Pergerakan Harga Dinar 24 Jam

Dinar dan Dirham

Dinar dan Dirham
Dinar adalah koin yang terbuat dari emas dengan kadar 22 karat (91,7 %) dan berat 4,25 gram. Dirham adalah koin yang terbuat dari Perak Murni dengan berat 2,975 gram. Khamsah Dirham adalah koin yang terbuat dari Perak murni dengan berat 14,875 gram. Di Indonesia, Dinar dan Dirham diproduksi oleh Logam Mulia, unit bisnis dari PT Aneka Tambang, Tbk, dan oleh Perum PERURI ( Percetakan Uang Republik Indonesia) disertai Sertifikat setiap kepingnya.

30 September 2009

Mengapa Harga Emas Bisa Turun ??


Allah menciptakan segala sesuatu sesuai ukurannya dan emas diciptakanNya secara terbatas. Di seluruh Dunia saat ini hanya ada sekitar 150,000 ton emas di permukaan bumi. Yang digali dari pertut bumi setiap tahun hanya menambah emas di permukaan bumi sekitar 1.5% per tahun – sesuai dengan laju pertumbuhan penduduk dunia.

Dengan keterbatasan emas tersebut, mengikuti hukum pasar supply & demand sudah seharusnya harga emas naik terus apabila diukur dengan uang kertas. Kenyataannya dalam jangka panjang memang demikian. Namun dalam jangka pendek, sebulan dua bulan, setahun dua tahun bisa saja harga emas turun.

Seluruh pemerintahan di dunia menggunakan ukuran uang kertas sebagai dasar penilaian kinerjanya. Kalau harga emas dibiarkan terus naik dan orang mulai menggunakan emas sebagai rujukan nilai, maka nilai seluruh mata uang dunia akan kelihatan terus merosot dengan sangat serius. Inilah yang tidak dikehendaki oleh para penguasa dunia.

Lantas apa yang mereka lakukan ? dari waktu ke waktu pemerintahan di dunia menggunakan cadangan emasnya untuk mempengaruhi harga emas di pasar bebas. Namun karena emas ini benda riil yang harus diperoleh dari upaya riil, beda dengan uang kertas yang bisa mereka cetak kapan saja –berapa saja; maka kemampuan mereka mempengaruhi harga pasar ini makin lama makin melemah seiring dengan menurunnya cadangan emas mereka.

Coba perhatikan grafik diatas yang datanya saya olah dari data Gold Anti Trust Action Committee (GATA); cadangan emas yang dimiliki oleh seluruh Bank Sentral di Dunia kalau dijumlahkan mengalami penurunan yang sangat significant dalam seperempat abad terakhir. Bukankah seharusnya naik karena penduduknya naik dan jumlah emas di permukaan bumi juga naik seiring pertambahan penduduk ? Inilah jawababnnya; para Bank Sentral dunia tidak mampu menambah cadangan emasnya, dan bahkan mereka harus menggunakan cadangan yang ada untuk mempengaruhi harga emas di pasar bebas sehingga seolah-olah mata uang kertas mereka masih bernilai.

Ini bukan hanya sinyalemen saya, ada yang sudah sangat terbuka mengungkap hal ini yaitu GATA.

Tahun lalu muncul sebuah iklan besar di Wall Street Journal dengan judul “Anybody Seen Our Gold ?”. Iklan ini di sponsori oleh Gold Anti Trust Action Committee (GATA). Isi dari iklan panjang ini intinya ingin mengungkap berbagai kecurangan pemerintahan di seluruh dunia dalam mempermainkan harga emas. Berikut adalah terjemahan bebas dari beberapa point penting yang dimuat di iklan tersebut.

“Cadangan emas di Amerika Serikat sudah tidak lagi di audit secara penuh dan independent selama lebih dari setengah abad terakhir. Sekarang terdapat bukti bahwa cadangan emas tersebut, juga yang dimiliki oleh negara-negara barat, telah digunakan secara sembunyi-sembunyi untuk memanipulasi mata uang internasional, pasar komoditi, pasar saham dan pasar surat berharga.

Federal Reserve Chairman waktu itu – Alan Greenspan, mengaku di depan kongres Amerika Serikat 24/07/1998 bahwa Bank Central akan ‘meminjamkan’ emasnya untuk menambah jumlah emas apabila harga emas naik.

Dengan upaya menekan harga emas yang bagaimanapun, harga emas telah mencapai US$ 900/ounce; Apabila harga emas dibiarkan bebas mengikuti mekanisme pasar – maka harga emas bisa mencapai US$ 3000 – US$ 5,000 /ounce.

Tujuan dari manipulasi harga emas adalah untuk menyembunyikan kegagalan Dollar Amerika dan untuk mempertahankan kedudukan Dollar Amerika sebagai cadangan devisa bagi hampir seluruh negara.

Permainan harga emas oleh pemerintah akan membawa bencana bagi dunia, oleh karenanya harus dihentikan.”


Jadi berhati-hatilah kita semua, ada kekuatan yang sangat besar sedang bertarung di pasar dunia. Tetapi Allah Maha Besar, Cukuplah Allah Sebagai Pelindung dan Dialah Sebaik-baik Pelindung

28 September 2009

Apa Yang Terjadi dengan Harga Dinar/Emas ?

Hampir empat minggu sejak tulisan saya tentang pasar emas terakhir, saya pikir kini waktunya saya menulis kembali tentang perkembangan harga emas akhir-akhir ini. Agar agak panjang perspektif kita, saya akan tinjau sekilas harga emas dalam US$ dan harga Dinar dalam Rupiah dalam rentang waktu dua bulan sejak awal Agustus 2009.

Secara umum harga emas dalam US$, cenderung naik di bulan September seperti yang sudah diperkirakan.

Kompleks sekali memang penyebabnya, namun harga emas international dalam US$ tentu sangat terpengaruh oleh daya beli US$ itu sendiri. Ketika daya beli US$ menurun yang ditunjukkan oleh menurunnya US$ Index, maka harga emas dari kacamata US$ akan kelihatan naik. Perhatikan grafik disamping untuk ini, harga emas dalam US$ bergerak berlawanan arah dengan grafik US$ Index di latar belakang.

Akan halnya harga emas atau Dinar dalam Rupiah; selain faktor pergerakan harga emas international (dalam US$) ada satu faktor lagi yang ikut berperan – yaitu nilai tukar Rupiah itu sendiri. Bila nilai tukar Rupiah menguat, akan turun-lah harga emas/Dinar dalam Rupiah dan sebaliknya.

Beberapa pekan terakhir memang ada kecenderungan menguatnya nilai tukar Rupiah ini, sehingga efek kenaikan harga emas internasional terimbangi oleh penguatan Rupiah. Kalau dalam harga emas intenational (US$) emas naik sekitar 3% dalam dua bulan terakhir, dalam Rupiah emas/Dinar hanya naik sekitar 2 % pada periode yang sama.

Saya tentu berharap keperkasaan Rupiah ini bisa bertahan cukup lama, karena kalau Rupiah kembali melemah pada saat harga emas internasional cenderung tinggi seperti saat ini – harga Dinar akan menjadi mahal, hal ini bisa menghambat penyebar luasan Dinar di masyarakat.

Kalau tidak ada gejolak pelemahan Rupiah kembali - berdasarkan statistik yang saya sajikan di tulisan saya tanggal 3 Maret lalu - beberapa hari mendatang kita akan memasuki bulan Oktober yaitu bulan yang insyaallah baik untuk membeli emas/Dinar.

Namun saya juga terus mengingatkan bahwa investasi emas/Dinar tetap berpeluang rugi bila untuk orientasi jangka pendek (kurang dari enam bulan), semakin panjang rentang waktu investasi peluang rugi ini menjadi semakin kecil. Wa Allahu A’lam

11 September 2009

Dinar dan Pencarian Mata Uang Modern ...

Empat belas tahun lalu ketika Rupiah sebenarnya masih perkasa (US$ 1= Rp 2,300) saya masih ingat ada delegasi besar dari industri asuransi Indonesia melakukan perjalanan muhibah ke London lengkap dengan team wartawan televisinya. Karena ketinggalan rombongan dalam suatu acara, si wartawan pergi sendirian di daerah yang belum dikenalnya.

Malang bagi dia, sekelompok laki-laki menyekap dan merampoknya. Rupanya si perampok ini perampok yang cukup canggih, ketika mereka membuka dompet si wartawan – langsung mereka mencocokkan nilai mata uangnya dengan table exchange rate yang sudah dipersiapkan sebelumnya (mungkin mereka perampok khusus turis asing !). Karena tidak menemukan konversi Rupiah ke Pounsterling, akhirnya perampok tersebut hanya mengambil uang Dollar dan Poundsterling yang ada di dompet si wartawan dan membiarkan uang Rupiahnya tetap di dompet.

Inilah sifat mata uang kertas : hanya berlaku untuk wilayah tertentu dan jangka waktu tertentu – dalam Islam disebut Fulus. Kalau Rupiah saja tidak banyak dikenal oleh negeri-negeri yang jauh, bisa Anda bayangkan suatu saat Anda menerima pembayaran dengan Tuvaluan Dollar misalnya ? maukah Anda terima ?, saya rasa tidak.

Karena alasan inilah beberapa negara kecil seperti British Columbia dan British Isles saat ini sedang bereksperimen dengan alternative uang barunya. Yang mereka lakukan sekarang adalah berusaha bisa menjalankan kembali ‘barter’ antara tenaga kerja, makanan dan asset-asset bernilai lainnya. Mengapa mereka perlu bereksperimen ini ?, bayangkan kalau Anda warga negara dari suatu negara yang sangat kecil tersebut, mereka tidak akan bisa bertahan dengan mata uangnya sendiri – karena uangnya akan sangat rentan dimainkan oleh spekulan, mereka terpaksa menggunakan mata uang negara lain – mereka menjadi seperti ‘terjajah’ kembali. System semacam ‘barter’ tidak mengharuskan mereka menggunaka mata uang dari negeri ‘penjajah’ – mereka bisa menjadi lebih ‘merdeka’ karenanya.

Jadi di satu sisi ada negara yang tidak mampu membuat atau mempertahankan nilai mata uangnya sendiri. Sementara disisi lain sudah banyak pihak swasta yang bisa membuat ‘uangnya’ sendiri. Anda pemegang frequent flyers points dari penerbangan tertentu misalnya , atau points rewards dari bank-bank tertentu – Anda benar-benar dapat membeli barang berharga dengan ‘uang’ yang berupa poin-poin dari institusi swasta tersebut.

Bahkan di dunia maya telah ada ada ‘uang’ baru yaitu Paypal yang kini telah menguasai sekitar 15 % transaksi perdagangan online di Amerika saja. Paypal tidak pula sendirian karena pesaing-pesaing baru terus berdatangan seperty Eagle Cash, Freedom-Pay dlsb.

Ini mungkin termasuk yang diprediksi oleh ‘dewa’-nya ekonom barat John Naisbitt bahwa monopoli mata uang oleh negara akan segera berakhir – masyarakat akan mulai menggunakan uang privat – yaitu benda-benda riil yang memiliki nilai intrinsik.

Di era teknologi dunia maya yang begitu maju, Anda bisa beli apa saja dari belahan dunia yang mana saja. Pertanyaannya, lantas uang apa yang Anda pakai untuk membayarnya ?. Dengan teknologi semacam Paypal dan kartu kredit, semua mata uang besar dunia sebenarnya bisa dipakai untuk membayarnya. Masalahnya adalah nilai tukar yang terus berbeda dari satu mata uang ke mata uang lainnya; semakin lemah suatu negara dalam bidang ekonomi – semakin rentan nilai mata uangnya. Artinya negara yang miskin secara ekonomi akan semakin cepat tambah miskin karena mata uangnya yang semakin tidak bernilai; sebaliknya negara-negara yang perkasa secara ekonomi – akan semakin kaya karena akan menjadi mudah menyedot resources dari negara yang lebih lemah.

Disinilah pentingnya menujukkan keunggulan mata uang Islam yaitu Dinar , Dinar yang dimiliki oleh negara miskin sekalipun– sama nilainya dengan Dinar yang dimiliki oleh negara kaya – tidak ada yang bisa mempermainkannya. Sekecil apapun suatu negara, mata uangnya tidak bisa dispekulasikan oleh pihak lain – bila mata uangnya adalah benda riil yang memiliki nilai intrinsik. Benda riil yang memiliki nilai intrinsik yang paling praktis digunakan sebagai mata uang apalagi kalau bukan emas dan perak atau Dinar dan Dirham.

Jadi kalau industri penerbangan dan perbankan punya ‘uang’ baru berupa points yang dapat dipakai untuk membeli apa saja; Mengapa tidak dengan Dinar sebagai uang universal yang baru baik untuk dunia nyata maupun di dunia maya ?

Dinar sebenarnya juga bukan hanya milik orang Islam karena sudah digunakan sejak 50 tahun sebelum masehi pada jaman Julius Caesar; dalam Islam uang Dinar ini hanya di taqrir atau ditetapkan penggunaanya oleh Rasulullah SAW dalam penentuan nishab zakat, uang diyat, hukum bagi pencuri dlsb.

Dengan keunggulan daya belinya, nilai historisnya, keadilan muamalah yang bisa ditegakkannya – maka sudah sepatutnya Dinar kita munculkan sebagai salah satu kontestan dalam proses pencarian uang dunia modern yang kini telah berlangsung di seluruh dunia melalui berbagai macam bentuk manifestasinya.

Saya pribadi sangat yakin Dinar akan unggul; hanya masalah waktu yang saya tidak bisa memprediksinya apakah di usia kita, anak cucu kita atau pada zaman kekhalifahan yang mengikuti manhaj kenabian kelak. Wallahu A’lam.

07 September 2009

Contagion : Epidemi Finansial dan Cara Mengatasinya ...

Judul tulisan ini saya ambilkan dari buku CONTAGION: THE FINANCIAL EPIDEMIC THAT IS SWEEPING THE GLOBAL ECONOMY…AND HOW TO PROTECT YOURSELF FROM IT, karya John R. Talbott (John Wiley & Sons, 2009). Karya dari penulis ini sebelumnya yang terkenal adalah THE COMING CRASH IN THE HOUSING MARKET (2003) yang berisi prediksinya tentang krisis perumahan Amerika yang ternyata terbukti benar dalam krisis finansial satu setengah tahun terakhir.

Bila kita buka di kamus, contagion berarti penularan penyakit secara langsung maupun tidak langsung. John Talbott dalam bukunya yang baru tersebut menggunakan istilah ini untuk menggambarkan betapa luasnya penyebaran penyakit krisis finansial global yang diawali dari krisis subprime mortgage di Amerika satu setengah tahun lalu itu.

Epidemi finansial ini mulanya menular dari subprime ke prime (dari kredit-kredit yang buruk menular ke kredit yang baik sekalipun), dari wall street ke main street (dari bursa saham ke sektor riil) dan dari Amerika ke seluruh dunia. Masih menurut penulis ini pula, krisis ini belum akan berakhir dalam waktu dekat – jurang resesi yang ditimbulkannya belum ketahuan ujungnya.

Penyebabnya adalah, orang-orang yang kehilangan pekerjaan di Amerika dan negara-negara yang ketularan epidemi ini – saat ini masih memiliki uang sisa-sisa pesangonnya untuk membeli kebutuhan mereka sehari hari. Orang-orang yang harus menjual rumahnya sebagai dampak dari krisis, masih pula memiliki sisa-sisa ‘keuntungan’ dari harga rumah yang sempat booming sebelum krisis terjadi.

Namun kemampuan bertahan menggunakan sisa-sisa ‘tabungan’ tersebut tentu tidak berkelanjutan, tahun-tahun mendatang akan diwarnai oleh daya beli yang semakin rendah. Daya beli yang rendah akan mengurangi konsumsi, yang berarti juga menurunkan produksi. Penurunan produksi secara massal akan menurunkan putaran ekonomi, yang berarti krisis demi krisis yang semakin dalam masih mungkin sekali terjadi.

Nah yang sekarang penting sebenarnya bukan pemahaman akan krisisnya sendiri, tetapi bagaimana kita bisa keluar dari skenario buruk epidemi finansial ini. Yang menarik adalah penggunaan emas sebagai salah satu solusi yang ditawarkan oleh penulis yang saya terjemahkan langsung di alinea berikut :

Komoditi yang paling murni yang cukup untuk melindungi daya beli Anda adalah investasi di emas. Karena ada cukup tersedia cadangan emas di dunia, namun pertambahan produksi pertambangannya yang relatif terbatas terhadap cadangan emas yang sudah ada, membuat emas akan menjadi uang yang baik. Emas tidak bisa di-inflasi-kan karena jumlahnya tidak bisa ditambah/ diperbesar begitu saja. Bahkan emas lebih baik dari Dollar…”. (hal 173).

Sayangnya John Talbott tidak memberikan solusi yang lebih berarti, yang bersifat kuratif atau mengobati krisis – yang ditawarkannya baru sebatas preventif, bagaimana bertahan untuk tidak menjadi korban dari krisis.

Menurut saya sendiri, emas memang memadai untuk membentengi diri dari bencana krisis ini. Emas juga dapat berperan sebagai senjata untuk bertahan (preventif) – dia mampu untuk mempertahankan daya belinya dalam krisis sekalipun, tetapi emas sendiri tidak menggerakkan ekonomi atau menyembuhkan ekonomi (kuratif) dari serangan epidemi finansial – bila emas tidak diputar atau digunakan untuk memutar ekonomi.

Cara yang pasti mujarab untuk mengantisipasi dan melawan penyakit epidemi finansial global adalah cara yang bisa kita ambil dari sumber yang kebenarannya dijamin sampai akhir jaman yaitu Al-Qur’an. Resep ini adanya di Surat Yusuf Ayat 47 yang terjemahannya sebagai berikut :

Yusuf berkata: "Supaya kamu bertanam tujuh tahun (lamanya) sebagaimana biasa; maka apa yang kamu tuai hendaklah kamu biarkan dibulirnya kecuali sedikit untuk kamu makan.”

Inti dari solusi Qur’ani ini adalah menanam atau bekerja secara sungguh-sungguh untuk secara cukup bisa memproduksi kebutuhan kita, lebih dari cukup sehingga bisa dikonsumsi saat ini sebagian dan sebagiannya lagi disimpan. Ketika menyimpan-nya –pun harus ‘dibulirnya’ yaitu berupa sesuatu yang tidak busuk dan tetap subur sampai kelak siap ditanam kembali.

Kalau ‘hasil panen’ atau penghasilan orang jaman sekarang adalah berupa uang, maka uang kertas adalah uang yang mudah rusak nilainya. Ketika disimpan untuk ditanam kembali kelak sekian tahun yang akan datang, ‘daya tumbuh’nya rendah. Sebaliknya uang yang tidak rusak dan nilainya tetap ‘subur’ atau uang yang bertahan ‘dibulirnya’ tersebut antara lain adalah uang emas (Dinar) – jadi John Talbott benar dalam hal ini karena yang disampaikannya sama dengan Al-Qur’an.

Namun ingat bahwa emas atau Dinar hanyalah hasil ‘panenan’ yang untuk sementara kita pertahankan ‘dibulirnya’. Pada waktunya haruslah ‘ditanam’ atau diinvestasikan kembali untuk menggerakkan sektor riil, yang hasilnya sebagian dikonsumsi – sebagian lagi disimpan ‘dibulirnya’. Demikian terus berputar sehingga krisis epidemi finansial bisa kita lawan dengan resep yang benar.

Jadi bagi Anda yang sudah menyimpan hasil panen Anda ‘dibulirnya’, pada waktu yang baik Anda hendaknya menanam kembali simpanan tersebut ke sektor riil untuk menggerakkan ekonomi. Tidak mudah memang, maka dari itulah kita lahirkan program Pesantren Wirausaha – agar kita bisa belajar bareng untuk menggerakkan sektor riil ini, sebagai pengusaha – bukan sebagai pegawai.

Simpanan Anda yang sekarang ada ‘dibulirnya’ berupa emas atau Dinar akan bernilai lebih bila diputar dalam bentuk usaha sektor riil yang berjalan baik; Sebaliknya bila ditukar kembali ke bentuk investasi finansial seperti tabungan, deposito, reksa dana dan sejenisnya – meskipun Anda mendapat nilai/angka yang besar – sejatinya Anda melepas hasil panen Anda dari bulirnya, menjadi rentan dan mudah rusak nilainya. Wa Allahu A’lam.

03 September 2009

Ini September Bung ... !

Seperti membaca sejarah yang berulang, semalam harga emas dunia melonjak sampai sempat diatas US$ 980/oz. Bagi pembaca rutin situs ini, kenaikan ini bukan hal yang baru sama sekali karena dalam berbagai kesempatan sudah saya ungkapkan berdasarkan statistik bahwa September-lah awal reli panjang kenaikan harga emas dunia yang biasanya berlangsung sampai Maret tahun berikutnya. Lihat misalnya tulisan saya tentang Musim Membeli Emas/Dinar tanggal 31 Maret 2009.

Meskipun tulisan saya tersebut hanya saya buat berdasarkan analisa statistik harga emas dunia 5 tahun, ternyata statistik 40 tahun (1969-2009) yang diolah oleh Frank Holmes dari Kitco berdasarkan data dari US Global Research menunjukkan kecenderungan yang sama. Lihat grafik disamping yang saya sajikan dari tulisan si Frank ini.

Menariknya dari data 40 tahun tersebut, ternyata rata-rata hanya ada dua bulan dalam setahun dimana harga emas turun yaitu Oktober dan Maret; sementara 10 bulan rata-ratanya naik. Rata-rata kenaikan harga emas bulanan adalah 0.85 % dan rata-rata kenaikan tahunan 10.2 %, semuanya adalah dalam harga US $ - angka dalam Rupiah bisa jauh berbeda.

Apa maknanya ini ?, tetap seperti yang sering saya ungkapkan di situs ini; kalau Anda ingin menggunakan emas atau Dinar sebagai salah satu instrumen investasi – maka jangan berorientasi jangka pendek. Bila beli sekarang dan Anda jual bulan depan, maka besar kemungkinannya Anda akan rugi. Namun bila orientasi Anda jangka panjang - setahun atau lebih, maka kenaikan nilai rata-rata emas atau Dinar dalam US$ yang 10.2 % tersebut sekitar 4 kali lebih besar dibanding bila Anda menabung atau deposito dalam US $.

Jadi meskipun bulan-bulan ini harga emas atau Dinar akan cenderung tinggi, sebagai instrumen investasi jangka panjang tetap saja dia jauh lebih menarik dari tabungan, deposito dan sejenisnya. Emas atau Dinar hanya kalah menarik bila dibandingkan dengan usaha sektor riil yang berjalan dengan baik, inilah sebabnya kita ingin membangun kompetensi usaha sektor riil melalui program Pesantren Wirausaha .

Dan masih ada yang lebih menarik lagi bila Anda juga menginvestasikan untuk kepentingan yang lebih abadi, yaitu infaq…Tidak Ada Balasan Untuk Kebaikan Selain Kebaikan Pula…, maka berinfaq-lah banyak-banyak karena inilah investasi terbaik bagi kita semua - apalagi ini bulan Ramadhan…Amin.

01 September 2009

Ketika Rakyat Dijadikan Ultimate Insurer ...

Sudah sejak minggu lalu sampai hari ini terus terjadi perdebatan tingkat tinggi yang melibatkan para petinggi negeri ini, termasuk wakil presiden dan menkeu sampai-sampai rakyat seperti saya dibuat bingung karenanya. Perdebatan ini seputar dana talangan yang mencapai Rp 6.7 trilyun ke salah satu bank yang dinilai gagal. Perdebatan ini sejatinya membuka aib pemerintah sendiri karena menunjukkan betapa buruknya mereka berkomunikasi satu sama lain.

Terlepas dari siapa yang salah dan siapa yang benar dalam berdebatan-perdebatan tersebut, yang sebenarnya harus ditinjau adalah apakah Lembaga Penjamin Simpanan – LPS dalam bentuknya sekarang adalah hal yang adil bagi rakyat negeri ini. LPS yang meniru mentah-mentah konsep Deposit Insurance di negara-negara lain khususnya Amerika, di negeri asalnya sendiri sebenarnya sudah banyak dikritik oleh orang-orang yang sangat memahami apa dan bagaimana Deposit Insurance ini.

Adalah Ron Paul Anggota Kongres AS dari Texas yang secara terang-terangan menentang konsep Deposit Insurance di negaranya. Dalam dissenting views –nya Ron Paul mengungkapkan masalah-masalah yang timbul dari konsep Deposit Insurance ini antara lain sebagai berikut :

· Dalam Deposit Insurance, bank yang di kelola secara buruk mentransfer risikonya ke bank-bank yang dikelola secara baik – tidak fair bagi bank-bank yang baik.

· Adanya Deposit Insurance membuat masyarakat tidak hati-hati dalam memilih bank-bank mana yang dikelola secara bertanggung jawab dan mana yang tidak, karena toh semua dijamin.

· Ketika dana yang dikelola oleh Deposit Insurance (dari premi dlsb) tidak mencukupi untuk menalangi dana yang dibutuhkan oleh bank-bank yang gagal, pemerintah-lah yang akan turun tangan untuk menalanginya - yang berarti menggunakan uang pajak dari rakyat yang tidak tahu-menahu masalah perbankan sekalipun !.

Dalam konsep Deposit Insurance, memang ketika premi yang terkumpul tidak memadai untuk menalangi kegagalan suatu bank – akhirnya pemerintah-lah yang turun tangan menalanginya. Pertanyaannya adalah darimana dananya pemerintah ? ya darimana lagi kalau bukan dari uang rakyat dalam bentuk pajak, ataupun beban rakyat dalam inflasi ketika pemerintah ‘ mencetak uang’ dalam berbagai bentuknya.

Betapa tidak adilnya Deposit Insurance ini dapat kita bayangkan dalam ilustrasi berikut :

Embok-embok di pasar Bringharjo Jogjakarta nyaris kesejahteraannya tidak mengalami kemajuan selama berpuluh tahun. Ketika dunia perbankan tumbuh dengan gemerlapnya, si embok tetap tidak dapat mengakses dana perbankan tersebut karena dia tidak memiliki sesuatu yang katanya bankable. Kemakmurannya tidak tumbuh karena dia tidak memiliki akses kapital untuk meningkatkan taraf hidupnya. Dunia perbankan komersial tidak menjadikan si embok target pasarnya, baik dalam hal penggalangan dana apalagi dalam hal kredit.

Ketika bank-bank gagal, dana LPS atau Deposit Insurance tidak lagi memadai untuk menalangi liability-nya yang menggunung (seperti yang dikawatirkan terjadi di AS saat ini); pemerintah turun tangan menyelamatkan bank-bank yang gagal tersebut. Ketika pemerintah turun tangan inilah si embok dan kita semua warga negeri ini yang sejatinya nalangi kegagalan bank-bank tersebut, dengan uang pajak kita atau dengan harga barang-barang yang lebih tinggi karena daya beli uang kita menyusut (inflasi – karena pemerintah ‘mencetak uang’ untuk menalangi kegagalan bank-bank tsb.).

Besarkah peluang kegagalan Deposit Insurance ini sehingga rakyat bisa menjadi ultimate insurer (baca :korban) -nya ?; di negara yang menjadi contoh saja - AS dengan Federal Deposit Insurance Company (FDIC)-nya kegagalan ini ada di depan mata (lihat ilustrasi di atas), apalagi di negara-negara yang dalam hal pengelolaan risiko deposit ini masih sedang belajar.

Jadi ketika mereka para pengelola bank dan pihak-pihak yang menggunakan dana bank berpesta pora – kita warga negara kebanyakan tidak di ajak pestanya; namun ketika pesta usai dan mereka gagal membayar tagihan – kita semua – rakyat yang ketiban susah membayari tagihan-nya. Bagi sebagian kecil rakyat negeri ini yang berduit juga demikian, Apa enaknya dana Anda aman di bank, tetapi untuk ini sebenarnya rakyat yang tidak tahu-menahu yang akan urunan mengembalikan uang Anda yang salah urus atau bahkan dibawa lari oleh bankir yang nakal ?. Adilkah system semacam ini ? biarlah hati kecil kita yang tidak pernah berbohong untuk menjawabnya. Wa Allahu A’lam.

Disclaimer

Meskipun seluruh tulisan dan analisa di blog ini adalah produk dari kajian yang hati-hati dan dari sumber-sumber yang umumnya dipercaya di dunia bisnis, pasar modal dan pasar uang; kami tidak bertanggung jawab atas kerugian dalam bentuk apapun yang ditimbulkan oleh penggunaan analisa dan tulisan di blog ini baik secara langsung maupun tidak langsung.

Menjadi tanggung jawab pembaca sendiri untuk melakukan kajian yang diperlukan dari sumber blog ini maupun sumber-sumber lainnya, sebelum mengambil keputusan-keputusan yang terkait dengan investasi emas, Dinar maupun investasi lainnya.