Pergerakan Harga Dinar 24 Jam

Dinar dan Dirham

Dinar dan Dirham
Dinar adalah koin yang terbuat dari emas dengan kadar 22 karat (91,7 %) dan berat 4,25 gram. Dirham adalah koin yang terbuat dari Perak Murni dengan berat 2,975 gram. Khamsah Dirham adalah koin yang terbuat dari Perak murni dengan berat 14,875 gram. Di Indonesia, Dinar dan Dirham diproduksi oleh Logam Mulia, unit bisnis dari PT Aneka Tambang, Tbk, dan oleh Perum PERURI ( Percetakan Uang Republik Indonesia) disertai Sertifikat setiap kepingnya.

31 Juli 2009

Ingin Cepat Kaya dengan Berhutang ? Jangan ...

Sebenarnya sudah cukup lama banyak pertanyaan ke saya mengenai konon adanya cara cepat untuk mengumpulkan kekayaan berupa emas, melalui gadai emas ke perusahaan pegadaian maupun perbankan. Karena banyaknya pertanyaan tersebut, maka jawaban saya lebih baik saya tulis secara umum agar tidak setiap saat saya harus menjelaskan hal yang sama – ke pembaca-pembaca setia web/blog ini.

Saya sendiri jujur tidak tertarik untuk mempelajari trik-trik untuk cepat kaya ini, jadi mohon maaf bila jawaban saya kurang detil. Pengetahuan saya sebatas apa yang disampaikan oleh penanya yang pada umumnya mengungkapkan bahwa cara untuk cepat memiliki emas dalam jumlah besar dengan harga beli yang katanya hanya sepertiga harga pasar adalah sebagai berikut :

Pertama membeli emas dengan harga normal, kemudian menggadaikannya untuk memperoleh cash 80% dari harga beli emas pertama. Setelah ditambah 20% tambahan modal, maka uang gadai yang diterima cukup untuk membeli emas yang kedua dst. Begitu seterusnya sampai suatu titik dimana emas yang dibeli tidak digadaikan lagi, tetapi dijual untuk menebus emas-emas yang digadaikan di awal.

Teorinya keuntungan akan diperoleh ketika emas naik 30 % sedangkan pinjaman dari pegadaian atau bank syariah tetap/tidak naik, diluar biaya penitipan, admin dlsb. Asumsi pertama bahwa emas akan naik 30 % sebenarnya tidak terlalu meleset karena memang appresiasi harga emas rata-rata tahunan dalam 40 tahun terakhir mencapai 31 %; yang perlu diingat adalah angka tersebut adalah rata-rata 40 tahun, atau rata-rata jangka panjang. Semakin pendek periode, semakin tidak pasti kenaikan ini.

Jadi kekeliruan pertama dari teori ini adalah menggunakan rata-rata statistik jangka panjang untuk men-justifikasi tujuan atau harapan jangka pendek.

Kekeliruan kedua adalah asumsi bahwa angka pinjaman dari pegadaian atau bank syariah yang tetap ( diluar biaya penitipan atau administrasi). Justru biaya penitipan atau administrasi inilah yang harus diperhatikan. Dari survey kecil saya dengan salah satu petugas kantor pegadaian pada saat saya menulis artikel ini misalnya, biaya ini bisa mencapai 1 % per 15 hari atau 2 % per bulan.

Kemudian dari pembicaraan serupa dengan salah satu bank syariah yang memiliki produk gadai emas, saya peroleh informasi bahwa biaya yang disebutnya sebagai biaya pemeliharaan ini mencapai Rp 5500/gram/per bulan pada saat harga emas 24 karat Rp 312,000/gram atau 1.76 %/bulan.

Besaran biaya di pegadaian yang 2 % per bulan atau bank syariah 1.76 % ini secara rata-rata menjadi terlalu mahal untuk ngongkosi pembelian emas yang hanya mengalami appresiasi nilai rata-rata 1.46 % per tahun dalam sepuluh tahun terakhir. Fluktuasi naik turunnya harga emas bulanan yang sangat tinggi, menambah risiko Anda ketika membiayai pembelian emas Anda dengan uang gadai atau pinjaman dari bank. Lihat grafik diatas untuk ini. Ketika grafik emas berada dibawah garis merah (biaya gadai) atau garis hijau (biaya bank), maka Anda pasti rugi.

Memang bisa jadi ada yang menjadi kaya mendadak dengan cara ini ketika grafik emas berada diatas grafik biaya gadai atau grafik biaya bank; tetapi karena frekwensi dibawah kurang lebih sama dengan frekwensi diatas, maka peluang untuk untung atau rugi mirip dengan peluang ketika Anda melempar koin – bisa keluar kepala (head), bisa pula keluar ekor (tail) – atau 50/50 peluangnya.

Berdasarkan data-data tersebut diatas-lah, maka saya tetap tidak menganjurkan membangun kekayaan melalui proses hutang/gadai. Gadai adalah produk yang sangat baik pada pada saat Anda membutuhkan dana yang cepat dengan cara yang relatif mudah, namun gadai dalam pemahaman saya tidak diperuntukkan sebagai instrument investasi.

Jadi bukan investasi emas-nya yang tidak menarik; dengan rata-rata appresiasi nilai bulanan 1.46 % per bulan atau 17.52 % per tahun dalam 10 tahun terakhir, investasi emas tetap sangat menarik untuk kebutuhan investasi jangka panjang seperti biaya pendidikan anak, dana pensiun dlsb. karena angka ini masih jauh lebih tinggi dari rata-rata hasil investasi deposito dan sejenisnya. Yang tidak menarik adalah bila dana untuk investasi tersebut Anda peroleh dari uang gadai atau pinjaman bank, dana-dana ini bisa jadi lebih mahal dibandingkan hasil yang bisa Anda harapkan – kalau hanya mengandalkan appresiasi harga emas pada periode yang sama.

Investasi terbaik tetap memutar dana Anda di sektor riil; kalau ini masih terlalu sulit bagi kebanyakn orang – maka emas atau Dinar pilihannya. Bisa Anda gadaikan tentu saja pada saat dibutuhkan, tetapi hanya untuk kebutuhan dharurat, bukan untuk kebutuhan investasi yang spekulatif. Wa Allahu A’lam.

28 Juli 2009

Conspiracy Theory & Harga Emas ...

Pada tahun 2000; GATA mengajukan tuntukan hukum di Amerika atas apa yang mereka sebut sebagai “Aktifitas manipulasi pasar emas yang diorkestrasikan oleh government official diluar wewenang legal dan konstitusional mereka yang melibatkan bullion banks yang aktif di Commodities Exchange (COMEX) New York”.

Meskipun tuntutan ini di kandaskan pengadilan awal 2002, namun conspiracy theory ini tetap bergentayangan di pasar emas dunia – tanpa pernah bisa dibuktikan. Inti dari conspiracy theory ini adalah pemerintah Amerika berkepentingan untuk mencitrakan nilai US$ yang tinggi dan inflasi yang terkendali dari waktu ke waktu - maka mereka perlu ‘mengendalikan’ harga emas dunia karena harga emas dunia ini dapat mencerminkan apa yang sesungguhnya terjadi terhadap nilai daya beli mata uang dan inflasi.

Diantara mereka yang ber-teori bahkan mempersonifikasikan conspiracy ini dengan adanya nice government man yang bekerjadi di aftermarket emas – yaitu aktifitas pasar diluar pasar resmi. Mereka suka bekerja di aftermarket karena volumenya kecil sehingga tidak perlu modal besar untuk mempermainkannya.

Saya tidak berhasil meyakinkan diri saya sendiri bahwa conspiracy ini memang ada, buku per-emas-an terakhir yang sampai ke meja saya “Investing In Gold” (Jonathan Spail, Mc Graw Hill, 2009), yang antara lain memuat satu tulisan mengenai Conspiracy Theory inipun – terasa tidak terlalu objektif karena lebih menyerupai pembelaan ‘orang dalam’ yang pernah bekerja pada lembaga-lembaga yang dituntut oleh GATA tersebut diatas.

Jadi intinya Conspiracy ini antara ada dan tiada; dibilang ada tetapi kok nggak bisa dibuktikan keberadaannya. Dibilang nggak ada kok keberadaannya kadang dapat dirasakan oleh para pelaku pasar, bahkan ‘rasa’ ini pernah begitu kuatnya sampai-sampai GATA berani membawanya ke meja hijau.

Namun bagi kita yang berusaha memperkenalkan Dinar secara luas, ada atau tidak adanya conspiracy untuk mempermainkan harga emas secara internasional justru dapat kita manfaatkan. Kalau mereka berintervensi, artinya harga emas menjadi lebih rendah dari yang seharusnya – hal ini kita jadikan waktu yang baik untuk kita membeli emas/Dinar.

Hari-hari ini harga emas sedang rendah di pasaran internasional, entah ini karena ada atau tidak adanya conspiracy. Maka ini adalah baik untuk pasar emas dunia, yaitu pasar berjalan apa adanya … tanpa ada pihak yang mempermainkan untuk kepentingannya sendiri. Sehingga saat sekarang inilah sangat tepat waktunya untuk menabung dinar. Wallahu A’lam.

24 Juli 2009

Bretton Woods (I) Gagal ..Bretton Woods (II) Jika Ada ...??

Pertemuan puncak 20 pemimpin negara yang memiliki fokus pada financial market dan ekonomi dunia di Wahington, D.C. November tahun lalu, rame disebut-sebut sebagai cikal bakal Bretton Woods II.

Apa sih Bretton Woods ini ? mari kita lihat kebelakang sejarahnya.

Cerita Bretton Woods ini bermula pada bulan July tahun 1944 ketika Amerika merasa telah memenangi sebagian besar Perang Dunia II, maka mereka memprakarsai konferensi di Bretton Woods yang kelak akan mengatur system keuangan dunia.

Inti kesepakatan Bretton Woods awalnya adalah janji Amerika Serikat untuk mendukung uang Dollar-nya secara penuh dengan emas yang nilainya setara. Kesetaraan ini mengikuti konversi harga emas yang ditentukan tahun 1934 oleh Presiden Roosevelt yaitu US$ 35 untuk 1 troy ons emas. Negara-negara lain yang mengikuti kesepakatan tersebut awalnya diijinkan untuk menyetarakan uangnya terhadap emas ataupun terhadap Dollar. Dengan kesepakatan ini seharusnya siapapun yang memegang Dollar dengan mudah menukarnya dengan emas yang setara.

Namun kesepakatan Bretton Wood yang digagas oleh Amerika ternyata juga diingkari sendiri oleh Amerika. Secara perlahan tetapi pasti mereka ternyata mengeluarkan uang yang melebihi kemampuan cadangan emasnya, bahkan secara sepihak mereka tidak lagi mengijinkan mata uang lain disetarakan terhadap emas , harus dengan Dollar.

Pemegang Dollar juga tidak bisa serta merta menukarnya dengan emas yang setara, tentu hal ini karena Amerika Serikat memang tidak memiliki jumlah cadangan emas yang seharusnya dimiliki setara dengan jumlah uang yang dikeluarkan – saat itu Amerika hanya memiliki 22 % dari jumlah cadangan emas yang harusnya mereka miliki !

Ketidakadilan ini mulai mendapatkan protes oleh sekutu Amerikat sendiri yaitu Generale De Gaulle dari Perancis. Pada tahun 1968 Degaulle menyebut kesewenang-wenangan Amerika sebagai mengambil hak istimewa yang berlebihan atau exorbitant privilege.

Tekanan dan ketidak percayaan terus berlanjut dan Negara-negara sekutu Amerika Serikat terus menukar Dollarnya dengan emas. Praktis saat itu hanya Jerman yang tetap mendukung Dollar dan tidak menukar dollarnya dengan emas.

Puncak kesewenang-wenangan Amerika terjadi pada tahun 1971 ketika secara sepihak Amerika Serikat memutuskan untuk tidak lagi mengaitkan Dollar-nya dengan cadangan emas yang mereka miliki – karena memang mereka tidak mampu lagi !

Kejadian yang disebut Nixon Shock tanggal 15 Agustus 1971 ini tentu mengguncang dunia karena sejak saat itu sebenarnya Dollar Amerika tidak bisa lagi dipercayai nilainya sampai sekarang.

Berdasarkan kesepakatan Bretton Woods seharusnya US$ 35 setara dengan 1 troy ons emas, sekarang atau 38 tahun kemudian perlu US$ 950 untuk mendapatkan 1 troy ons emas. Artinya Dollar Amerika saat artikel ini ditulis hanya bernilai 3.68 % dari nilai yang seharusnya apabila Amerika Serikat memenuhi janjinya dalam kesepakatan Bretton Woods yang diprakarsainya.

Dengan kegagalan Bretton Woods tersebut seharusnya badan-badan pelaksana konsep ini yaitu IMF dan Bank Dunia juga harus ditutup karena mereka telah gagal menjalankan fungsinya.

Ironisnya bukan ini yang terjadi, kurang lebih empat bulan setelah terang-terangan Amerika mengingkari janjinya di Bretton Woods, tepatnya tanggal 18 Desember 1971 mereka melahirkan apa yang disebut Smithsonian Agreement.

Perjanjian yang diteken di Smithsonian Institute bersama negara negara industri yang disebut G 10 inilah yang menandai berakhirnya era fixed exchange rate dengan back up emas, menjadi rejim floating exchange rate yang diikuti oleh seluruh negara anggota IMF termasuk Indonesia sampai sekarang.

Sejak tahun 1971 tersebut praktis seluruh otoritas moneter dunia menggunakan kembali uang fiat murni yaitu uang yang tidak didukung oleh adanya cadangan emas. Uang fiat (dari bahasa latin yang artinya let it be done !, terjemahan bebasnya kurang lebih “emangnye gue pikirin…”) adalah uang yang dibuat dari barang yang tidak senilai dengan uang tersebut, bisa berupa kertas, catatan pembukuan semata (accounting entry) di bank, atau bahkan hanya bit binari dalam memori computer. Karena asalnya tidak bernilai, kemudian dipaksakan harus diakui nilainya – maka uang fiat ini nilai dan keabsahannya ditentukan oleh pihak yang berwenang dalam suatu negara – oleh karenanya juga menjadi pembayaran yang syah (legal tender) dalam perdagangan, pembayaran hutang dlsb.

System yang gagal ini yang mau dihidupkan kembali oleh para ekonom dan beberapa pemimpin negara. Saya sendiri pesimis kalau Bretton Wood II akan bisa terwujud. Seandainya toh ini terwujud, saya yakin Bretton Wood II akan mengulangi kegagalannya persis seperti yang dulu.

Mengapa saya demikian yakin, bahwa kalau toh ada Bretton Woods II pasti gagal ? Keyakinan ini timbul tidak lain karena kita punya sumber berita yang valid sepanjang zaman. Yang memberitakan-pun adalah Yang Maha Tahu. Yang ditetapkanNya pasti terjadi.

Kita diberitahu oleh Yang Maha Mengetahui; agar kita hati-hati mempercayakan urusan keuangan kita pada Yahudi karena lebih besar kemungkinan mereka yang berkhianat dibandingkan yang tidak, bahkan mereka menganggap kita sebagi orang-orang umi yang harta kita bisa diambil mereka secara sepihak. Ayatnya sebagai berikut :

”Di antara Ahli Kitab ada orang yang jika kamu mempercayakan kepadanya harta yang banyak, dikembalikannya kepadamu; dan di antara mereka ada orang yang jika kamu mempercayakan kepadanya satu Dinar, tidak dikembalikannya padamu, kecuali jika kamu selalu menagihnya. Yang demikian itu lantaran mereka mengatakan: "Tidak ada dosa bagi kami terhadap orang-orang umi”. Mereka berkata dusta terhadap Allah, padahal mereka mengetahui” (QS 3 : 75).

Nixon Shock 1971 adalah salah satu bukti pengkhianatan mereka atas kepercayaan Dunia terhadap mereka.

Berita lainnya yang sudah sering sekali saya kutip adalah berita bahwa ekonomi yang dibangun atas dasar Riba, pasti dimusnahkanNya (QS 2 :276).

Mungkin timbul dibenak Anda bahwa bukankah Bretton Woods menggunakan emas sebagai dasar untuk pencetakan uang; Dinar juga menggunakan emas sebagai uang. Lantas apanya yang berbeda ?

Dalam Islam, uang hanya sebagai alat atau timbangan agar muamalah bisa berjalan secara adil – Dinar memerankan sebagai timbangan yang adil tersebut.

Agar timbangan tersebut tetap selalu ada di masyarakat yang membutuhkannya – agar muamalah selalu bisa berjalan secara adil; maka serangkaian aturan syariah yang ketat harus ditaati oleh umat ini, antara lain :

· Larangan menimbun.

· Larangan riba.

· Larangan menggunakan emas sebagai tempat makan dan sejenisnya.

· Larangan laki-laki menggunakan perhiasan emas.

· Dorongan agar harta selalu berputar – tidak hanya pada golongan yang kaya.

Jadi yang memungkinkan system Dinar berjaya dulu (dan juga Insya Allah kelak) bukan semata-mata Dinarnya saja, tetapi seluruh system keadilan berjalan.

Apabila sekarang yang akan dilakukan hanya menggunakan Emasnya saja sebagai referensi; tetapi system penunjangnya secara keseluruhan masih sangat mungkar – riba dan spekulasi masih meraja lela – maka emas sendirian – tidak akan banyak membawa perubahan.

Terlepas bahwa kecil kemungkinan Bretton Woods II bisa terwujud apalagi bisa sukses, sebenarnya ada hikmah lain yang bisa kita ambil dari mulai dibicarakannya Bretton Woods oleh para ekonom dan pemimpin dunia. Hikmah ini adalah pengakuan mereka dalam tindak - bahwa emaslah sesungguhnya uang yang seharusnya selalu menjadi rujukan. Wallahu A’lam.

21 Juli 2009

Dari Burgernomics Ke Dinarnomics ...


Awalnya adalah Pam Woodwall dari The Economist yang memperkenalkan The Big Mac Index di bulan September 1986. Maka sejak saat itulah publikasi terkemuka tersebut secara rutin menerbitkan The Big Mac Index , suatu cara yang jenaka untuk mengukur Purchasing Power Parity (PPP) di negara-negara yang berbeda

Secara harfiah cara pengukuran ‘indikator’ ekonomi yang satu ini menjadi benar-benar bisa dicerna di perut kita – karena yang diukur memang berupa harga makanan hamburger Big Mac dari jaringan restoran McDonald’s di seluruh dunia.

Teorinya sederhana saja, nilai tukar suatu mata uang sepadan dengan sekelompok barang-barang dalam suatu wilayah negara. Namun kali ini sekelompok barang-barang tersebut digantikan dengan satu barang saja yang konon dijual di seluruh dunia – yaitu ya hamburger Big Mac tadi.

Dalam publikasinya pekan lalu misalnya, kita bisa belajar dari angka-angka menarik berikut :

Di Amerika sendiri Big Mac tidak mengalami kenaikan dari tahun lalu, yaitu tetap pada harga US$ 3.57; tetapi di Singapore mengalami kenaikan 7 % dari Sin $ 3.95 (2008) menjadi Sin $ 4.22 (2009). Di Indonesia kenaikan ini mencapai 12% dari Rp 18,700 (2008) menjadi Rp 20,900 (2009). Perhatikan kenaikan harga ini, nampaknya mereka melakukan adjustment harga yang kurang lebih sama dengan tingkat inflasi di negara ybs.


Bila di kurs kan dengan nilai US$ maka ternyata Big Mac yang dijual dalam Rupiah (Indonesia) adalah yang paling murah. Big Mac yang di Indonesia dijual Rp 20,900 adalah hanya US$ 2.05 ; dibandingkan dengan di Singapore Sin $ 4.22 yang setara dengan US $2.88 dan di negeri asalnya yang US$ 3.57.

Menurut si penggagas teori yang kemudian melahirkan apa yang disebut Burgernomics atau ekonomi yang mendasarkan pada harga hamburger ini, bila mata uang suatu negara menghasilkan harga hamburger (dalam US$) lebih rendah dibandingkan dengan harga hamburger di negeri asalnya maka mata uang tersebut relative undervalued terhadap US$ - artinya ada kemungkinan mata uang tersebut menguat.

Berdasarkan harga Big Mac di masing-masing negara tetangga kita contohnya, mata uang Rupiah Indonesia (2.05) berpeluang menguat lebih baik dibandingkan dengan Singapore (US$ 2.88); namun lebih buruk dibandingkan dengan Malaysia (US$ 1.88) ; Thailand (US$ 1.89) ; Hongkong (US$ 1.72) dan bahkan China (US$ 1.83).


Karena memang tidak pernah dimaksudkan sebgai indikator yang serious, The Big Mac Index ini memiliki banyak kelemahan antara lain tidak memperhatikan komponan lokal seperti upah buruh, biaya sewa dlsb. yang bisa jadi sangat berbeda antara satu negara dengan negara lain.

Meskipun demikian ada manfaat yang baik sebagai proses pembelajaran internasional; bahwa tolok ukur untuk menilai kekuatan mata uang – jangan digunakan matang uang lainnya. Mata uang fiat mempunyai karakter penurunan nilai yang inherent atau bawaan dari mata uang itu sendiri; jadi tidak bisa dijadikan sebagai timbangan yang adil.

Sebaliknya benda riil dapat digunakan sebagai timbangan yang adil dalam bermuamalah karena nilainya secara intrinsik terbawa oleh benda-benda tersebut. Hanya saja kalau saya tentu tidak memilih hamburger sebagai timbangan yang adil tersebut; saya tetap memilih Dinar emas sebagai tolok ukur karena daya belinya yang stabil dan ketersediaannya menjangkau seluruh penduduk bumi sepanjang zaman.

Jadi meskipun lebih baik dari uang fiat, bukan hamburger-lah timbangan yang baku itu tetapi emas atau Dinar.

Wa Allahu A’lam.

18 Juli 2009

Agar Kita Tidak Ikut Bangkrut ..

Tanpa kita sadari sudah sebelas tahun berlalu sejak kita mengalami krisis moneter yang sangat luas di Indonesia. Saat itu kekayaan rata-rata kita berkurang tinggal seperempat-nya karena daya beli uang Rupiah yang tiba-tiba anjlog – bahkan sempat tinggal kurang dari seperenamnya (Exchange rate pernah mencapai diatas Rp 15,000/1US$ - dari nilai sebelum krisis Rp 2400/US$).

Saat ini kita mungkin merasa ‘baikan’ karena Rupiah kelihatan perkasa di angka sekitar Rp 10,000/1 US$. Tetapi apakah kita benar-benar perkasa ?. Mungkin iya kalau ukuran kita adalah US$; masalahnya US$ sendiri daya belinya sekarang turun tinggal hanya 43 % dibandingkan dengan daya beli US$ tahun 1998.

Kalau timbangannya kita ganti dengan timbangan yang adil berupa Emas atau Dinar, daya beli kita sekarang sebenarnya hanya 21,9 % dari daya beli riil kita tahun 1998. Begitu burukkah ? Betul, itulah realita yang kita hadapi karena tahun 1998 harga Dinar adalah Rp 294,000 dan sekarang adalah Rp 1,338,000.

Adilkah membandingkan daya beli Rupiah dengan harga Emas atau Dinar ? Justru inilah timbangan yang adil itu – yang diungkapkan oleh Imam Ghazali dalam Ihya' Ulumuddin-nya.

Apabila zaman Rasulullah SAW, harga satu kambing adalah 1 Dinar dan sekarang dengan Dinar yang sama kita dapat membeli kambing yang cukup besar – bukankah ini bukti yang sangat nyata bahwa Dinar-lah timbangan yang adil itu. Dinar-lah yang bisa kita pakai untuk mengukur apakah umat ini tambah makmur atau sebaliknya menuju ke kebangkrutan.

Karena kestabilan daya beli ini pulalah sehingga Dinar dalam Islam digunakan sebagai salah satu ukuran nishab zakat – untuk membedakan siapa yang wajib zakat dan siapa yang berhak menerimanya.

Ini bukan hanya otokritik terhadap kita yang hidup di Indonesia. Gejala kebangkrutan bukan monopoli penduduk negeri seperti kita; di negara yang mengaku adi perkasa-pun demikian. Berdasarkan data Federal Reserve Bank of Philadelphia , tahun 2006 lalu hanya 40% pemegang kartu kredit dari penduduk Amerika Serikat yang mampu membayar hutangnya dengan lunas setiap ada tagihan – sisanya yang 60% hanya mampu membayar cicilannya. Di Amerika pula tidak kurang dari 15 orang/1000 penduduk mengajukan kebangkrutan setiap tahunnya.

Tanpa sadar mereka menuju kebangkrutan meskipun ditangannya masih dipegang jumlah uang Dollar yang sama atau bahkan lebih besar angkanya. Sederhana saja, uang yang mereka pegang tidak lagi mencukupi untuk membeli kebutuhan pokoknya.

Karena sering dikritik kalau mengukur daya beli dengan harga kambing. Maka disini saya sajikan posisi perkembangan Harga Emas, Harga Minyak dan Harga Dinar seperti grafik diatas.

Apa makna grafik tersebut ?

Kebutuhan pokok manusia modern yang paling unversial adalah kebutuhan akan energi, dan untuk zaman ini terwakili oleh Minyak. Agar kebutuhan pokok kita (yang diwakili oleh minyak) tersebut dari hari ke hari tidak menjadi semakin mahal, maka uang kita harus dari jenis yang bisa terus menerus mengimbangi harga minyak. Grafik tersebut menunjukkan Emas atau Dinar yang mampu mengimbangi kenaikan harga minyak. Bahwa ketika harga minyak semakin naik sekalipun, tidak akan terasa berat kalau uang kita adalah Dinar.

Setelah kita tahu bahwa ternyata kita tidak sedang menuju ke kemakmuran – bahkan gaya hidup barat yang kita coba tiru juga tidak membawa ke kemakmuran, maka inilah saatnya kita berubah dan mulai merencanakan masa depan kita atau anak-anak kita agar masa depan milik kita. Bagaimana caranya .. beralih ke Dinar tentunya, yang telah terbukti memiliki daya beli yang stabil lebih dari 1400 tahun. Wallahu A’lam.

14 Juli 2009

Komposisi Investasi : Asuransi, Deposito dan Dinar ...


Sebenarnya saya enggan menulis perbandingan hasil investasi dari ketiga produk ini, yaitu asuransi, deposito dan Dinar emas karena takut oversell Dinar terhadap produk-produk lainnya. Namun karena baik asuransi maupun deposito adalah dari industri yang sudah matang dan sudah sangat baik penetrasinya di pasar, saya pikir tidak akan mengurangi pangsa pasar mereka sedikitpun bila sebagian kecil masyarakat – mulai melirik atau mengalihkan sebagian investasinya di Dinar.

Untuk membuat perbandingan yang adil, data saya ambilkan dari data riil yang benar-benar bisa masyarakat peroleh dan uji di pasar. Untuk contoh aplikasi asuransi saya ambilkan dari penawaran resmi cabang syariah dari perusahaan asuransi yang tergolong terbaik di dunia apalagi di Indonesia. Untuk produk deposito saya ambilkan dari simulasi salah satu Bank Syariah kenamaan di Indonesia dalam situs resminya. Untuk Dinar, harga disimulasikan menggunakan statistik harga selama 40 tahun dari Kitco.

Dari data-data tersebut, angka yang saya ambil sebagi pembanding adalah sebagai berikut :

Untuk asuransi dari tiga skenario hasil investasi 6 %, 12 % dan 18 % ; saya ambil yang tengah 12 %. Untuk deposito saya ambil bagi hasil bersih setelah pajak yang jatuh pada angka rata-rata 8 %. Untuk Dinar saya ambil dari rata-rata appresiasi nilai emas per tahun dari statistik 40 tahun Kitco, yaitu pada angka 31 %/tahun.

Kemudian dana yang diinvestasikan sama yaitu flat Rp 500,000 per bulan sampai 12 tahun yang akan datang. Setelah itu berhenti dan dibiarkan hasil investasinya terus tumbuh sampai 8 tahun kemudian – total periode 20 tahun. Pola investasi ini mengikuti pola pembayaran premi asuransi, yang lain (deposito & Dinar) dasamakan polanya agar bisa disandingkan apple to apple.

Hasil dari perbandingan ini saya sajikan dalam grafik logaritmik diatas, masing-masing dengan kekurangan / kelebihan sebagai berikut :

Asuransi

Untuk produk asuransi, di tahun-tahun awal total nilai investasi (pokok dan hasil investasi) masih sangat rendah, dugaan saya karena besarnya biaya akuisisi yang dibebankan ke premi yang kita bayarkan. Saya tahu biaya akuisisi asuransi ini bisa sangat tinggi di tahun-tahun awal bahkan melebihi 50% dari premi yang kita bayarkan.

Biaya akusisi ini selain dalam bentuk komisi keagenan; juga biaya –biaya lain untuk insentif para agen dan sales team lainnya. Tidak jarang kita baca pengumuman di media ; sekian ratus agen dari perusahaan asuransi x rame-rame tour ke luar negeri misalnya. Bahkan konon dengan bangganya ada perusahaan asuransi yang sampai mencarter pesawat untuk meng-entertain para agen dan sales team-nya ini tour ke luar negeri.

Pertanyaannya adalah siapa yang membayar ?; itulah bagian dari premi yang kita bayarkan yang terkonsumsi untuk apa yang disebut biaya akuisisi.

Tidak heran bila dengan berinvestasi Rp 500,000 per bulan setelah 10 tahun pokok investasi kita seharusnya sudah mencapai Rp 60 juta; tetapi di penawaran asuransi yang ada di saya nilai investasi (pokok +hasil investasi) baru mencapai sekitar 58 juta. Kemana pokok investasi dan hasil investasi kita yang disimulasikan 12 % ?; ya kepotong biaya akusisi tersebut diatas.

Jadi kelemahan mendasar pada produk-produk investasi berbasis asuransi adalah biaya akuisisi ini; lain produk lain pula struktur biayanya. Oleh karenanya bila kita hendak membeli produk asuransi, tidak ada salahnya kita cecer agen untuk men-declare struktur biaya yang akan menjadi beban kita ini.

Namun keunggulan asuransi juga ada, yaitu kalau kita meninggal sewaktu-waktu – meskipun baru membayar premi sekali, kita dapat memperoleh santunan dari dana tolong-menolong atau di syariah disebut dana tabarru’.

Kalau saya sendiri, memilih asuransi yang khusus untuk cover risiko saja yang preminya jauh lebih murah. Nama produk ini macam-macam tergantung bagaimana perusahaan menamaknannya, namun secara umum nama generik produk semacam ini biasa disebut Term-Life.

Deposito

Deposito (yang syariah tentunya) adalah investasi yang simple dan straight forward; meskipun tingkat bagi hasil bersih rata-rata disimulasikan lebih rendah dari asuransi (hanya 8 % dalam contoh perbandingan ini) , nilai investasi kita (pokok plus bagi hasil) sampai periode tertentu akan lebih besar dari nilai investasi kita di asuransi.

Dalam contoh diatas, setelah 10 tahun ketika nilai investasi asuransi baru mencapai sekitar Rp 58 juta; nilai deposito kita – dengan jumlah tambahan investasi yang sama Rp 500,000/bulan - sudah mencapai Rp 92 juta !

Mengapa ada perbedaan hasil yang menyolok dengan asuransi ?, karena di bank tidak ada biaya akuisisi yang besar seperti biaya akuisisinya produk asuransi.

Namun deposito memang tidak diperuntukkan sebagi proteksi kalau terjadi sesuatu terhadap kita; untuk ini kita tetap perlu membeli produk asuransi – ya yang preminya murah dan untuk cover risiko saja – Term-Life tersebut diatas.

Dinar

Dinar adalah emas, oleh karenanya mengalami appresiasi sebagaimana halnya emas. Dalam 40 tahun terakhir emas mengalami appresiasi rata-rata 31 % per tahun. Jadi dengan dana yang sama Rp 500,000 yang kita belikan Dinar per bulan (karena pecahan, bisa pakai M-Dinar !) maka setelah 10 tahun nilai Dinar yang kita miliki menjadi sekitar Rp 269 juta !; jauh melebihi deposito apalagi dana asuransi.

Perbedaan ini menjadi sangat jauh lagi ketika kita lihat pada akhir periode investasi 20 tahun. Setelah 20 tahun, uang yang kita taruh di asuransi tersebut diatas menjadi Rp 162 juta ; yang kita taruh deposito menjadi Rp 224 juta dan yang kita jadikan Dinar menjadi Rp 4.1 milyar !

Mengapa demikian menyolok perbedaannya ? Bila deposito terkadang tumbuh dibawah inflasi (contoh tahun lalu, deposito 8 %, Inflasi 11 %); investasi asuransi tergerus biaya akuisisi ; Dinar selalu berada diatas inflasi dan tidak terkena biaya akuisisi yang besar. Inilah keunggulan investasi Dinar.

Kelemahannya bukannya tidak ada, ada juga – yaitu untuk jangka pendek bisa saja appresiasi ini bernilai negatif atau harga Dinar turun; seperti yang terjadi dalam enam bulan terakhir.

Jadi dari ketiga produk tersebut, Anda bisa menggunakan ketiganya (tidak persis sama dengan produk yang saya ulas tetapi sejenis) dengan komposisi sebagai berikut :

1). Untuk proteksi kalau terjadi sesuatu ; belilah produk asuransi Term-Life dari perusahaan asuransi yang terkenal/ bonafit.

2). Untuk keperluan dana jangka pendek, kurang dari enam bulan – gunakan produk-produk perbankan seperti deposito dan tabungan dari bank-bank nasional terbaik.

3). Untuk investasi jangka panjang, gunakan Dinar dan usaha-usaha sektor riil yang produktif.

Untuk mendisiplinkan pola investasi, selain tiga hal yang saya lakukan tersebut, ada tiga hal pula yang tidak saya lakukan, yaitu :

1). Tidak menaruh dana investasi di asuransi (kecuali hanya premi untuk Term-Life saja).

2). Tidak menaruh dana investasi jangka panjang (lebih dari 6 bulan) di deposito, tabungan dan sejenisnya.

3). Tidak menaruh dana untuk kebutuhan jangka pendek (kurang dari 6 bulan) di Dinar.

Mudah-mudahan analisa ini analisa yang adil, tidak melebih-lebihkan yang satu terhadap yang lain dan dapat memberi manfaat atau guidance yang objektif bagi masyarakat awam kaya saya. Wa Allahu A’lam.


12 Juli 2009

Bermuamalah dengan Timbangan yang Adil ...


"Ali bin Abdullah menceritakan kepada kami, Sufyan menceritakan kepada kami, Syahib bin Gharqadah menceritakan kepada kami, ia berkata : saya mendengar penduduk bercerita tentang ’Urwah, bahwa Nabi S.A.W memberikan uang satu Dinar kepadanya agar dibelikan seekor kambing untuk beau; lalu dengan uang tersebut ia membeli dua ekor kambing, kemudian ia jual satu ekor dengan harga satu Dinar. Ia pulang membawa satu Dinar dan satu ekor kambing. Nabi S.A.W. mendoakannya dengan keberkatan dalam jual belinya. Seandainya ‘Urwah membeli tanahpun, ia pasti beruntung” (H.R.Bukhari)li

Hadits shahih tersebut diatas sangat bermanfaat untuk membuktikan kestabilan daya beli Dinar sepanjang masa. Memang ‘Urwah berhasil membeli kambing seharga setengah Dinar (satu Dinar mendapatkan 2 ekor kambing), tetapi ini dia peroleh karena saling ridho dalam berdagang – sehingga sampai di do’a kan secara khusus oleh Rasulullah SAW.

Dari sifat-sifat Rasulullah SAW kita tahu bahwa ketika beliau memberi 1 Dinar untuk membeli kambing; berarti uang 1 Dinar tersebut tidaklah berlebihan dan tidaklah kurang untuk 1 ekor kambing. Hal ini juga dibuktikan ketika ‘Urwah menjual kembali salah satu kambing yang dibelinya dengan harga ½ Dinar tersebut – dia juga menjualnya dengan harga 1 Dinar.

Berdasarkan hadits ini dan realita di pasar sekarang, bahwa dengan uang 1 Dinar sekarang kita-pun bisa membeli kambing 1 ekor dimana saja – maka secara ilmiah bisa dibuktikan bahwa Dinar emas adalah uang dengan rata-rata inflasi Nol persen sepanjang sejarah.

Sifat Dinar yang inflasi rata-ratanya Nol persen ini menjadikannya alat muamalah yang adil sepanjang masa seperti yang diungkapkan oleh Imam Ghazali dalam kitabnya yang legendaris ‘Ihya Ulumuddin : bahwa hanya Emas (Dinar) dan Perak(Dirham)-lah yang bisa jadi hakim yang adil dalam bermuamalah.

Nah sekarang kita bisa manfaatkan ‘Timbangan yang Adil’ bernama Dinar tersebut untuk meng-estimasi harga wajar barang-barang yang kita perjual belikan pada jaman ini. Analoginya adalah kalau untuk membeli kambing, Dinar terbukti stabil pada kisaran harga 1 Dinar untuk 1 ekor kambing sepanjang 1400 tahun lebih – maka untuk membeli barang-barang lainpun Dinar Insya Allah juga akan stabil.

Untuk contoh saya gunakan harga sapi Qurban. Pada tahun 2005 lalu, sapi Qur’ban terbaik di sekitar Jakarta dengan berat +/- 1 ton adalah Rp 19.9 juta. Berapa harga wajar sapi seukuran yang sama tersebut pada musim Qurban tahun ini ?

Cara menghitungnya adalah kita konversikan Rp 19.9 juta (2005) menjadi Dinar pada tahun tersebut, yaitu menjadi 32 Dinar untuk sapi seberat 1 Ton atau per kg berat kotor sapi menjadi 0.032 Dinar.

Tahun ini bila kita membeli sapi dengan berat yang kurang lebih sama, maka harganya tetap 32 Dinar, namun karena saat ini 1 Dinar = Rp 1,321,000 – maka harga sapi dengan berat 1 ton menjadi Rp 42.3 juta.

Di pasar kita bisa peroleh sapi yang juga sudah besar dengan berat 500 kg; berapa kira-kira harganya ?. Kita tinggal gunakan 0.032 Dinar per kg berat kotor. Jadi untuk sapi seberat 500 kg – harganya menjadi 0.032 x 500 =16 Dinar atau dalam Rupiah sekarang menjadi Rp 21, 136,000,-

Dengan cara yang sama kita dapat menghitung harga komoditi lainnya secara adil menggunakan Dinar ini. Untuk harga Dinarnya sendiri dapat digunakan perkiraan harga berdasarkan grafik diatas (yang belum ada coretannya); atau dapat juga menggunakan table disamping untuk harga Dinar 10 tahun terakhir.

Perlu diingat bahwa meskipun perkiraan harga dengan menggunakan Dinar ini dapat dipertanggung jawabkan ke akuratannya, namun pada saat yang bersamaan bisa saja kita membeli sapi misalnya dengan harga separuh dari hasil perkiraan ini – bila ada penjual yang memang rela menjualnya kepada kita dengan harga tersebut . Ini yang terjadi dengan ‘Urwah dalam hadits tersebut diatas.

Sebaliknya juga bisa terjadi, bila barang-barang menjadi langka – maka harga bisa naik melebihi harga wajar yang kita hitung menggunakan Dinar tersebut. Kenaikan harga yang semacam ini, bukan karena inflasi atau kedhaliman para penjual – tetapi karena mekanisme terbentuknya harga pasar yang disebut supply & demand yang bahkan Rasulullah SAW-pun tidak mau mencampurinya.

Telah meriwayatkan dari Anas RA., ia berkata :” Orang-orang berkata kepada Rasulullah SAW, “Wahai Rasulullah, harga-harga barang naik (mahal), tetapkanlah harga untuk kami. Rasulullah SAW lalu menjawab, ‘Allah-lah Penentu harga, Penahan, Pembentang, dan Pemberi rizki. Aku berharap tatkala bertemu Allah, tidak ada seorangpun yang meminta padaku tentang adanya kedhaliman dalam urusan darah dan harta’”.

Jadi kini kita bisa memperkirakan kewajaran harga-harga barang di sekitar kita dengan menggunakan Dinar ini, namun harga pasti saat transaksi tetap tergantung kesaling ridlo’an antara penjual dan pembeli. Insya Allah kita bisa bermuamalah dengan Adil. Amin.

11 Juli 2009

Future World Currency & Uang yang Disebut Al Qur'an


Di dunia yang didominasi oleh uang Fiat murni sejak Agustus 1971, uang emas menjadi seperti isi lagu tahun 1980-an – dibenci namun pada saat yang bersamaan juga banyak dirindukan.

Uang emas dibenci oleh bank-bank sentral dunia dengan alasan yang tidak jelas – konon kalau uang emas dibiarkan exist – uang fiat akan kelihatan tidak bernilainya. Bahkan bukan hanya dibenci, dalam Article of Agreement of the IMF ada larangan bagi negara-negara anggotanya untuk menggunakan emas sebagai dasar nilai tukar uangnya (Article IV, Section 2. B).

Lantas siapa yang merindukan uang emas ?, bagi kita umat Islam – uang emas ini bukan hanya sekedar uang untuk kepentingan transaksi, tetapi juga sebagai alat untuk implementasi beberapa ketentuan syariah seperti nishab zakat, nishab hukuman bagi pencuri, nilai uang diyat dlsb. Jadi kita tentu merindukan kehadiran uang yang adil ini.

Namun ternyata umat diluar Islam-pun yang cerdas dan memahami betul problem yang terbawa dengan uang kertas, mereka juga mulai merindukan hadirnya kembali uang emas ini. Di Amerika ada Gold Anti Trust Action Committee (GATA) dan Foundation of Advance Monetary Education (FAME) , keduanya gencar mengkritisasi ketidak beresan uang kertas mereka dan pentingnya kembali ke emas.

Yang lebih hebat adalah di Eropa ada United Future World Currency (UFWC) yang sangat serius mempersiapkan uang baru berbasis emas ini; Akses mereka ke para pemimpin dunia juga sangat baik sehingga dalam pertemuan G-8 yang berlangsung di Italy sejak tiga hari lalu – mereka berhasil secara symbolic menyerahkan uang emas mereka kepada para pemimpin dunia tersebut.

Dalam kebingungannya, uang yang diberikan kepada para pemimpin G-8 ini diberi nama ‘eurodollars’ dan bernilai setara 2,800 Euro atau US$ 3,900 per kepingnya. Gambar yang saya sajikan diatas adalah koin yang diserahkan kepada Barrack H. Obama.

Bukan hanya berhasil menyerahkan koin emas-nya pada para pemimpin dunia, UFWC juga melombakan design uang masa depan ini pada anak-anak di seluruh dunia – karena generasi merealah yang nantinya akan menggunakan uang ini. Lomba design uang masa depan ini melibatkan juri dari berbagai latar belakang seperti para pemenang hadiah nobel, para ahli percetakan uang logam, para ekonom dlsb.

Lagi-lagi kita umat Islam sebenarnya punya solusi yang sudah sangat terbukti keunggulannya selama ribuan tahun – kalau saja kita mau kembali ke uang kita sendiri. Kita tidak perlu kebingungan mencari nama baru bagi uang kita karena uang kita namanya sudah disebut di Al-Qur’an (QS 3:75) dan berbagai hadits Rasulullah SAW.

Kita juga tidak perlu capai-capai menentukan designnya karena yang diatur dalam uang kita hanya beratnya (1 Mitsqal emas = 1 Dinar) dan ancaman yang tegas bagi yang menurunkan kadar standarnya.

Penggunaan Dinar juga tidak memerlukan kesepakatan khusus dari para pemimpin dunia; aturan main dalam syariah yang sudah baku dan sudah tested lebih dari seribu tahun terkait dengan emas dan perak sangatlah mencukupi untuk mengatur penggunaan emas dan perak sebagai uang ini.

Jadi kalau kita kembali kepada solusi Islam; justru kita akan berada di depan dari bangsa-bangsa lain di dunia. Ketika bangsa-bangsa lain masih sibuk mencari nama dan bentuk uang baru mereka, kita sudah diberi tahu nama dan bentuk uang kita dari dua pegangan utama kita yaitu Al-Qur’an dan Hadits. Wa Allahu A’lam.

10 Juli 2009

Uang Privat Versi John Naisbitt, Sejarah China dan Dinar ..


Karena masih perkasanya US$ hari-hari ini, harga komoditi seperti emas , minyak dlsb masih terus tertekan atau berarti turun.

Harga Emas dan Dinar di Gerai Dinar tidak sedrastis ini turunnya karena yang kita perdagangkan fisik, selain faktor trend harga di pasar Internasional – Gerai Dinar harus make sure bahwa barangnya bener-bener ada pada harga yang kita cantumkan – inilah maka harga emas fisik khususnya Logam Mulia ikut menentukan harga Gerai Dinar.

Harga Dinar yang relatif rendah untuk ukuran saat ini (meskipun sangat tinggi dibandingkan dua tiga tahun lalu !), adalah baik bagi proses awal pengenalan Dinar karena Dinar lebih mudah terjangkau oleh masyarakat secara luas.

Setelah Dinar menyebar luas di masyarakat dan kemudian digunakan menjadi uang seperti yang kita tawarkan salah satunya dengan M-Dinar, maka fluktuasi harga Dinar terhadap mata uang kertas menjadi tidak terlalu masalah.

Harga komoditilah yang menjadi kepentingan kita sesungguhnya – bukan harga uang kertas. Harga komoditi dalam Dinar relatif stabil sepanjang masa – seperti harga kambing yang tetap pada kisaran 1 Dinar sejak zaman Rasulullah SAW 1400 tahun lalu sampai sekarang.

Sebaliknya kebutuhan hidup kita apabila dibeli dengan uang kertas terus membubung tinggi. Grafik diatas adalah grafik Consumer Price Index untuk segala jenis kebutuhan di Amerika sejak tahun 1800. Bisa dibayangkan tingginya Index harga ini dalam beberapa tahun kedepan karena grafik ini adalah grafik logaritmik.

Atas dasar grafik yang dikeluarkan oleh American Institute for Economic Research (AIER) tersebut bahkan ada analis dari warga Amerika sendiri yang memperkirakan uang US$ tidak akan survive sampai tahun 2015.

Pertanyaannya adalah kalau US$ saja yang sampai hari-hari ini masih menunjukkan keperkasaannya diperkirakan tidak akan survive; lantas apa jadinya mata uang lain yang relatif lebih lemah ? – tentu peluang survive-nya menjadi lebih kecil lagi.

Kemudian apa yang akan menjadi uang pada paska rezim uang kertas ini ?. Menurut John Naisbitt mata uang yang akan datang adalah apa yang disebutnya sebagai mata uang privat yaitu komoditi atau benda riil yang memiliki nilai intrinsik.

Komoditi atau benda riil yang memiliki nilai intrinsik apa lagi kalau bukan emas dan perak yang paling sesuai untuk menjadi uang kembali ?

Konsep uang privat yang dicetuskan John Naisbitt tersebut ternyata bukan barang baru.

Di China sampai tahun 1927 uang yang banyak beredar adalah ‘uang swasta’ atau ‘private notes’ yang dikeluarkan oleh ‘bank-bank swasta’; yang sejatinya adalah usaha dagang biasa. Private Notes tersebut dapat ditukar kembali menjadi perak ke bank yang mengeluarkannya, dan perak inilah yang menjadi uang masyarakat paling luas di China pada zaman tersebut.

Yang terjadi di China dalam sejarah tersebut sangat banyak kemiripannya dengan apa yang terjadi di Dunia Islam pada masa-masa kekhalifahan.

Di Islam zaman kekhalifahan dikenal adanya Al-Shuftajah yang bisa dikeluarkan antara lain oleh institusi yang disebut Sharf. Sharf ini adalah sejatinya tempat-tempat penukaran uang, dimana pedagang antar Negara menitipkan hasil jualannya di Sharf negeri tujuan – dan hanya membawa pulang Al-Shuftajah. Se tiba di negeri asalnya Al-Shuftajah ditukar kembali menjadi emas perak di Sharf yang ada di negeri asal tersebut.

Jadi kalau prediksi John Naisbitt benar, bahwa orang akan kembali ke uang privat – maka yang paling siap sesungguhnya adalah umat Islam yang mau belajar dari system keuangannya sendiri. System Dinar dan Dirham bukan hanya teori, melainkan telah ribuan tahun dipraktekkan dengan baik oleh umat ini.

Meskipun yang dominan di dunia saat ini adalah masih uang kertas, bukan berarti yang dominan ini yang benar.

Meminjam kata-kata Sayyid Quthb dalam bukunya Petunjuk Jalan “ Sementara kepemimpinan dunia masih dipegang oleh pemikiran lain, bangsa lain, pandangan hidup lain…kita harus tetap mengusahakan kebangkitan Islam sejauh apapun jarak yang merentang…..Usaha untuk membangkitkan Islam kembali adalah langkah pertama yang tidak mungkin diabaikan”.

Semoga langkah kecil membangkitkan Dinar ini dapat menjadi kontribusi kita dalam upaya membangkitkan Islam kedepan, sekaligus dalam jangka pendek juga memberi solusi bagi problem umat zaman ini yaitu problem finansial. Amin.

Disclaimer

Meskipun seluruh tulisan dan analisa di blog ini adalah produk dari kajian yang hati-hati dan dari sumber-sumber yang umumnya dipercaya di dunia bisnis, pasar modal dan pasar uang; kami tidak bertanggung jawab atas kerugian dalam bentuk apapun yang ditimbulkan oleh penggunaan analisa dan tulisan di blog ini baik secara langsung maupun tidak langsung.

Menjadi tanggung jawab pembaca sendiri untuk melakukan kajian yang diperlukan dari sumber blog ini maupun sumber-sumber lainnya, sebelum mengambil keputusan-keputusan yang terkait dengan investasi emas, Dinar maupun investasi lainnya.