari seribu tahun.

Masyalahnya adalah system keuangan dunia saat ini yang dikomandoi IMF menolak kehadiran uang emas ini, jadi apa kira-kira yang akan terjadi ?. Masyarakat akan semakin tidak mempercayai rezim uang kertas dunia, tetapi uang bernilai intrinsic yang didambakannya terhambat kehadirannya sehingga sulit untuk tersedia secara cukup di masyarakat. Maka kemungkinan besar yang akan terjadi adalah system barter yang akan berkembang.

Dengan berbagai perkembangan teknologi data processing yang semakin cepat dan murah, tidak mustahil system barter nan canggih akan segera tersedia di pasar. Bahkan di negeri tetangga misalnya sudah ada perusahaan yang menawarkan system barter ini untuk transaksi perdagangan business to business. Tidak tanggung-tanggung, perusahaan ini telah meng-klaim memiliki ratusan ribu customer based dan telah memiliki ‘uang’-nya sendiri yang disebut Barter Trade Credit.

Bila system barter berkembang (ketika uang kertas terus menurun legitimasinya), maka benda-benda riil lah yang berharga dan bukan lagi uang kertas. Dahulu saya sulit memahami mengapa sampai garam-pun disebut dalam Hadis Nabi Riwayat Muslim, Abu Daud, Tirmidzi, Nasa’i, dan Ibn Majah, dengan teks Muslim dari ‘Ubadah bin Shamit, Nabi s.a.w bersabda: “(Juallah) emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, sya’ir dengan sya’ir, kurma dengan kurma, dan garam dengan garam (dengan syarat harus) sama dan sejenis serta secara tunai. Jika jenisnya berbeda, juallah sekehendakmu jika dilakukan secara tunai”.

Setelah mempelajari system barter ini, kini saya tahu rupanya tidak ada yang tidak penting dalam setiap benda yang disebut di dalam hadits barter tersebut diatas - jadi bukan hanya emas dan perak yang berharga tetapi garam-pun sangat berharga. Hidup menjadi sungguh hambar tanpa garam – karena makanan yang seharusnya enak-pun menjadi tidak ada rasanya, otak yang seharusnya cerdas menjadi tidak berfungsi (iodium dalam garam juga berfungsi mencerdaskan otak).

Jadi kalau garam-pun bernilai untuk barter, benda-benda lain yang Anda miliki dan peroleh dengan susah payah – tentu bernilai dan bermanfaat untuk Anda. Kalaupun toh Anda sudah tidak membutuhkannya lagi, bisa jadi ada orang lain yang membutuhkannya – mengapa tidak berfikir untuk di barter saja ?. Wa allahu A’lam.

15 Maret 2010

Mengalahkan Inflasi, Insyallah Kita Bisa…

Dalam ilmu ekonomi, yang dimaksud dengan inflasi adalah kenaikan harga-harga terhadap barang dan jasa secara umum dalam periode tertentu. Menurut para penganut teori Monetarist, penyebab utama inflasi ini adalah supply uang. Bahkan dalam pandangan Monetarist Economist terkenal Milton Friedman "Inflation is always and everywhere a monetary phenomenon."

Dalam sistem ekonomi barat ada yang berpendapat bahwa inflasi ini ada positifnya karena antara lain berguna untuk mendorong investasi sektor riil. Ketika inflasi tinggi orang cenderung untuk tidak mempertahan assetnya dalam bentuk uang – tetapi dalam bentuk barang, kebutuhan akan barang inilah yang mengangkat produksi dan memutar ekonomi.

Dalam Islam, produksi sektor riil tidak didorong oleh inflasi tetapi oleh putaran uang yang lebih cepat. Kekayaan bukan untuk ditimbun tetapi berputar ke masyarakat luas – berputar tidak hanya pada yang kaya tetapi juga pada yang miskin. Dalam pandangan Ibnu Taimiyyah, pemerintah yang mencetak fulus melebihi kebutuhan transaksi – dus menyebabkan inflasi – adalah pemerintah yang mendhalimi rakyatnya.

Pandangan Ibnu Taimiyyah inilah yang sebenarnya lebih pas untuk manusia modern di zaman ini sekalipun. Pemerintah-pemerintah dunia akan mampu menjaga kemakmuran rakyatnya bila mereka bisa menurunkan atau bahkan menghilangkan inflasi – kalau saja mereka mau !.

Contoh betapa inflasi menyengsarakan rakyat seluruh dunia dapat Anda lihat pada grafik diatas. Grafik yang saya buat berdasarkan data yang dikeluarkan oleh International Rice Research Institute (IRRI) ini menunjukkan bahwa dalam lima tahun terakhir saja, harga beras di dunia telah mengalami kenaikan rata-rata hampir dua kali lipat. Padahal sangat sedikit porsi penduduk dunia yang bisa meningkatkan penghasilannya dua kali lipat dalam periode tersebut.

Artinya, rata-rata penduduk dunia menurun tingkat kemakmurannya – karena penurunan daya beli uangnya ini. Hal ini juga bisa kita rasakan di rumah tangga kita masing-masing. Bisa saja penghasilan kita meningkat dari tahun ketahun, tetapi kok beban hidup tidak terasa lebih ringan ya…?; bila Anda merasakan hal yang sama – sangat bisa jadi ini karena kenaikan penghasilan Anda kalah cepat dengan inflasi terhadap harga-harga kebutuhan pokok Anda.

Yang bisa mengendalikan inflasi ini adalah pemerintah khususnya otoritas moneter; rakyat seperti kita tidak bisa mengendalikan inflasi ini. Meskipun demikian, sebenarnya ada yang bisa dilakukan oleh rakyat seperti kita-kita untuk tidak menjadi korban inflasi ini. Dengan apa kita dapat melakukan ‘perlawanan’ terhadap inflasi ini ?.

Dengan meminimise penggunaan uang yang menjadi penyebab inflasi tersebut. Menurut para penganut paham Monetarist diatas, inflasi kan disebabkan oleh supply uang – ya jangan taruh kekayaan Anda yang kegunaannya bersifat jangka panjang dalam bentuk uang. Bila Mayoritas kekayaan Anda tersimpan dalam nominal mata uang (Rupiah, US$ dlsb), maka daya beli kekayaan Anda tersebut akan terus menurun bersamaan dengan waktu. Bila dalam lima tahun terakhir saja harga beras internasional rata-rata naik dua kali, berarti daya beli uang Anda terhadap beras turun tinggal separuhnya – maka bisa Anda bayangkan bila lima belas tahun dari sekarang Anda pensiun misalnya – maka saat itu daya beli asset Anda bisa jadi sangat tidak memadai untuk kehidupan saat itu.

Dalam situasi inflasi yang sangat tinggi sekalipun (hyper inflasi), harga barang-barang naik relatif bersamaan – maka nilai tukar benda riil yang satu relatif stabil terhadap benda riil yang lain. Artinya bila asset Anda berupa benda riil yang tidak aus atau rusak, maka daya beli asset Anda tersebut insyallah akan relatif stabil. Salah satu benda riil yang tidak aus/rusak , sangat likuid dan statitisk daya belinya terbukti sepanjang zaman adalah Emas atau Dinar.

Rice Price

Emas atau Dinar terbukti memiliki daya beli relatif stabil sepanjang lebih dari 1, 400 tahun; bukan hanya untuk membeli kambing 1 Dinar tetap dapat satu ekor kambing sejak zaman Nabi – sampai sekarang; untuk membeli kebutuhan pokok seperti beras pun insyallah relatif stabil. Bila data dari IRRI tersebut saya sajikan kembali dalam nilai emas; maka Anda akan bisa lihat pada grafik disamping bahwa harga beras rata-rata berfluktuasi di sekitar 0.7 oz emas/ ton beras. Ada yang di kisaran 1 oz emas/ton beras, namun ada juga yang di 0.5 oz emas/ton beras.

Perbedaan harga karena jenis/kwalitas ini wajar, karena di barang apapun termasuk di kambing pun juga demikian. Kambing-kambing yang kami pilahara di pesantren Darul Muttaqqiin untuk indukan rata-rata 2 Dinar, bahkan pejantan unggul bisa berharga diatas 10 Dinar. Tetapi secara umum di pasar 1 Dinar akan tetap dapat untuk membeli kambing yang cukup baik.

Demikian pula di beras; ada beras jepang yang sangat mahal, tetapi dengan 0.7 Oz emas atau sekitar 5 Dinar Anda tetap dapat membeli beras 1 ton di sepanjang masa.

Oh masih ada satu lagi, dalam lima tahun terakhir setelah ditimbang/dinilai dengan emas-pun harga beras tidak menjadi datar – tetapi bergelombang membentuk gelombang sinus; inilah dampak dari naik turunnya harga yang fitrah karena mekanisme pasar supply and demand – bukan lagi faktor inflasi.

Karena inflasi bisa dilawan dengan pertukaran barang yang satu dengan yang lain tanpa menggunakan uang; maka inilah yang melatar belakangi bangsa-bangsa di dunia sedang berlomba menciptakan system barter modern. Tidak akan mudah memang, tetapi untuk sesuatu problem yang tidak pernah bisa diatasi oleh pemerintah-pemerintah dunia – yaitu problem inflasi; maka hal yang sulit tersebut cukup menantang untuk dicoba – Insyallah.

11 Maret 2010

Antara Mekanisme Pasar Yang Fitrah & Inflasi Yang Harus Dicegah…


Sudah beberapa hari ini harga emas mengalami penurunan dan puncaknya semalam ketika pasar internasional turun secara significant dari US$ 1,121/Oz ke angka US$ 1,108/Oz. Akibatnya pagi ini harga Dinar kembali turun mendekati angka Rp 1.4 juta lagi. Ini kabar baik bagi kita yang di Indonesia, bahwa uang kita masih bernilai baik – meskipun (mungkin) ini hanya bersifat jangka pendek.

Pada kesempatan ini saya ingin share data harga emas dalam Rupiah yang sudah terkumpul di system kami sejak 14 September 2007. Pada grafik disamping Anda akan lihat pergerakan naik turunnya harga emas harian, yang kurang lebih berimbang antara hari-hari dimana harga emas naik dan hari-hari dimana harga emas turun.

Naik turunnya harga emas harian ini lebih banyak didorong oleh mekanisme pasar yang bekerja secara global; ketika harga tinggi orang banyak yang menjual emasnya sehingga supply meningkat dan akan mendorong harga turun. Demikian pula ketika harga rendah, banyak peminat akan berburu emas sehingga demand meningkat dan harga kembali naik, demikian seterusnya.

Kalau harga emas hanya didorong oleh mekanisme pasar, maka seharusnya angka berfluktuasi pada kisaran nilai tertentu - seperti bandul jam yang berayun di sekitar angka 6. Namun ternyata tidak demikian yang terjadi pada harga emas; diawal system kami mulai mencatat harga emas harian, harga ini berada di kisaran Rp 220,000/gram ; kini harga berada pada kisaran Rp 330,000/gram atau naik sekitar 50% dalam 2.5 tahun terakhir.

Artinya selain mekanisme pasar yang mendorong berayunnya harga emas secara harian tersebut; ada kekuatan lain yang hari demi hari mendorong harga emas keatas. Kekuatan lain ini hanya nampak bila kita lihat dalam rentang waktu yang panjang - kekuatan apa ini ?. Inilah yang namanya inflasi atau penurunan daya beli uang kertas terhadap benda riil yang dalam hal ini diwakili oleh emas.

Naik turunnya harga karena mekanisme pasar ini tidak boleh dicampuri oleh siapapun; bahkan dalam Islam Rasulullah SAW-pun tidak mau mempengaruhi-nya sebagaimana Hadits Ashabus Sunan dengan perawi yang shahih sebagai berikut :

Telah meriwayatkan dari Anas RA., ia berkata :” Orang-orang berkata kepada Rasulullah SAW, “Wahai Rasulullah, harga-harga barang naik (mahal), tetapkanlah harga untuk kami. Rasulullah SAW lalu menjawab, ‘Allah-lah Penentu harga, Penahan, Pembentang, dan Pemberi rizki. Aku berharap tatkala bertemu Allah, tidak ada seorangpun yang meminta padaku tentang adanya kedhaliman dalam urusan darah dan harta”.

Sebaliknya dorongan kenaikan harga secara terus menerus yang disebabkan oleh inflasi mata uang kertas, ini tidak boleh terjadi. Penguasa negeri wajib mengendalikan jumlah uang (fulus) yang beredar sehingga rakyat tidak terdhalimi oleh penurunan nilainya. Inilah yang sudah juga diingatkan oleh Ibnu Taimiyyah berikut :

Jumlah fulus ( uang yang lebih rendah dari Dinar dan Dirham seperti tembaga, kertas dlsb.) hanya boleh dicetak secara proporsional terhadap jumlah transaksi sedemikian rupa sehingga terjamin harga yang adil. Penguasa tidak boleh mencetak fulus berlebihan yang merugikan masyarakat karena rusaknya daya beli fulus yang sudah ada di mereka”.

Masalahnya sekarang adalah kita hidup dai zaman uang kertas; di seluruh dunia uang kertas inilah yang digunakan – dan tidak ada satu negarapun yang terbukti bisa mengendalikan inflasi. Maka sangat bisa jadi kini zamannya sudah semakin dekat prediksi pemenang hadiah Nobel ilmu ekonomi tahun 1974 Friedrich August Von Hayek, dan juga prediksi ‘dewa’ ekonomi-nya dunia barat John Naisbitt untuk terbukti : masanya uang ‘swasta’ untuk berjaya menggantikan uang nasional.

Bila megatrend itu bener-bener terjadi, maka insyallah kita-pun sudah siap untuk menyongsongnya. Semoga Allah selalu menunjuki kita ke JalanNya. Amin.

10 Maret 2010

Mungkinkah Harga Emas Akan Turun Terus Menerus Seperti Tahun 1980-an…?…

Saya pernah menulis tentang Misery Index atau Index Kesengsaraan suatu negara yang diukur dengan empat komponen yaitu Inflasi, Pengangguran, Interest Rate dan GDP. Kali ini saya ingin meng-elaborate salah satu dari unsur yang menyengsarakan rakyat tersebut yaitu inflasi.

Banyak cara untuk mengukur inflasi, namun di negara maju sekalipun data inflasi dari pemerintah sering diragukan oleh rakyatnya. Di Amerika misalnya yang menganggap dirinya paling transparan, data inflasinya dibantah oleh seorang kakek-kakek John Williams dari Shadow Government Statistics.

Ada data inflasi yang sebenarnya tidak bisa berbohong yaitu harga barang yang satu dibandingkan dengan barang yang lain yang bersifat baku. Yang selalu kita contohkan disini adalah harga emas 1 Dinar terbukti stabil cukup untuk membeli seekor kambing selama lebih dari 1400 tahun. Jadi harga emas ini bisa untuk mendeteksi apakah suatu negara mampu mengendalikan inflasi atau tidak, bila negara tidak bisa mengendalikan inflasi – maka negara tersebut tidak akan bisa memakmurkan rakyatnya – lihat di tulisan saya mengenai Misery Index tersebut untuk detilnya.

Contoh konkrit dari korelasi antara harga emas dengan inflasi yang juga merupakan indikator kemakmuran ini dapat dilihat di sejarah harga emas di Amerika 100 tahun terakhir seperti dalam grafik diatas. Sampai tahun 1971 ketika harga emas dipatok pada nilai US$ 35/Oz (US$ 21/Oz sampai 1930) – rakyat seharusnya cukup makmur karena daya beli uang mereka tetap.

Namun perhatikan setelah tahun 1971 ketika negeri itu tidak lagi mengkaitkan pencetakan uangnya dengan emas; inflasi langsung melonjak dan puncaknya tahun 1980 ketika negeri itu berada dalam keterpurukan yang serius yang ditandai dengan inflasi yang mencapai angka 13.2%.

Yang menarik adalah negeri itu pernah berhasil mengendalikan inflasi ini dengan sangat baik yaitu ketika Presidennya Ronald Reagan. Tiga tahun diawal pemerintahannya dia berhasil menurunkan tingkat inflasinya menjadi tinggal 3.2% saja. Anda bisa perhatikan dari grafik diatas bahwa puncak inflasi bersamaan dengan puncak harga emas tertinggi tahun 80-an yaitu US$ 615/Oz; kemudian awal penurunan harga emas dimulai dari keberhasilan Reagan mengendalikan inflasi ini.

Diawali dengan kemampuan pemerintah AS mengendalikan inflasi ini, harga emas terus turun dan mencapai titik terendahnya tahun 2001 ketika harga emas tinggal hanya US$ 278/Oz saja.

Pertanyaannya adalah, kalau harga emas dalam US$ pernah begitu lama mengalami penurunan (bearish) – mungkinkah ini akan terjadi kembali kedepan diawali dengan era Obama sekarang ?. Saya berpendapat hal ini kecil sekali kemungkinannya terjadi, karena Obama dan pemerintahan dunia saat ini tidak melakukan empat hal esensial yang dilakukan oleh Reagan yaitu :

1) Di awal pemerintahannya Reagan mencanangkan pemotongan pajak untuk merangsang investasi, tumbuhnya enterpreneurship dan membangkitkan etos kerja. Kita tahu kemudian dalam sejarah bahwa raksasa-raksasa industri teknologi tumbuh pesat saat itu dan mereka tetap ada sampai sekarang.

2) Langkah kedua adalah menghilangkan unnecessary cost on the economy. ( Kita perlu belajar banyak dari langkah kedua ini bila kita ingin bangun dari keterpurukan kita saat ini)

3) Mengendalikan anggaran belanja pemerintah. (Lagi –lagi dibidang ini kita juga perlu belajar; ketika kita lagi terpuruk ya jangan membeli mobil baru yang mahal untuk para pejabat, jangan memekarkan daerah karena akan menambah beban negara, jangan memperbanyak Pilkada, Pileg , Pilpres dlsb. yang semuanya berdampak pada beban biaya yang harus ditanggung rakyat.)

4) Yang keempat Reagan mencanangkan anti-inflation monetary policy yang kemudian terbukti ampuh menurunkan tingkat inflasi tinggal seperempatnya saja hanya dalam waktu 3 tahun.

Empat hal tersebut diatas tidak dilakukan oleh pemerintahan Obama sekarang dan negara-negara lain yang senangnya meniru apa yang mereka lakukan, kini mereka mendapatkan guru yang…berdiri, maka muridpun….berlari.

Harga emas yang menjulang selama dasawarsa terakhir belum ada tanda-tanda berakhir, karena ini juga cerminan inflasi yng sesungguhnya dari uang kertas maka rakyat di seluruh dunia harus mulai berikhtiar sekuat tenaga untuk bisa memakmurkan diri dan keluarganya karena policy pemerintahnya masing-masing nampaknya tidak atau belum akan membawa kemakmuran bagi mereka dalam waktu dekat. Wa Allahu A’lam dan saya bisa saja keliru.

09 Maret 2010

Belajarlah Emas Walau Sampai Negeri China…

Pada dasawarsa pertama kemerdekaan RI, negeri ini pernah memiliki cadangan emas sebesar 248 ton tetapi kemudian cadangan emas ini juga pernah nyaris habis tahun 1971 menjadi tinggal 1.8 ton saja. Ketika Oil Boom tahun 70-an sampai puncaknya 1981, negeri ini alhamdulillah berhasil kembali membangun cadangan emasnya sampai mencapai sekitar 96 ton.

Sayangnya selama seperempat abad kemudian tepatnya sampai 2006, cadangan emas ini tidak berhasil dinaikkan dan bahkan berkurang 24 %-nya pada akhir 2006 sehingga tinggal 73 ton saja.

Mengapa sampai bangsa ini tidak menganggap penting cadangan emas yang bisa menjadi instrumen untuk membangun ketahanan ekonomi (Yukhsinun) selama lebih dari seperempat abad terakhir ?. Dugaan saya sendiri adalah karena ekonomi kita adalah ekonomi ala IMF banget. Kita tahu dalam system IMF, bahkan mereka melarang negara-negara anggotanya menggunakan emas sebagai rujukan mata uangnya.

Akibat pelarangan ini sampai-sampainya otoritas pasar modal kita beberapa tahun lalu ketika ingin mempromosikan dagangannya menggunakan iklan yang memojokkan emas. Dalam iklan tersebut investasi emas digambarkan sebagai investasinya ibu-ibu yang suka pamer, yang lagi meringis menunjukkan gigi emasnya sambil mengangkat tangannya yang dipenuhi gelang emas.

Inilah gambaran betapa kita ter-makan oleh propaganda anti emas yang di stimulir oleh IMF melalui salah satu pasal di articles of agreement tersebut.

Negara-negara yang tidak termakan propaganda oleh IMF ini melakukan hal yang exactly sebaliknya. Kita bisa belajar dari China misalnya untuk yang terakhir ini.

Ketika kita mengurangi cadangan emas kita sampai 24%-nya; China berhasil meningkatkan cadangan emasnya dari 600-an ton tahun 2003, sampai mencapai 1,054 ton akhir tahun lalu.

Ketika institusi resmi pasar modal kita membuat iklan yang memojokkan orang-orang yang berinvestasi pada emas, pemerintah China bahkan mendorong rakyatnya agar rame-rame membeli emas melalui kampanye besar-besaran yang disiarkan oleh China Central Television. Lebih jauh lagi pemerintah China juga mendirikan Shanghai Gold Exchange untuk mempermudah rakyatnya dalam berinvestasi emas.

Mengapa China melakukan hal yang berlawanan dengan resep umum IMF ini ?, dugaan saya lagi karena China tahu bahwa sesungguhnya emas itulah instrumen yang paling efektif dalam mengamankan kekayaan negeri itu beserta kekayaan rakyatnya.

Diantara negara-negara yang paling drastis penurunan cadangan emasnya, mayoritasnya justru negara yang penduduk mayoritasnya muslim seperti Indonesia. Bangladesh contohnya saat ini tinggal memiliki cadangan emas sebesar 3.5 ton saja; Iraq tinggal 5.9 ton; dan negeri jiran kita kini hanya memiliki 36.4 ton padahal sebelum krisis 1997/1998 mereka memiliki cadangan emas sekitar dua kali dari yang dimilikinya sekarang.

Mungkin Anda bertanya, lho kan memang menimbun emas adalah sesuatu yang sangat dilarang dalam Islam ?. Betul, menimbun emas dan perak dan tidak dinafkahkan di jalan Allah diancam dengan siksa yang sangat pedih. Tetapi disisi lain, emas dan perak juga dijadikan hakim/timbangan yang adil dalam bermuamalah. Bahkan batas kewajiban orang kaya dengan hak orang miskin juga ditentukan dengan emas ini yaitu dalam bentuk nishab zakat yang 20 Dinar.

Artinya membangun cadangan emas baik oleh negara maupun rakyat, tidak harus identik dengan menimbun. Ketika kita berhasil menjadikan emas atau Dinar kita sebagai hakim yang adil dalam menggerakkan ekonomi; maka disitulah ketahanan ekonomi umat dan bangsa ini insyallah akan terbangun.

Misi untuk menjadikan emas/Dinar sebagai penggerak sector riil seperti yang pernah saya tulis dalam tulisan tanggal 29 November 2009 lalu misalnya, adalah salah satu upaya kecil yang bisa kita lakukan untuk membangun ketahanan ekonomi agar kita tidak mudah terjajah – dan pada saat bersamaan kita juga terlibat langsung dalam mempercepat putaran ekonomi.

Enam bulan sejak tulisan tersebut kita luncurkan, kini produk-produk solusi pembiayaan berbasis emas/Dinar benar-benar telah dapat ditangani dengan baik oleh GeraiDinar beserta mitra-mitranya. Semoga Allah selalu menunjuki kita jalanNya. Amin.

04 Maret 2010

Paradox US$, Rupiah & Harga Emas…

Melalui beberapa tulisan saya sebelumnya, saya sudah mengungkapkan ‘keperkasaan’ uang kertas US$ maupun Rupiah yang terjadi dalam beberapa bulan terakhir. Rupiah misalnya saat artikel ini saya tulis berada pada nilai tukar Rp 9,257/US$ ; ini angka yang luar biasa ‘perkasa’ mengingat Rupiah sempat menyentuh angka Rp 12,000/US$ pada puncak krisis akhir 2008.

Logikanya adalah apabila Rupiah lagi perkasa, bukankan barang-barang kebutuhan kita bisa kita beli dengan murah saat ini ?. Ternyata tidak seluruhnya demikian. Untuk barang-barang yang biasa kita beli dari luar seperti komputer, software dlsb.; memang terasa penurunan harga barang-barang ini dalam Rupiah.

Namun untuk barang-barang kebutuhan sehari-hari seperti beras, minyak goreng, gula dlsb; ibu-ibu yang suka belanja lebih tahu – harga barang-barang kebutuhan seperti ini tidak mengenal turun. Bahkan khususnya beras, saat ini lagi dirasakan mahal-mahalnya oleh masyarakat kita.

Mengapa demikian ?, karena menguat atau melemahnya Rupiah bukan diukur dari daya beli riil terhadap kebutuhan kita sehari-hari; melainkan diukur relatif terhadap kekuatan mata uang lain. Padahal mata uang negara lain ini baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama tidak mencerminkan daya beli riilnya juga.

Paradox kekuatan mata uang terhadap daya beli riilnya ini lebih mudah bila dilihat dengan harga barang yang bersifat baku. Lagi-lagi saya gunakan emas sebagai barang yang memiliki nilai daya beli baku karena sudah terbukti lebih dari 1400 tahun 4.25 gram emas (1 Dinar) cukup untuk membeli 1 ekor kambing.

Perhatikan grafik diatas untuk melihat paradox daya beli US$ ini secara visual. Anda bisa lihat pada umumnya harga emas turun ketika kekuatan US$ yang diukur dengan US$ Index naik, namun beberapa bulan terakhir meskipun US$ Index naik – harga emas dalam US$ juga tetap naik.

Apa maknanya ini ?; inilah tanda-tanda menurunnya daya beli secara keseluruhan dari system mata uang dunia. US$ yang sedang menunjukkkan keperkasaannya saja, daya belinya secara significant menurun sampai lebih dari 50 persen dalam waktu kurang dari 5 tahun saja (tepatnya sejak januari 2006). Apalagi mata uang negara lain yang pada umumnya lemah !.

Trend inilah yang saya duga juga dipahami oleh petinggi IMF, sehingga merekapun mendorong bangsa-bangsa di dunia untuk siap-siap meninggalkan US$ - terlepas dibalik ini sangat bisa jadi mereka juga memiliki agenda lain untuk mengantisipasi kehancuran US$ ini.

Lantas apa langkah antisipasi kita untuk terhindar dari depresiasi nilai terhadap hasil jerih payah kita berpuluh tahun ?; usahakan simpanan jangka panjang Anda dalam bentuk benda-benda atau investasi yang memiliki asset riil seperti Emas/Dinar, kebun, barang dagangan dlsb. Wa Allahu A’lam.

03 Maret 2010

Dan IMF-pun Mengajak Meninggalkan US$ …?

Ada berita menarik yang bisa Anda baca pada harian Republika yang terbit kemarin (02/03/2010) bahwa IMF menyerukan untuk meninggalkan US$. Berita ini sendiri tentu saja valid karena merujuk pernyataan Dominique Strauss-Kahn, the head of the International Monetary Fund pada jum’at pekan lalu.

Bukannya saya lebih tahu atau lebih pinter dari pimpinan tertinggi IMF tersebut; namun kalau Anda baca tulisan saya hampir 6 bulan lalu dengan judul Tinggalkan Dollar Selagi Sempat , maka Anda akan tahu bahwa seruan atau wacana yang dilontarkan oleh orang nomor 1 di IMF ini adalah hal yang sudah seharusnya dilakukan dan tidak akan mengejutkan Anda.

Masalahnya yang perlu diwaspadai oleh umat dan juga bangsa-bangsa lain di dunia adalah – ada apa dibalik pernyataan ini. Mengapa baru sekarang wacana mengganti US$ dimunculkan ?. Dan apa pengganti US$ yang mereka pikirkan ?.

Saya mencoba menduga-duga apa kira-kira jawaban atas dua pertanyaan tersebut diatas. Mengenai mengapa baru sekarang wacana ini dimunculkan; dugaan saya karena mereka (para petinggi IMF) juga tahu kalau US$ tidak akan survive dalam waktu yang lebih lama lagi – wacana ini dimunculkan untuk semacam sosialisasi ke dunia akan kondisi yang sangat mungkin akan terjadi.

Nampaknya mereka ingin memperbaiki sejarah kegagalan IMF pertama, ketika terjadi kejutan Nixon Shock Agustus 1971 – dimana secara sepihak dan mendadak –Nixon mengguncang Dunia dengan meninggalkan emas sebagai rujukan mata uang Dollar-nya. Kali ini mereka ingin masyarakat dunia tahu dulu – bahwa Dollar berkemungkinan gagal (lagi) dan dunia tidak akan bisa mengandalkannya.

Lantas mengapa mereka ‘berbaik hati’ memberi isyarat pada dunia bahwa US$ akan gagal ?; sederhana – karena mereka juga masih ingin (tetap) memimpin dunia dengan aturannya. Ingat ketika IMF gagal pertama dengan kejadian Nixon Shock Agustus 1971; penggantinya tetap IMF juga hanya ‘undang-undang’-nya yang berganti dari Breton Woods Agreement (1945) menjadi Article of Agreement of IMF yang ditanda tangani di Smithsonian Institute – December 1971. Dari lokasi penanda tangananan ini saja sebenarnya umat Islam yang cerdas sudah harus tahu siapa dibelakang mereka ini dan untuk kepentingan siapa program-program mereka dibuat.

Pertanyaan kedua mengenai apa pengganti US$ yang mereka pikirkan ?. terungkap dari pernyataan Dominique bahwa pengganti US$ sebagai reserve currency yang akan datang adalah “similar to but distinctly different from the IMF's special drawing rights, or SDRs”.

SDR adalah reserve asset yang diciptakan oleh IMF tahun 1969; awalnya nilai 1 SDR setara dengan 0.888671 gram emas – yang seharusnya saat itu juga bernilai 1 US$. Setelah kejadian Nixon Shock tersebut diatas, ‘uang’ SDR yang tadinya setara emas tersebut-pun berganti menjadi setara dengan sekeranjang mata uang - mata uang kuat dunia. Untuk saat ini isi keranjang tersebut terdiri dari US$ , Poundsterling, Euro dan Yen.

Lantas berapa nilai SDR tersebut sekarang ?, per kemarin (01/03/2010) 1 SDR nilainya setara dengan US$ 1.52771 atau kalau dibelikan emas hanya dapat 0.0425 gram. Jadi uang SDR itu-pun kini nilainya tinggal sekitar 1/20 dari nilai awal ketika diperkenalkan 41 tahun lalu.

Maknanya apa ini semua ?, bila US$ sebagai reserve asset diganti dengan SDR bentuk baru sekalipun (yang dikatakan Dominique sebagai similar but distinctly different dengan SDR yang sekarang) – tetap tidak dapat menjadi reserve asset yang sesungguhnya – karena nilainya juga mengalami keruntuhan sebagaimana sekeranjang mata kertas uang yang digunakan untuk menghitung nilainya.

Kita umat Islam tidak seharusnya menggunakan timbangan yang mereka ciptakan; kita memiliki timbangan yang adil sepanjang masa – yaitu DINAR emas, DIRHAM perak, gandum , kurma dan benda-benda riil yang memiliki nilai instrinsik lainnya. Waktunya kita mengikuti petunjuk jalan kita sendiri dan tidak mengikuti mereka. Wa Allahu A’lam.


Disclaimer

Meskipun seluruh tulisan dan analisa di blog ini adalah produk dari kajian yang hati-hati dan dari sumber-sumber yang umumnya dipercaya di dunia bisnis, pasar modal dan pasar uang; kami tidak bertanggung jawab atas kerugian dalam bentuk apapun yang ditimbulkan oleh penggunaan analisa dan tulisan di blog ini baik secara langsung maupun tidak langsung.

Menjadi tanggung jawab pembaca sendiri untuk melakukan kajian yang diperlukan dari sumber blog ini maupun sumber-sumber lainnya, sebelum mengambil keputusan-keputusan yang terkait dengan investasi emas, Dinar maupun investasi lainnya.